Serambi Spotlight

“Siswa Siluman” di PPDB dan SPMB: Cermin Buram Sistem Pendidikan yang Tak Transparan

"Siswa siluman itu adalah peserta didik yang tidak ikut mendaftar, tidak ada namanya dalam proses PPDB maupun SPMB tapi ujuk-ujuk terdaftar sebagai si

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Muhammad Hadi
For Serambinews
Serambi Spotlight-Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Dian Rubianty, S.E.Ak., M.P.A,  menjadi narasumber pada Podcast Serambi Spotlight dengan tema  "Menyorot 'Siswa Siluman' Dalam Proses PPDB/SPMB ", Podcast tersebut disiarkan secara lansung melalui YouTube Serambinews.com, dipandu oleh News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M. Ali pada Senin (28/04/2025). 

“Siswa Siluman” di PPDB dan SPMB: Cermin Buram Sistem Pendidikan yang Tak Transparan

SERAMBINEWS.COM-Fenomena siswa siluman kembali menjadi sorotan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Setiap tahun, pengumuman hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), menjadi momen krusial dalam dunia pendidikan Indonesia.

Namun di balik sistem seleksi yang tampak terstruktur, tersembunyi praktik menyimpang yang mengusik nurani yaitu “jalur siluman”.

Jalur ini bukan bagian dari mekanisme resmi, ia lahir dari celah sistem dan minimnya pengawasan.

Siswa yang tak pernah tercatat sebagai pendaftar bisa tiba-tiba muncul sebagai peserta didik sah.

"Siswa siluman itu adalah peserta didik yang tidak ikut mendaftar, tidak ada namanya dalam proses PPDB maupun SPMB tapi ujuk-ujuk terdaftar sebagai siswa makanya disebut siluman," hal itu disampaikan Dian Rubianty, S.E.Ak., M.P.A,  Selaku Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh pada Podcast Serambi Spotlight dengan tema  "Menyorot 'Siswa Siluman' Dalam Proses PPDB/SPMB ", Senin (28/04/2025). Podcast tersebut disiarkan secara lansung melalui YouTube Serambinews.com, dipandu oleh News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M. Ali.

Kenapa hal ini bisa timbul? Dian Rubianty menjelaskan bahwa hal ini disebakan lagi-lagi karena tidak transparan. 

 Ia menjelaskan bahwa hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi cerminan dari krisis transparansi, degradasi etika, dan ketimpangan akses pendidikan yang nyata.

Fenomena ini menurut Dian Rubianty adalah akibat dari minimnya transparansi dan ketiadaan data yang terintegrasi dengan baik antara jumlah kebutuhan siswa dan kapasitas sekolah.

"Seharusnya pemerintah daerah punya data, berapa siswa yang membutuhkan masuk TK, SD, SMP, SMA/SMK, SLB, kemudian Kanwil harusnya juga punya data, berapa yang masuk Min, Mtsn, dan Man", tambahnya.

Praktik siswa siluman ini merusak kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan, melukai rasa keadilan, dan mengabaikan hak anak-anak yang seharusnya mendapat kesempatan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan, bukan relasi atau rekayasa data.

Pemerintah daerah dan satuan pendidikan didesak agar mulai bersikap jujur, terbuka, dan tegas dalam menyusun kebijakan pendidikan. Data kebutuhan, daya tampung sekolah, dan jumlah rombongan belajar (rombel) harus diumumkan secara terbuka.

Masyarakat juga diminta tidak takut melapor. Ombudsman menjamin perlindungan identitas pelapor bagi mereka yang melihat atau mengalami penyimpangan dalam proses PPDB maupun SPMB. 

“Setiap anak Aceh punya hak atas pendidikan yang adil dan layak. Kalau kita punya kewenangan, maka mengawasi dan menindak itu bukan pilihan lagi itu adalah kewajiban,” pungkasnya.

Baca juga: 4 Siswa Aceh Barat Raih Medali Emas dan Perunggu di Kejuaraan Taekwondo BNNP Sumut 2025

 
(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved