Serambi Spotlight

Perkim Diminta Benahi Sistem Rumah Bantuan 

"Kasus di Peudada ini sebenarnya menjadi klimaks persoalan rumah bantuan sejak 2008," ucapnya.

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Ansari Hasyim
For Serambinews
SERAMBI SPOTLIGHT- Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTa), Alfian, menjadi narasumber pada Podcast Serambi Spotlight dengan tema "Rumah Bantuan Korupsinya Sampai ke Tulang" Dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali, Rabu (21/5/2025). Podcast tersebut disiarkan secara langsung melalui YouTube Serambinews.com. 

Perkim Diminta Benahi Sistem Rumah Bantuan 

SERAMBINEWS.COM-Dugaan penyimpangan dalam penyaluran rumah bantuan di Peudada, Kabupaten Bireuen menjadi sorotan tajam publik. 

Tak hanya menjadi kasus lokal, polemik ini juga menguak potret buram penyaluran rumah bantuan di Aceh secara keseluruhan yang disebut "sudah mengakar sejak 2008".

Hal itu disampaikan Alfian selaku Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTa) pada Podcast Serambi Spotlight yang mengangkat tema "Rumah Bantuan Korupsinya Sampai ke Tulang", Rabu (21/5/2025).

Podcast tersebut disiarkan secara langsung melalui YouTube Serambinews.com, dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali. 

Alfian mengungkap bahwa kasus ini merupakan klimaks dari praktek kotor dalam distribusi rumah bantuan selama bertahun-tahun di Aceh.

"Kasus di Peudada ini sebenarnya menjadi klimaks persoalan rumah bantuan sejak 2008," ucapnya.

Bahkan, menurut Alfian, istilah "korupsinya sampai ke tulang" digunakan untuk menggambarkan betapa kronisnya permasalahan tersebut.

Alfian menjelaskan, sejak tahun 2008, program rumah bantuan digelontorkan rutin setiap tahunnya oleh pemerintah melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh.

 Namun sayangnya, sistem penyalurannya justru dinilai bermasalah.

"Kalau kita lihat dari awal, jadi ada orang-orang yang bukan hanya tidak layak dapat karena status ekonominya mapan, tapi bahkan masuk kategori orang kaya. Mereka dapat rumah bantuan karena punya akses politik, afiliasi politik," ungkap Alfian.

Dikatakan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa beberapa penerima rumah bantuan ternyata tidak menempati rumah tersebut, bahkan membiarkannya kosong bertahun-tahun setelah dibangun.

"Jadi ada beberapa tempat yang kita temukan ada rumah bantuan setelah dibangun diatas 5 tahun itu malah tidak ditempati karena pemiliknya emang benar-benar orang kaya," lanjutnya.
 
Menurutnya, permasalahan rumah bantuan ini dinilai bukan hanya soal oknum, melainkan sistem yang rusak. 

"Ini kuncinya menejemen sistem yang harus dibenah yaitu di perkim Aceh karena perkim aceh tidak hanya mengelola rumah ini saja sebenarnya, tetapi mengelola terhadap sanitasi yang kita lihat juga masih ada problem sampai sekarang," pungkasnya. (an)

(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved