Kajian Islam
Bolehkah Berkurban dengan Uang Hasil Utang? Ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Abdul Somad menjelaskan terlebih dahulu jenis-jenis utang yang ada dalam hukum Islam.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Mursal Ismail
Dengan demikian, umat Islam disarankan untuk mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum berkurban agar ibadah yang dilakukan tetap membawa keberkahan dan tidak menyulitkan diri sendiri atau orang lain.
SERAMBINEWS.COM - Dai kondang Tanah Air, Ustaz Abdul Somad (UAS), menjelaskan hukum berkurban dengan uang hasil utang diperbolehkan.
Namun, utang tersebut termasuk kategori yang jelas sumber pelunasannya, seperti hasil panen atau gaji bulanan.
Namun, jika utang dilakukan tanpa kepastian kapan dan bagaimana akan membayarnya, maka hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam karena berpotensi menimbulkan beban dan ketidakjelasan dalam transaksi.
Dengan demikian, umat Islam disarankan untuk mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum berkurban agar ibadah yang dilakukan tetap membawa keberkahan dan tidak menyulitkan diri sendiri atau orang lain.
Seperti diketahui, Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah diperkirakan jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025.
Idul Adha merupakan salah satu hari besar bagi umat Islam dan menjadi momen yang paling dinanti oleh umat muslim.
Baca juga: Penjelasan UAS Soal Hukum Kurban Untuk Orangtua yang Sudah Meninggal Dunia, Apakah Diterima?
Sebab bertepatan pada Idul Adha, ada satu dari dua ibadah utama di bulan Dzulhijjah yang dianjurkan untuk dilakukan.
Ibadah tersebut yakni ibadah kurban, yang dikerjakan tepatnya pada hari raya Idul Adha tanggal 10, 11 aatau 12 Dzulhijjah.
Diketahui, ibadah kurban diperuntukkan bagi yang mampu, tetapi belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan haji.
Atau bagi mereka yang sudah melaksanakan haji, maka dianjurkan pula untuk tetap melaksanakan kurban setiap tahunnya.
Namun saat momen lebaran haji tiba, mungkin saja kondisi keuangan sedang pas-pasan.
Lalu, dalam kondisi keterbatasan ekonomi tersebut, apakah boleh tetap melaksanakan kurban dengan cara berhutang?
Baca juga: Niat Kurban untuk Diri Sendiri dan Orang Lain, Lengkap dalam Bahasa Arab dan Latin
Bagaimanakah hukum membeli hewan kurban dengan uang hasil utang?
Soal hukum berkurban dengan cara berutang ini sebenarnya sudah pernah dibahas oleh pendakwah nasional Ustadz Abdul Somad atau UAS.
Dalam sebuah video tanya jawab singkat berdurasi 3.50 menit yang diunggah di YouTube resminya Ustadz Abdul Somad Official.
Berikut penjelasan UAS sebagaimana dirangkum Serambinews.com.
Hukum kurban dengan cara hutang
Pembahasan UAS soal kurban dalam tayangan video berjudul BERHUTANG UNTUK BERQURBAN ? | Ustadz Abdul Somad, Lc., MA., Ph.D bermula dari pertanyaan yang dilempar oleh artis yaitu Teuku Wisnu.
"Ustad, apakah boleh berkurban dengan cara meminjam uang terlebih dahulu pada orang?" tanya aktor keturunan Aceh tersebut.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Abdul Somad menjelaskan terlebih dahulu jenis-jenis utang yang ada dalam hukum Islam.
Dai berdarah Melayu ini menyebutkan, dalam pandangan Islam, utang terdiri atas dua jenis.
Pertama yaitu utang yang diharapkan ada pembayarnya.
Kedua, utang yang tidak tahu bagaimana cara membayarnya.
Berdasarkan kategori ini, maka dapat diketahui hukum berkurban dengan cara berutang.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Ustad Abdul Somad soal hukum kurban dengan cara berutang.
Ustadz Abdul Somad dalam video tersebut menjelaskan, jika utang tersebut masuk dalam kategori pertama, maka dibolehkan berkurban dengan cara hutang.
"Kalau utangnya jenis pertama, boleh," ujarnya.
Dai yang juga akrab disapa UAS ini pun kemudian memberi contoh soal utang kurban dibolehkan jika jaminan pembayarnya.
Baca juga: Jelang Idul Adha, Mana yang Lebih Afdol, Kurban Sapi atau Kambing? Begini Kata Ustaz Abdul Somad UAS
Dicontohkan UAS, misalnya saja seseorang yang ingin berkurban meminjam uang, dengan jaminan akan membayarnya saat panen hasil.
"Bayarnya insya Allah panen sawit nanti bulan depan. Nyembelihnya akhir bulan ini," ucap UAS.
"Ada yang diharapkan untuk membayarnya. Maka kalau hutangnya jenis ini boleh," terangnya.
Namun yang tidak boleh, lanjut UAS, berkurban dengan cara berhutang yang tidak tahu kapan akan membayarnya.
"Yang tidak boleh meminjam uang, tapi tak tahu kapan membayarnya," tegas Ustaz Abdul Somad.
Sebab, tambahnya, yang demikian itu selain membebani orang lain, juga tidak ada kejelasannya.
Sementara dalam Islam, utang-piutang harus ada kejelasannya, yaitu punya batas waktu tertentu.
Hukum kurban secara patungan
Selain mengenai hukum kurban dengan menggunakan uang hasil utang, pembahasan lain seputar ibadah kurban yang juga sering dibahas setiap momen Lebaran Idul Adha tiba yakni terkait hukum kurban secara patungan.
Mengenai soal ini, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya telah memberikan penjelasannya.
Dalam sebuah tayangan video yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV pada 29 Juni 2022, Buya Yahya mengatakan, mengenai hukum kurban secara patungan, ada yang sah dan tidak sah.
"Dalam patungan hewan kurban ini, ada yang sah dan ada yang tidak sah," ujar pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah tersebut, sebagaimana dikutip dari video unggahan YouTube Al-Bahjah TV.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya soal hukum kurban secara patungan.
Dalam video itu Buya Yahya menjelaskan, kurban secara patungan atau patungan kurban sendiri berarti bergabungnya beberapa orang dalam hal mengumpulkan dana untuk membeli hewan kurban.
Namun dalam hal patungan kurban ini, kata Buya Yahya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yang berujung pada sah dan tidak sahnya kurban.
Hukum patungan, jelas Buya Yahya, menjadi tidak sah jika sekumpulan orang berkurban dengan satu kambing.
Dalam hal ini, Buya Yahya mencontohkan kurban yang dilakukan di lingkungan sekolahan.
"Satu kelas kumpul duit beli satu kambing, kurban dengan satu kambing. Maka yang demikian ini dianggap tidak sah sebagai kurban," jelas Dai yang bernama lengkap Prof. Yahya Zainul Ma'arif, Lc, MA, PhD tersebut.
Namun meski tidak sah menjadi kurban, sembelihan seekor kambing tersebut tetap menjadi sebuah pahala untuk menyenangkan sesama di Hari Raya Idul Adha.
"Artinya tidak ada kurban patungan (dengan seekor kambing) semacam ini," imbuh Buya Yahya.
"Makanya kalau di SMP SMA ada patungan kurban, itu namanya saja kurban. Tapi (secara hukum) bukan kurban. Tapi jangan dilarang juga, kan lumayan ada 10 kambing itu. Biar tidak jadi kurban, maka ia tetap mendapatkan pahala untuk menyenangkan orang di hari itu dengan sembelihan kambing," sambungnya.
Baca juga: Mana Lebih Baik Kurban 1 Kambing atau Patungan Sapi untuk 7 Orang? Simak Penjelasan Gus Baha
Buya Yahya menambahkan, sembelihan seperti itu tidak disebut sebagai kurban, lantaran hewan yang disembelih hanyalah seekor kambing.
Sementara hewan itu diperuntukkan bagi seluruh siswa dalam satu kelas.
"Gak ada satu kambing untuk satu kelas," ujar Buya Yahya sekali lagi.
Sementara itu, patungan kurban dianggap sah, apabila patungan dilakukan semisal tujuh orang mengumpulkan dana untuk membeli seekor sapi.
"Satu sapi tersebut dijadikan kurban untuk tujuh orang tersebut. Maka patungan yang seperti ini adalah sah sebagai kurban," jelas Buya Yahya.
Selain itu, Buya Yahya juga memberikan contoh bagaimana pelaksanaan kurban di lingkungan sekolah agar sah menjadi kurban.
Misalnya saja seluruh siswa dalam satu kelas berpatungan uang untuk membeli seekor kambing.
Lalu kambing tersebut diberikan kepada salah seorang yang ada di lingkungan sekolah tersebut sebagai kurban atas dirinya.
Maka kurban tersebut sah.
"Kurban diberikan kepada salah satu dari mereka. Dia yang kurban. Maka sah jadi kurban. Kita dapat pahala membantu orang berkurban," papar Buya Yahya.
Jadi kurbannya hanya satu orang. Satu kambing untuk satu orang" sambungnya.
Lebih lanjut Buya Yahya mengatakan, penting untuk menerapkan cara berkurban dengan benar di lembaga pendidikan khususnya yang sering melaksanakan kurban.
"Misalnya para siswa di sekolah mengumpulkan dana untuk membeli satu ekor kambing atau satu ekor sapi, kemudian diberikan kepada guru mereka untuk dijadikan kurban. Maka kambing atau sapi tersebut sah dianggap menjadi kurban dengan catatan setiap guru diberikan satu kambing, atau satu sapi untuk tujuh guru," kata Buya Yahya.
"Dalam hal ini sang murid memang gak berkurban. Sang murid mendapat pahala besar karena membantu gurunya, dan sang guru mendapat pahala kurban," pungkasnya.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI
Buya Yahya Bongkar Penyebab Anak Mudah Marah: Berawal dari Rumah Tangga |
![]() |
---|
Urutan Wali Nikah Wanita Jika Ayah Sudah Meninggal Dunia, Ini Aturannya Menurut Kemenag |
![]() |
---|
Siapa yang Jadi Wali Nikah Jika Ayah Sudah Tiada? Ini Penjelasan Buya Yahya |
![]() |
---|
Tips Membaca Surah Al Kahfi di Hari Jumat ala Syekh Ali Jaber, Bisa Dicicil Sepanjang Hari |
![]() |
---|
Doa Sujud Sahwi, Dilakukan Saat Lupa atau Ragu Jumlah Rakaat Shalat, Simak Tata Caranya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.