Konflik India vs Pakistan

India dan Pakistan Sepakat Tarik Pasukan Paling Lambat Akhir Mei, Konflik Mulai Mereda

Pejabat tersebut mengatakan, kedua negara sepakat menarik pasukan dan persenjataan yang dikerahkan secara bertahap.

Editor: Faisal Zamzami
AP/Sputnik
PAKISTAN - Rudal Shaheen III yang dipamerkan militer Pakistan dalam sebuah kegiatan parade. Pakistan siap memasok suplai rudal balistik jarak menengah Shaheen-III ke Iran untuk menghajar Israel. 

SERAMBINEWS.COM, ISLAMABAD - Usai konflik mereda, Pakistan dan India sepakat menarik kembali pasukan tambahannya dari daerah konflik paling lambat akhir Mei.

Kabar tersebut disampaikan seorang pejabat keamanan senior Pakistan kepada AFP pada Selasa (20/5/2025).

"Pasukan akan ditarik ke posisi sebelum konflik paling lambat akhir Mei," kata pejabat keamanan senior yang enggan disebutkan namanya tersebut kepada AFP.

Pejabat tersebut mengatakan, kedua negara sepakat menarik pasukan dan persenjataan yang dikerahkan secara bertahap.

Sebagian besar pasukan tersebut telah dikerahkan perbatasan de facto yang dikenal sebagai garis kontrol atau line of control (LOC) di Kashmir ketika konflik pecah.

 "Semua langkah ini awalnya direncanakan akan selesai dalam waktu 10 hari, tetapi masalah kecil menyebabkan penundaan," ujar pejabat Pakistan itu.

Baik India dan Pakistan mengeklaim Kashmir secara utuh.

Kedua negara telah berperang beberapa kali di wilayah mayoritas Muslim tersebut sejak kedua negara memproklamirkan kemerdekaan dari Inggris pada 1947.

Baca juga: VIDEO India Buat Prancis Makin Malu! Mirage 2000 jadi Jet Tempur ke 6 yang Ditembak Jatuh Pakistan

Konflik terbaru dimulai pada tanggal 7 Mei ketika India melancarkan serangan terhadap daerah yang disebutnya sebagai "kamp teroris" di Pakistan. Islamabad kemudian membalas serangan tersebut.

Lebih dari 70 orang tewas dalam konflik bersenjata yang berlangsung selama empat hari tersebut.

Konfrontasi militer yang melibatkan serangan intens seperti drone, rudal, pertempuran udara, dan artileri itu berakhir setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata mendadak.

Jual-beli serangan itu sendiri dipicu oleh pembantaian 26 warga sipil oleh serangan milisi bersenjata pada 22 April 2025.

India menuduh Pakistan terlibat dalam peristiwa berdarah itu. Islamabad menolaknya.

 

China Diuntungkan dalam Konflik India-Pakistan, Industri Senjata Jadi Sorotan

 Ketegangan bersenjata atau konflik India-Pakistan yang berlangsung selama empat hari awal Mei 2025 berakhir dengan gencatan senjata.

Namun, di balik klaim kemenangan dari kedua negara, sorotan justru mengarah pada peran industri pertahanan China yang dinilai ikut diuntungkan dari konflik tersebut.

Konflik memanas setelah India melakukan serangan udara pada 7 Mei 2025 terhadap fasilitas yang disebutnya sebagai “infrastruktur teroris” di wilayah Pakistan.

Serangan ini disebut sebagai balasan atas serangan berdarah pada 22 April di Pahalgam, Kashmir yang dikuasai India, yang menewaskan 26 orang yang sebagian besar adalah turis.

Delhi menuding kelompok bersenjata yang berbasis di Pakistan berada di balik serangan tersebut, klaim yang dibantah keras oleh Islamabad.

Duel jet tempur dan rudal jarak jauh

India kemudian melancarkan Operasi Sindoor sebagai respons militer. Konflik berkembang menjadi duel udara yang melibatkan jet tempur, rudal, dan drone dari kedua negara.

India mengerahkan jet tempur buatan Perancis dan Rusia, sementara Pakistan mengandalkan J-10 dan JF-17 atau jet tempur hasil kerja sama produksi dengan China.

Kedua negara menyatakan, pesawat mereka tidak menyeberangi perbatasan langsung dan hanya meluncurkan rudal dari jarak jauh.

Islamabad mengeklaim berhasil menjatuhkan sedikitnya enam jet tempur India, termasuk Rafale buatan Perancis, namun belum ada konfirmasi dari pihak Delhi.

"Kerugian adalah bagian dari pertempuran. Kami telah mencapai tujuan yang kami pilih, dan semua pilot kami telah kembali ke rumah," kata Marsekal Udara AK Bharti dari Angkatan Udara India saat ditanya mengenai klaim Pakistan.

India juga menyatakan berhasil menewaskan setidaknya 100 anggota kelompok militan dalam serangan yang menargetkan markas Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammed di Pakistan.

China diuntungkan, dunia menyimak

Laporan Reuters yang mengutip pejabat Amerika Serikat menyebutkan bahwa jet J-10 buatan China kemungkinan digunakan Pakistan untuk menembakkan rudal udara-ke-udara dalam konflik ini.

Hal ini menimbulkan sorotan terhadap performa senjata China di medan tempur sesungguhnya dan jadi sesuatu yang sebelumnya jarang terjadi.

"Pertempuran udara tersebut merupakan iklan besar bagi industri senjata China. Hingga saat ini, China tidak memiliki kesempatan untuk menguji platformnya dalam situasi pertempuran," kata Zhou Bo, pensiunan kolonel senior Tentara Pembebasan Rakyat China, kepada BBC.

Saham perusahaan Avic Chengdu Aircraft, produsen J-10 dilaporkan melonjak hingga 40 persen setelah peran jet tempur tersebut dalam konflik ini mencuat.


Meski demikian, tidak semua pihak sepakat bahwa ini membuktikan keunggulan senjata China.

Profesor Walter Ladwig dari King's College London menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa jet buatan China mampu mengungguli pesawat-pesawat milik Angkatan Udara India.

"Dalam doktrin militer standar, Anda akan menekan pertahanan udara musuh dan memperoleh keunggulan udara sebelum menyerang target darat. Sebaliknya, tampaknya misi IAF jelas bukan untuk memprovokasi pembalasan militer Pakistan," ujar Ladwig.

 

Persepsi menang, fakta masih kabur

Di China, media sosial dipenuhi narasi kemenangan menyusul laporan tak terverifikasi bahwa J-10 menjatuhkan jet Rafale.

"Saat ini persepsi jauh lebih penting daripada kenyataan. Jika kita melihatnya seperti itu, pemenang utamanya adalah China," kata Carlotta Rinaudo, peneliti dari Tim Internasional untuk Studi Keamanan di Verona.

Bagi Beijing, Pakistan merupakan sekutu penting dalam strategi dan ekonomi kawasan. China telah menginvestasikan lebih dari 50 miliar dolar AS dalam proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan.

"China membuat perbedaan penting dalam konflik India-Pakistan terkini," kata analis keamanan Pakistan, Imtiaz Gul. "Hal itu mengejutkan para perencana India. Mereka mungkin tidak membayangkan kedalaman kerja sama dalam peperangan modern antara Pakistan dan China."

Dampak ke pasar senjata global

Analis memperkirakan, keberhasilan senjata China jika terbukti dapat memengaruhi peta perdagangan senjata global.

Saat ini, Amerika Serikat adalah eksportir senjata terbesar dunia, sementara China berada di posisi keempat, dengan pasar utama negara-negara berkembang seperti Pakistan dan Myanmar.

Meski demikian, reputasi senjata China sempat tercoreng. Jet tempur JF-17 buatan bersama dengan Pakistan sempat dihentikan operasinya oleh militer Myanmar pada 2022 karena masalah teknis. Nigeria pun melaporkan sejumlah malfungsi pada jet tempur F-7 buatan China.

Sementara itu, beberapa analis menilai India juga menunjukkan kemampuan militer signifikan dalam serangan pada dini hari 10 Mei lalu.

IAF disebut meluncurkan rudal ke 11 pangkalan udara strategis di seluruh Pakistan, termasuk pangkalan udara Nur Khan dekat Rawalpindi, yang tak jauh dari markas besar militer Pakistan.

"Salah satu target terjauh bahkan berada di Bholari, 140 kilometer dari Karachi," ujar Ladwig.

Ia menilai IAF kali ini menjalankan operasi sesuai standar, yaitu menyerang sistem pertahanan udara dan radar terlebih dahulu sebelum menghantam target darat.

"Jika ini adalah konflik berkepanjangan, berapa lama waktu yang dibutuhkan Pakistan untuk membangun dan menjalankan kembali fasilitas-fasilitas ini, saya tidak bisa mengatakannya," tambahnya.

Baca juga: 18 Nelayan Aceh Timur Kembali Ditangkap di Thailand, Diduga Ini Pelanggarannya

Baca juga: Mustafaruddin Bawa 3 Kilogram Sabu dari Aceh Ke Padang Demi Upah Rp 15 Juta, Ditangkap Polres Asahan

Baca juga: Proyek Jalan Bintah-Pungki Penghubung Aceh Jaya ke Aceh Barat Akan Segera Ditender, Sumber Dana APBA

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved