Banda Aceh

Habitat Mangrove di Alue Naga Kian Musnah, Dinilai Ancam Ekosistem Laut dan Daratan

"Penebangan liar, alih fungsi lahan, dan pembangunan pesisir yang tidak ramah lingkungan menjadi penyebab utama rusaknya habitat...

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Eddy Fitriadi
Dok Mutia Delvi.
ALUE NAGA - Lahan Mangrove yang kini telah musnah di pesisir Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, Rabu (21/5/2025). 

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Keberadaan hutan mangrove sebagai pelindung pantai dari abrasi dan intrusi air laut, kini berangsur-angsur punah akibat alih fungsi lahan.

Mutia Delvi mahasiswi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala yang melakukan penelitian di kawasan pesisir Pantai Alue Naga mengaku, habitat mangrove di daerah tersebut kian musnah akibat alih fungsi lahan dan penebangan liar.

"Penebangan liar, alih fungsi lahan, dan pembangunan pesisir yang tidak ramah lingkungan menjadi penyebab utama rusaknya habitat yang sangat bermanfaat dan penting terhadap pelestarian lingkungan dan pusaran perekonomian," kata Mutia Delvi saat melakukan kajian dan pemantauan di kawasan tersebut, Rabu (21/5/2025).

Delvi mendesak pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk melakukan penanaman kembali (reboisasi), demi menyelamatkan ekosistem laut dan membentengi terjadinya abrasi.

Menurutnya, rehabilitasi mangrove harus segera dilakukan, jika tidak sangat dikhawatirkan akan kehilangan lebih banyak ekosistem. Selain itu, hilangnya habitat mangroves tersebut juga dapat merugikan masyarakat pesisir secara ekonomi maupun lingkungan akibat maraknya penebangan yang tidak diawasi secara ketat.

Mutia yang merupakan mahasiswi jurusan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu, Fakultas Pasca Sarjana USK tersebut berharap adanya sinergi antara pemerintah, lembaga lingkungan, dan warga setempat dalam menjaga kelestarian mangrove di wilayah Alue Naga, demi keberlangsungan ekosistem dan kehidupan di masa depan.

“Hutan mangrove di pesisir Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, menghadapi ancaman serius akibat alih fungsi lahan,” ujarnya.

Ia mengatakan, alih fungsi lahan untuk perumahan, infrastruktur dan tambak udang telah menyebabkan degradasi ekosistem mangrove yang vital bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir.

Dari kajian yang dilakukannya, dalam beberapa tahun terakhir, proyek pembangunan perumahan dan infrastruktur turut memperparah kondisi musnahnya hutan Mangrove.

Di sebagian kawasan ditemui, mangrove telah dibabat untuk membuka lahan baru, tanpa memperhatikan dampak ekologis jangka panjang. Padahal, wilayah Alue Naga termasuk kawasan rawan bencana pesisir, termasuk abrasi dan Tsunami.

"Sayangnya, pembangunan perumahan dan proyek infrastruktur yang terus berjalan beberapa tahun terakhir memperparah kerusakan. Banyak lahan mangrove dibabat demi membuka ruang baru, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir.

Titik kulminasinya kata Mutia, sejumlah nelayan juga mengaku, hasil tangkapan ikan semakin berkurang, malah kini harus merlayar atau mengharungi lautan lebih jauh dengan jarak tempuh butuh waktu lama, karena ikan tak lagi banyak ditemukan di sekitar pantai (terumbu karang) terdekat.

Lebih dari itu, ancaman abrasi pun semakin disinyalir kian nyata tanpa hutan mangrove, gelombang laut menghantam daratan tanpa hambatan. Pinggiran pantai mulai terkikis, lingkungan dihadapkan dengan rasa tidak aman dan nyaman.

Dikhawatirkan, jika tidak ada langkah serius dari pemerintah dan kesadaran bersama dari masyarakat, hilangnya mangrove akan menjadi awal dari kehilangan yang lebih besar akan berdampak kepada perekonomian serta perlindungan daratan di pesisir pantai.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved