Riset Luminate-Ipsos: 42 Persen Warga Indonesia Tidak Yakin Bisa Bedakan Konten Asli dan Buatan AI
Survei nasional yang melibatkan 1.000 responden, sebanyak 42 persen di antaranya justru tidak yakin bisa membedakan konten asli dan buatan AI.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Yeni Hardika
Riset Luminate-Ipsos: 42 Persen Warga Indonesia Tidak Yakin Bisa Bedakan Konten Asli dan Buatan AI
SERAMBINEWS.COM - Di tengah pesatnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan generatif (generative AI/Gen-AI), riset terbaru dari Luminate dan Ipsos mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia mulai menyadari risiko dari teknologi ini.
Namun, di saat yang sama, banyak yang belum menyadari seberapa rentan mereka terhadap disinformasi yang dihasilkan oleh AI.
Survei nasional yang melibatkan 1.000 responden berusia 21 hingga 65 tahun ini menunjukkan bahwa 75 persen responden percaya bahwa konten buatan AI bisa mempengaruhi pandangan politik publik.
Sebanyak 72 persen merasa konten tersebut dapat memengaruhi orang-orang terdekat mereka, dan 63 persen mengaku bisa terpengaruh secara pribadi.
Namun yang mencemaskan, dari 33 persen responden yang mengaku tidak akan terpengaruh secara pandangan politik, sebanyak 42 persen di antaranya justru tidak yakin bisa membedakan konten asli dan buatan AI.

Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi dan realitas yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Menurut praktisi tata kelola data dari Luminate, Dinita Putri, tren ini tak hanya terjadi di Indonesia.
“Kami melihat pola yang konsisten di berbagai negara; semakin banyak orang memahami AI, semakin besar kemungkinan mereka menyadari risikonya. Begitupula dengan Indonesia” ujarnya melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (26/5/2025).
Ia menegaskan pentingnya investasi dalam literasi AI, tidak hanya di kalangan digital native, tetapi di semua lapisan masyarakat.
“Jika kita ingin membangun masyarakat yang tangguh terhadap disinformasi, kita perlu berinvestasi dalam meningkatkan kesadaran komunitas, bukan hanya di kalangan digital native, tapi di seluruh lapisan masyarakat,” ungkapnya.
Survei juga mengungkap perbedaan menarik antara pria dan wanita. Walau tingkat kepercayaan diri dalam mengenali konten AI relatif sama (70 persen pria dan 71 persen wanita merasa cukup yakin), hanya 17 persen wanita yang sangat yakin bisa membedakan konten AI, dibandingkan 30 % pria.
Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan sikap antara merendah dan overconfidence, atau bisa jadi sebaliknya, pria terlalu yakin.
Disamping itu, Indonesia adalah salah satu negara paling aktif secara digital.
Dengan lebih dari 90 % responden menggunakan WhatsApp setiap hari, dan tingkat penggunaan Instagram, Facebook, serta TikTok yang sangat tinggi.
Dengan paparan sebesar itu, ditambah rendahnya literasi AI, risiko penyebaran disinformasi jadi semakin besar, terutama di negara dengan lebih dari 204 juta pemilih seperti Indonesia.
Organisasi ICT Watch pun menekankan pentingnya penguatan literasi digital dan AI.
Direktur Program ICT Watch, Prasasti Dewi, menyatakan bahwa AI harus digunakan secara etis dan inklusif.
“Literasi AI adalah fondasi penting untuk memastikan masyarakat dapat berinteraksi dengan teknologi secara etis, inklusif, dan bertanggung jawab,” kata Dewi.
Fenomena serupa di negara-negara maju seperti Prancis, Jerman, dan Inggris menunjukkan kekhawatiran yang sama.
Lebih dari 70 % responden yang memahami teknologi deepfake dan AI mengaku khawatir terhadap dampaknya terhadap pemilu.
Di Amerika Latin, dukungan terhadap regulasi AI juga meningkat menjadi 65 persen di kalangan responden yang paham teknologi tersebut.
“Riset dari berbagai negara menunjukkan satu hal penting: pemahaman soal AI sangat penting untuk melindungi demokrasi,” ujar Dinita.
“Warga Indonesia yang sangat aktif di dunia maya perlu memiliki literasi AI yang memadai,”
“Hal ini dapat dicapai dari kerja sama berbagai pihak; baik pemerintah, platform hingga komunitas, pendidik, dan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan pemahaman,” sambungnya.
Ipsos melakukan survei terhadap 1.000 responden berusia 21–65 tahun di Indonesia dengan metode online, pada tanggal 28 November hingga 6 Desember 2024.
Survei menggunakan kuota berdasarkan usia, jenis kelamin, wilayah, dan status pekerjaan. Hasil akhir disesuaikan agar mewakili populasi nasional. Survei ini dilakukan dalam Bahasa Indonesia.
Tentang Luminate
Luminate adalah yayasan global yang berfokus untuk memastikan setiap orang - terutama mereka yang kurang terwakili - memiliki akses terhadap informasi, hak, dan agensi untuk mempengaruhi keputusan yang membentuk masyarakat.
(Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Artificial Intelligence
konten asli
Indonesia
Kecerdasan Buatan
Luminate
riset terbaru
hasil survei terbaru
Sosok Ustaz Evie Effendi Diduga Aniaya Anak Perempuannya, Pernah Dipenjara, Ibu Tiri Pukul Korban |
![]() |
---|
Harga Emas di Banda Aceh Naik Bertubi-tubi, 28 Agustus 2025 Dijual Segini per Mayam |
![]() |
---|
Ustadz Takdir Feriza Hasan, Putra Aceh Dinobatkan sebagai Qari Terbaik se-Asia Tenggara |
![]() |
---|
Kisruh Bupati Aceh Timur dan Wali Kota Langsa, Pengamat Komunikasi: Hentikan Polemik |
![]() |
---|
Daftar Segera! KAI Rekrut Kondektur, Masinis hingga Polsuska Tahun 2025 untuk Lulusan SLTA hingga S1 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.