Wawancara Eksklusif
Wali Kota Langsa Jeffry Sentana S Putra Segera Terapkan Barcode Parkir di Langsa
Sebagai wali kota muda, Jeffry bertekad memajukan Kota Langsa dengan program-program inovatif dan modern yang belum pernah ada di kota berjuluk ‘Serib
Dan pengembangannya nanti harapan saya sebenarnya untuk memudahkan masyarakat mengakses perizinan. Jadi masyarakat itu nggak bolak-balik ke kantor dinas. Bahkan kalau bisa MPP ada di kecamatan-kecamatan, jadi masyarakat yang tinggal agak jauh dari kota bisa langsung ke kecamatan. Ini lagi kita rumuskan bagaimana konsep MPP bisa sampai ke kecamatan.
Sektor apa dan bagaimana konsep yang akan dilakukan untuk sisi ekonomi kreatif?
Ekonomi kreatif ini mendorong pemuda-pemudi Kota Langsa untuk tumbuh ekonominya di bidang ekonomi kreatif. Kita nanti ke depan semua pasti berhubungan dengan ekonomi kreatif. Tinggal kita bahannya mau buat seperti apa. Kita itu punya program di 22 program unggulan, namanya pelatihan, skill.
Dia sifatnya soft skill, tapi dia bentuknya soft course artinya pelatihan jangka pendek. Nah, kita nanti ada buat namanya lab digital yang di dalam pelatihan itu kita akan mendorong pemuda-pemudi kita yang memang mau ke arah digitalisasi, yang arah kreatifitas di bidang media digital, misalnya pelatihan koding, pelatihan membuat website, pelatihan video, edit video, dan fotografi dan narasi.
Selama ini sudah kita lakukan melalui program kementerian dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia tiap tahun, tapi kecil masih. Dan kita lihat efektif, jadi melahirkan konten-konten kreator baru. Konten kreator baru itu kan nanti menghasilkan profit untuk pendapatan yang relativitas tergantung daripada keuletan konten kreator tersebut.
Selain itu Langsa harus kita siapkan untuk destinasi setelah Tanah Karo, ya tentu nggak mungkin dengan peraturan-peraturan yang kaku yaitu yang membuat orang akan takut dengan Kota Langsa atau Aceh. Padahal Aceh ini kan kita pungli nggak ada, pedagang kita itu nggak ada nakal di Aceh. Dan itu kan yang belum ada di daerah-daerah wisata lain.
Apa yang menjadi andalan kalau masuk investor dari luar?
Kalau saya lihat demografi Kota Langsa ini, kebanyakan wilayahnya itu wilayah permukiman. Ada tempat-tempat yang memang masih bisa kita gunakan misalnya untuk sektor industri, tapi untuk skala besar kayaknya terbatas. Selain itu kita sebenarnya kita punya pelabuhan. Pelabuhan Langsa ini pada tahun 60-an atau 70-an itu lebih maju dibanding sekarang karena posisinya strategis dengan Selat Malaka, yang mana itu jalur internasional.
Tapi selama ini pemanfaatan ini karena dikelola oleh pemerintah pusat, di bawah Pelindo. Jadi kita hanya bisa paling mainnya di regulasi. Sebenarnya kalau kita bisa investor itu datang kita minta ada dok kapal karena di Selat Malaka itu belum ada dok kapal. Nah, kalau kita pemerintah daerah mau buat perusahaan dok kapal ini kan investasinya besar.
Sebenarnya kita harus yakinkan yang punya perusahaan-perusahaan pelayaran, yang punya docking kapal, harusnya mereka itu udah bisa buka di jalur Selat Malaka. Karena potensinya nanti ada pemotongan jalur di perbatasan Thailand dari Cina, itu pasti lewat Selat Malaka. Harusnya kita kan Langsa sebagai yang punya pelabuhan mengembangkan itu. Tapi kan keterbatasan kita karena pelabuhan ini dikelola sama Pelindo.
Apa kendala dalam mewujudkan pembangunan Kota Langsa dan bagaimana cara mengatasinya?
Kendala kita ini tetap menyangkut fiskal, karena fiskal Kota Langsa ini kan enggak begitu besar. Jadi, dengan belanja operasional pegawainya yang sudah hampir 50 persen, jadi kita sangat kecil ruang gerak fiskal kita untuk melakukan hal-hal yang besar gitu. Belum lagi, jika memang betul Otsus berakhir. Yang biasanya Langsa itu dapat Rp30-40 miliar, hari ini aja Otsusnya tinggal Rp 20 miliar. Kalau itu hilang, ya mungkin tinggal Rp 3 miliar saja. Makanya nggak ada pilihan selain daripada efisiensi anggaran dan kenaikan PAD. Makanya memang harus super-super kreatif membangun Kota Langsa. Karena kita nggak punya tambang, kita nggak punya kebun, kita juga enggak punya sumber PAD yang luar biasa.
Bisa dijelaskan seperti apa konsep digitalisasi parkir?
Pertamina itu kalau kita isi pertalite kan kita harus ada barcode. Nah, sepertinya kami akan mengembangkan seperti itu ke depan. Jadi parkirnya itu berlangganan per tahun. Jadi nggak bocor lagi dan langsung ke kas, kemudian lebih tertata di lapangan.
Hari ini Kota Langsa targetnya besar, jadi pihak ketiga si pengelola ini ngejar-ngejar target, berimbas pada petugas parkirnya. Misal kita singgah di satu toko udah kena seribu, geser lagi kena lagi, kalau ada lima tempat kita sudah habis lima ribu untuk sepeda motor. Belum lagi kalau jukirnya enggak ada uang balik, dan itu terjadi di beberapa tempat, kan akhirnya sudah mengganggu masyarakat. Masyarakat jadi geram karena sebentar-sebentar parkir, tapi karcisnya enggak dikasih.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.