Konflik Israel dan Palestina

Konflik Gaza Makin Memanas, Netanyahu Klaim Pasukan Israel Bunuh Pemimpin Hamas Mohammed Sinwar

“Kami mengubah wajah Timur Tengah. Kami mengusir Hamas dari wilayah kami. Kami memasuki Jalur Gaza dengan kekuatan penuh,” ujar Netanyahu.

Penulis: Gina Zahrina | Editor: Amirullah
X @netanyahu
NETANYAHU - Foto ini diambil dari publikasi X Netanyahu pada Jumat (21/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Netanyahu berpidato terkait perpanjangan gencatan senjata. Update terbaru menyatakan bahwa PM Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan militer Israel telah membunuh pemimpin senior Hamas, Mohammed Sinwar. 

SERAMBINEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa militer Israel telah berhasil membunuh salah satu pemimpin senior Hamas, Mohammed Sinwar.

Pernyataan tersebut disampaikan langsung dalam pidatonya di depan anggota parlemen Israel (Knesset) pada Rabu (28/5/2025).

Dalam pidatonya, Netanyahu menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan bagian dari upaya besar Israel untuk melemahkan kekuatan Hamas dan mengamankan wilayahnya dari ancaman kelompok tersebut. 

Ia menyebut operasi militer di Jalur Gaza sebagai langkah strategis yang telah mengubah dinamika keamanan di kawasan Timur Tengah.

“Kami mengubah wajah Timur Tengah. Kami mengusir Hamas dari wilayah kami. Kami memasuki Jalur Gaza dengan kekuatan penuh,” ujar Netanyahu dalam pidatonya, dikutip dari CNN melalui Kompas pada (29/5/2025).

“Kami melenyapkan puluhan ribu pasukan mereka, termasuk tokoh-tokoh penting seperti Mohammed Deif, Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, dan Mohammed Sinwar,” tambahnya.

Meski Netanyahu mengklaim kematian Mohammed Sinwar, hingga saat ini Hamas belum memberikan konfirmasi. 

Baca juga: Prabowo Berencana Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel, Begini Tanggapan MUI

Dalam pernyataan resmi sebelumnya, Hamas menegaskan bahwa hanya pihaknya yang memiliki wewenang untuk menyatakan apakah seorang pemimpin mereka telah tewas atau belum.

Mohammed Sinwar dikenal sebagai saudara kandung dari Yahya Sinwar, mantan pemimpin tertinggi Hamas di Gaza, yang dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel di wilayah Gaza selatan pada Oktober 2024. 

Kedua bersaudara ini disebut-sebut memiliki peran sentral dalam operasi militer Hamas, khususnya dalam perang yang masih berlangsung hingga kini.

Serangan Besar ke Khan Younis

Melansir dari Kompas, klaim Netanyahu muncul tak lama setelah laporan serangan besar-besaran militer Israel terhadap Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Gaza selatan, pada (13/5/2025). 

Serangan tersebut terjadi sehari setelah Hamas membebaskan seorang tentara Israel-Amerika, Edan Alexander, yang sebelumnya ditawan.

Menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), rumah sakit itu digunakan sebagai pusat komando dan infrastruktur bawah tanah oleh Hamas. 

Baca juga: Bangun RS Ibu dan Anak di Gaza Palestina, UIN Ar-Raniry Donasikan Rp 50 Juta

Sejumlah pejabat senior Israel yang dikutip oleh CNN menyatakan bahwa serangan itu memang secara spesifik menargetkan keberadaan Mohammed Sinwar yang diyakini bersembunyi di lokasi tersebut.

Namun, serangan tersebut menuai kecaman karena menyebabkan korban sipil. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan puluhan orang tewas dan terluka, termasuk pasien dan tenaga medis. 

Kelompok-kelompok kemanusiaan internasional pun menyerukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum perang.

Dampak Strategis dan Politik

Jika klaim kematian Mohammed Sinwar terbukti benar, maka ini akan menjadi pukulan besar bagi Hamas. 

Ia dikenal sebagai komandan berpengaruh yang terlibat langsung dalam perencanaan berbagai operasi militer Hamas terhadap Israel

Selain itu, kepergian tokoh sentral ini diyakini akan meninggalkan kekosongan kepemimpinan yang bisa memicu konflik internal dalam kelompok tersebut.

Baca juga: Pemimpin Oposisi Israel Kutuk Netanyahu karena Korbankan Tentara untuk Tetap Berkuasa

Meski begitu, sejumlah analis menilai bahwa kematian tokoh senior seperti Sinwar belum tentu mempercepat berakhirnya konflik. 

Justru sebaliknya, kekosongan kepemimpinan bisa memperumit negosiasi antara Israel dan Hamas. 

Jika tidak segera muncul tokoh baru yang memiliki otoritas dan pengaruh kuat, proses perdamaian bisa mandek.

Situasi ini juga berpotensi menghambat peran mediator internasional yang selama ini mencoba mempertemukan kedua pihak dalam dialog. 

Tanpa adanya lawan bicara yang sah dari Hamas, upaya diplomasi bisa semakin terhambat.

(Serambinews.com/Gina Zahrina)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved