Berita Internasional

Vietnam Ikuti Jejak China! Aturan 2 Anak Dihapus, Warga: Tapi Biaya Hidup Membesarkan Anak Mahal

Meski pembatasan jumlah anak telah dicabut, banyak warga menilai bahwa kebijakan ini tidak cukup untuk mendorong mereka memiliki lebih banyak anak.

Penulis: Gina Zahrina | Editor: Muhammad Hadi
Freepik
DUA ANAK — Ilustrasi dua anak memegang bendera Vietnam, diunduh melalui Freepik pada Rabu (4/6/2025). Kini, pemerintah Vietnam menyusul langkah China dengan mencabut batas dua anak per keluarga. Namun, tingginya biaya hidup membuat banyak warga tetap enggan menambah anak. 

SERAMBINEWS.COM - Pemerintah Vietnam secara resmi mencabut kebijakan lama yang membatasi jumlah anak maksimal dua per keluarga.

Kebijakan yang telah berlaku sejak tahun 1988 di Vietnam ini dianggap tidak lagi relevan, seiring dengan terus turunnya angka kelahiran dalam beberapa tahun terakhir.

Kini, keputusan mengenai jumlah anak di Vietnam sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pasangan. Langkah ini diambil setelah data menunjukkan tren penurunan jumlah kelahiran yang mengkhawatirkan.

Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Vietnam, tingkat fertilitas nasional pada tahun 2024 hanya mencapai 1,91 anak per perempuan. Angka ini berada di bawah ambang batas pengganti populasi yang ideal, yaitu 2,1 anak per perempuan.

Kota Besar Alami Penurunan Tajam

Melansir dari Kompas, penurunan angka kelahiran paling terlihat di wilayah perkotaan dan kawasan yang lebih maju secara ekonomi, seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City.

Di kota-kota besar tersebut, masyarakat menghadapi tantangan biaya hidup yang tinggi, harga perumahan yang mahal, serta tekanan kerja yang padat.

Baca juga: Miliki Potensi Udang dan Kepiting,  Investor Malaysia dan Vietnam Tinjau Tambak di Aceh Barat

Hal ini membuat banyak pasangan muda enggan memiliki lebih dari satu anak dan bahkan tak sedikit yang memilih untuk tidak punya anak sama sekali.

“Walaupun saya orang Asia, dan norma sosial menuntut perempuan untuk menikah dan punya anak, tapi biaya membesarkan anak terlalu mahal,” ujar Tran Minh Huong, seorang pegawai kantoran berusia 22 tahun kepada AFP yang dikutip dari Kompas.

Ia menambahkan bahwa norma sosial di Asia memang mendorong perempuan untuk menikah dan memiliki anak, tapi kondisi ekonomi membuat banyak orang muda berpikir ulang.

Meski pembatasan jumlah anak telah dicabut, banyak warga menilai bahwa kebijakan ini tidak cukup untuk mendorong mereka memiliki lebih banyak anak.

Hoang Thi Oanh, ibu tiga anak berusia 45 tahun, menyambut baik kebijakan baru ini, namun tetap realistis.

“Bagus akhirnya larangan itu dicabut. Tapi membesarkan lebih dari dua anak saat ini sangat sulit dan mahal. Hanya pasangan yang berani atau yang mampu secara finansial yang bisa melakukannya.,” ujar Oanh.

Baca juga: Menjelajahi Korsel dan Vietnam, Tugas Kuliah Sekaligus Bertemu Rekan Bisnis

Sebelumnya, Pemerintah Vietnam telah berupaya untuk melakukan berbagai penyesuian dengan kebijakan dan kampanye publik, namun hasilnya masih belum signifikan.

Pemerintah Vietnam menyadari bahwa mencabut aturan saja tidak cukup. Wakil Menteri Kesehatan, Nguyen Thi Lien Huong, dalam konferensi awal tahun ini, menyebutkan bahwa perubahan pola pikir masyarakat menjadi tantangan utama.

Menurutnya, Vietnam perlu beralih dari pendekatan pengendalian populasi ke strategi yang lebih holistik dan mendukung pembangunan jangka panjang.

Penurunan angka kelahiran bisa berdampak luas, terutama dalam jangka panjang. Salah satu kekhawatiran utama adalah menurunnya jumlah tenaga kerja produktif, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan akan terus meningkat, menciptakan beban baru pada sistem kesehatan dan jaminan sosial.

Ketimpangan Gender Masih Jadi Masalah

Selain rendahnya angka kelahiran, Vietnam juga masih menghadapi tantangan ketimpangan jenis kelamin.

Tradisi lama yang lebih mengutamakan anak laki-laki membuat praktik seleksi jenis kelamin masih terjadi, meski secara hukum sudah dilarang.

Baca juga: Media Vietnam Bongkar Keburukan Shin Tae-yong: Dia Terlalu Banyak Bicara, ‘Mulut Mu Harimau Mu’

Pemerintah berencana untuk memperketat aturan dengan menaikkan sanksi hukum. Salah satu rencana adalah menaikkan denda pelanggaran hingga 3.800 dolar AS (sekitar Rp 61 juta) bagi siapa pun yang terlibat dalam praktik pemilihan jenis kelamin bayi.

Saat ini, rasio kelahiran di Vietnam menunjukkan ketimpangan mencolok, yakni 112 bayi laki-laki untuk setiap 100 bayi perempuan, angka yang jauh dari keseimbangan alami.

Meniru Langkah China, Tapi Hasil Masih Belum Jelas

Vietnam bukan satu-satunya negara yang menghadapi krisis demografi. China, negara tetangga sekaligus ekonomi terbesar di Asia, sebelumnya telah menghapus kebijakan satu anak dan kini mengizinkan hingga tiga anak per keluarga.

Namun, meskipun aturan sudah dilonggarkan, angka kelahiran di China tetap menurun dan jumlah penduduknya bahkan mulai menyusut sejak tiga tahun terakhir.

Situasi ini menunjukkan bahwa mengubah kebijakan saja tidak cukup. Diperlukan langkah-langkah yang lebih menyeluruh dan mendukung, mulai dari reformasi sistem pendidikan, jaminan sosial, hingga kebijakan kerja yang ramah keluarga.

Pencabutan aturan pembatasan jumlah anak di Vietnam merupakan langkah besar, namun tantangan sebenarnya adalah meyakinkan masyarakat bahwa memiliki lebih banyak anak adalah sesuatu yang mungkin dan layak secara ekonomi dan sosial.

Tanpa dukungan nyata dari pemerintah, kebijakan ini bisa jadi hanya sebatas perubahan di atas kertas.

(Serambinews.com/Gina Zahrina)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved