Kupi Beungoh
Pulau Ligitan, Sipadan, dan Empat Pulau Singkil: Keadilan yang Terbalik – Bagian 2
Dalam kasus empat pulau yang sebelumnya dikelola oleh Kabupaten Aceh Singkil, negara justru bertindak dengan prinsip yang terbalik dari logika ICJ.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
KITA pernah kehilangan dua pulau: Ligitan dan Sipadan.
Bukan karena perang, bukan karena penjajahan ulang.
Tapi karena kelengahan, karena absen, karena tidak mampu menunjukkan bahwa negara ini hadir dan mengelola wilayahnya secara nyata.
Itulah pelajaran pahit dari Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002, ketika pengadilan dunia memutuskan bahwa Malaysia berhak atas dua pulau itu, bukan Indonesia.
Bukan karena Malaysia punya sejarah yang lebih tua. Bukan karena mereka lebih dekat secara geografis.
Tapi karena mereka hadir, bekerja, dan mengelola kedua pulau itu dengan bukti administrasi yang nyata dan berkelanjutan.
Dua dekade kemudian, kini kita menyaksikan ironi: empat pulau di Aceh Singkil justru dialihkan ke provinsi lain--Sumatera Utara--bukan karena mereka tidak dikelola, bukan karena tidak dihuni, bukan karena tidak memiliki sejarah, tapi karena tafsir teknokratis atas batas wilayah administratif.
Jika ICJ menggunakan prinsip kehadiran dan pengelolaan efektif sebagai dasar keadilan, pemerintah pusat kita justru melakukan sebaliknya.
Ini bukan hanya ironi; ini adalah ketidakadilan yang dibuat sendiri oleh negara terhadap wilayahnya sendiri.
Mari kita kembali ke dasar.
Apa yang membuat Malaysia menang dalam kasus Ligitan dan Sipadan?
Pertama, ICJ memutuskan bahwa efektivitas administrasi adalah kunci kedaulatan.
Artinya, negara yang secara konsisten mengelola, hadir secara fisik, melakukan pelayanan publik, mengatur hukum, dan menjaga lingkungan atas wilayah tertentu, dianggap lebih berhak atas wilayah itu dibanding negara lain yang sekadar mengklaim lewat sejarah atau kedekatan geografis.
Malaysia membuktikan bahwa mereka hadir: mereka membangun fasilitas, memungut pajak, menetapkan regulasi lingkungan, bahkan mencatat aktivitas wisata laut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.