Berita Aceh Besar

Nestapa Petani Tiram di Aceh Besar, Nyelam Berjam-jam Demi Hasil yang tak Seberapa

"Di Gampong Crueng, para perempuan petani tiram bekerja dengan peralatan sederhana dan modal yang sangat terbatas. Mereka menyelam di perairan dangkal

Penulis: Jafaruddin | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Tiram 

"Di Gampong Crueng, para perempuan petani tiram bekerja dengan peralatan sederhana dan modal yang sangat terbatas. Mereka menyelam di perairan dangkal selama berjam-jam, namun hasil yang didapat seringkali tidak sebanding dengan jerih payah mereka," ujar Nova.

Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE - Petani tiram di pesisir Aceh Besar, khususnya di Gampong Crueng dan Alue Naga, tengah menghadapi masa sulit akibat keterbatasan metode budidaya tradisional, rendahnya akses terhadap teknologi modern, serta minimnya dukungan pasar.

Meskipun kawasan ini dikenal memiliki potensi hasil laut yang tinggi, kesejahteraan petani tiram—mayoritas perempuan—masih jauh dari kata layak.

Menurut Nova Lianda, mahasiswa pascasarjana Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu (MPSPT), Universitas Syiah Kuala (USK) dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Senin (9/6/2025) menyebutkan, sebagian besar petani tiram di daerah tersebut masih bergantung pada cara-cara lama seperti menyelam dan menongkah.

Ini tidak hanya melelahkan, tetapi juga menghasilkan panen yang terbatas.

Metode ini secara langsung memengaruhi pendapatan petani yang kerap kali tidak menentu dan jauh dari mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Di Gampong Crueng, para perempuan petani tiram bekerja dengan peralatan sederhana dan modal yang sangat terbatas. Mereka menyelam di perairan dangkal selama berjam-jam, namun hasil yang didapat seringkali tidak sebanding dengan jerih payah mereka," ujar Nova.

Nova Lianda, mahasiswa pascasarjana Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Universitas Syiah Kuala
Nova Lianda, mahasiswa pascasarjana Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Universitas Syiah Kuala (For serambinews.com)

Baca juga: Wakajati Aceh Tinjau Budidaya Jamur Tiram di Geulanggang Kulam Bireuen

Menanggapi kondisi ini, Pemerintah Kota Banda Aceh mulai melakukan intervensi melalui modernisasi teknik budidaya tiram.

Salah satu langkah signifikan yang diperkenalkan adalah penggunaan sistem keramba apung, di mana tiram dibudidayakan dalam keranjang terapung selama sekitar enam bulan hingga mencapai ukuran konsumsi.

Metode ini tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga memberikan kenyamanan bagi petani yang tidak lagi harus bekerja di dalam air dalam waktu lama.

Tak hanya berhenti pada aspek budidaya, pemerintah juga menggagas pembangunan infrastruktur pendukung seperti akses jalan ke lokasi budidaya dan pasar, serta memberikan pelatihan keterampilan kepada petani.

Inisiatif ini turut melibatkan akademisi dan mahasiswa dari USK, yang aktif memberikan pelatihan pengolahan tiram menjadi produk bernilai tambah seperti kerupuk, nugget, dan pepes tiram.

Pelatihan ini diharapkan dapat membuka peluang pasar baru serta meningkatkan pendapatan petani.

Namun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan dalam mengembangkan sektor budidaya tiram secara berkelanjutan.

Kurangnya sosialisasi, pembinaan berkelanjutan, keterbatasan sumber daya manusia, dan minimnya anggaran menjadi hambatan yang belum sepenuhnya teratasi.

Padahal, tiram Aceh memiliki daya saing tinggi di pasar domestik maupun internasional.

Menariknya, beberapa pengusaha asal Malaysia telah menunjukkan ketertarikan untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan dan ekspor tiram dari Aceh.

Ini menjadi sinyal positif bahwa dengan pengelolaan yang tepat, sektor ini bisa menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat pesisir.

"Peluangnya besar, tapi harus dikelola dengan serius dan berkelanjutan. Diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan investor agar potensi besar ini tidak sia-sia," tambah Nova.

Upaya mewujudkan budidaya tiram berkelanjutan di Aceh Besar bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut keberlanjutan hidup ribuan keluarga petani. 

Modernisasi, pendidikan, dan kemitraan strategis menjadi kunci dalam mengangkat sektor ini sebagai salah satu penggerak ekonomi baru di wilayah pesisir Aceh.(*)

Baca juga: Fenomena Pasangan Uzur di Aceh: Mengurusi Anak Disabilitas sambil Mencari Tiram di Krueng Cut

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved