Opini
Transformasi Pelayanan Kesehatan di Aceh Melalui Kolaborasi Interprofesional
Kolaborasi interprofesional didefinisikan sebagai suatu proses di mana tenaga kesehatan dari berbagai profesi bekerja sama secara efektif, berbagi kea
Oleh: Ns Kasihani S Kep, Mahasiswa Magister Keperawatan USK
PERKEMBANGAN pelayanan kesehatan modern menuntut adanya perubahan mendasar dalam cara profesi kesehatan berinteraksi dan bekerja sama.
Di tengah kompleksitas kebutuhan pasien dan dinamika sistem kesehatan yang terus berkembang, kolaborasi interprofesional menjadi strategi penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Aceh, sebagai provinsi yang terus berbenah dalam sektor kesehatan, perlu menempatkan kolaborasi antardisiplin sebagai fondasi utama dalam upaya transformasi pelayanan kesehatan, khususnya di fasilitas-fasilitas pelayanan seperti rumah sakit.
Kolaborasi interprofesional didefinisikan sebagai suatu proses di mana tenaga kesehatan dari berbagai profesi bekerja sama secara efektif, berbagi keahlian, dan bertanggung jawab bersama untuk memberikan pelayanan yang berpusat pada pasien.
Konsep ini tidak sekadar tentang bekerja berdampingan, melainkan mengintegrasikan kompetensi dan keahlian masing-masing profesi demi mencapai hasil yang optimal bagi pasien.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa pelayanan berbasis kolaborasi interprofesional mampu meningkatkan keselamatan pasien, mempercepat penyembuhan, menurunkan biaya pelayanan kesehatan, serta meningkatkan kepuasan baik dari pihak pasien maupun tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, dalam konteks Aceh, membangun kolaborasi antardisiplin bukan hanya suatu pilihan, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk mempercepat perbaikan kualitas pelayanan kesehatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor kesehatan di Aceh telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pembangunan rumah sakit rujukan, perluasan fasilitas pelayanan dasar hingga ke daerah-daerah terpencil, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang kesehatan menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah daerah dalam memperbaiki sektor ini.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tantangan masih tetap ada. Ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, rendahnya koordinasi antardisiplin, serta kurang optimalnya pemanfaatan potensi tenaga kesehatan masih menjadi masalah yang harus diatasi.
Di sebagian besar rumah sakit, praktik kerja sama antardisiplin kerap kali menemui hambatan kultural dan struktural. Hubungan hirarkis antarprofesi, minimnya pelatihan kolaboratif, serta ketidakjelasan peran dan tanggung jawab masing-masing profesi sering menjadi sumber kendala dalam memberikan pelayanan terintegrasi kepada pasien.
Transformasi pelayanan kesehatan di Aceh melalui kolaborasi interprofesional harus dimulai dengan memperkuat pendidikan dan pelatihan interprofesional, baik di tingkat pra-layanan maupun layanan.
Institusi pendidikan kesehatan di Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk mengintegrasikan pendidikan berbasis kolaborasi dalam kurikulum mereka.
Melalui kegiatan seperti simulasi klinis, diskusi kasus bersama, serta praktik lapangan berbasis tim lintas profesi di rumah sakit pendidikan, mahasiswa dapat dibekali dengan keterampilan kolaboratif sejak dini.
Dengan demikian, ketika mereka terjun ke dunia kerja, mereka sudah memiliki kesiapan untuk berkolaborasi secara efektif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.