Tambang Ilegal
Merusak Alam Dosa Sosial, Dr Bukhari: Tambang Ilegal Bukan Sekadar Masalah Administratif
Menurut Dr Bukhari, kerusakan lingkungan akibat pertambangan yang tidak terkendali bukan hanya persoalan teknis atau administrasi...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Pencabutan izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan tajam bukan hanya dari sisi lingkungan, tapi juga dari perspektif etika dan spiritual.
Konsultan Hukum LBH Qadhi Malikul Adil, Dr Bukhari MH CM, menegaskan bahwa perusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang yang tidak bertanggung jawab merupakan bentuk fasad fil ardh (kerusakan di muka bumi), yang dalam Islam tergolong dosa sosial besar.
“Keputusan ini disambut dengan keprihatinan sekaligus kritik dari berbagai kalangan,” ujar Konsultan Hukum LBH Qadhi Malikul Adil dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Selasa (9/6/2025).
Menurut Dr Bukhari, kerusakan lingkungan akibat pertambangan yang tidak terkendali bukan hanya persoalan teknis atau administrasi, tapi merupakan bentuk nyata dari fasad fil ardh yang dilarang keras dalam ajaran Islam.
Alam ini adalah amanah dari Allah SWT. Merusaknya, apalagi dengan kesengajaan atau kelalaian, adalah dosa sosial besar dalam Islam. Tidak hanya berdampak pada generasi sekarang, tapi juga merusak hak hidup generasi yang akan datang,” tegas Dr. Bukhari.
Ia menegaskan bahwa syariat Islam sangat menekankan prinsip keseimbangan dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 56, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat ini, menurutnya, sangat jelas menunjukkan larangan mutlak terhadap segala bentuk eksploitasi yang merusak tatanan lingkungan hidup.
Dr. Bukhari menilai pencabutan izin tambang di Raja Ampat seharusnya menjadi momentum refleksi nasional.
Ia menyebut bahwa apa yang terjadi di Raja Ampat hanyalah satu dari sekian banyak contoh kesalahan tata kelola sumber daya alam di negeri ini.
Saya kira di banyak tempat di Indonesia, baik izin tambang, pembukaan lahan, maupun proyek-proyek besar lainnya, harus diinventarisir ulang. Yang memberikan izin bukan hanya harus pandai, tapi juga jujur, amanah, dan takut kepada Allah.
Karena setiap izin yang berdampak buruk pada lingkungan, itu bukan sekadar kesalahan administratif, tapi juga beban moral dan spiritual,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam pandangan Islam, pemimpin yang memberikan izin eksploitasi tanpa pertimbangan kemaslahatan umat dan kelestarian lingkungan bisa termasuk dalam golongan orang yang mengkhianati amanah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.