Berita Banda Aceh

Terkait 4 Pulau di Aceh Singkil Diambil Sumut, Aceh Tak Perlu Gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Pernyataan Mendagri Tito Karnavian, yang mengusulkan Pemerintah Aceh agar mengajukan gugatan secara hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Editor: mufti
SERAMBI FOR SERAMBINEWS
COVER HEADLINE MEDIA CETAK SERAMBI INDONESIA KAMIS 20250612 

Menyarankan Pemerintah Aceh untuk membawa sengketa pengalihan empat pulau ke PTUN adalah pendekatan yang naif secara politik dan reduktif secara sosiologis. Humam Hamid, Sosiolog dari USK

Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh. Bukti-bukti ada semua. Memang pulau itu masuk wilayah Aceh. Nazaruddin Dek Gam, Ketua MKD DPR RI 

Mari kita bangun kekompakan untuk menekan Mendagri agar mencabut keputusan terkait empat pulau milik Aceh yang ditetapkan jadi milik Sumut. Faisal Ali, Ketua MPU Aceh

Kalau data dokumen empat pulau itu memang sah milik orang Aceh, itu tidak perlu PTUN, segera pemerintah batalkan SK yang menyerahkan tanah itu ke Sumut. Mujiburrahman, Rektor UIN Ar-Raniry 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, yang mengusulkan Pemerintah Aceh agar mengajukan gugatan secara hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait sengketa empat pulau di Aceh Singkil menuai sorotan berbagai pihak di Tanah Rencong.

Salah satunya berasal dari guru besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Humam Hamid. Ia menilai langkah menggugat keputusan Mendagri ke PTUN terkait pengalihan empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara bukanlah pendekatan yang tepat. Langkah tersebut tidak perlu dilakukan karena justru bersifat naif secara politik dan reduktif secara sosiologis.

“Menyarankan Pemerintah Aceh untuk membawa sengketa pengalihan empat pulau ke PTUN adalah pendekatan yang naif secara politik dan reduktif secara sosiologis,” kata Prof. Humam, kepada Serambi, Rabu (11/6/2025). 

Ia menjelaskan, sikap tersebut naif karena menganggap Aceh dapat diperlakukan seperti provinsi biasa, padahal Tanah Rencong memiliki latar belakang sejarah konflik panjang serta perjanjian damai yang seharusnya dihormati dan dijaga oleh pemerintah pusat.

Kemudian, kata Prof Humam, hal ini juga reduktif secara sosiologis karena mereduksi konflik identitas, kewilayahan, dan harga diri masyarakat lokal menjadi sekadar persoalan administratif dan hukum formal. “Padahal, bagi masyarakat Aceh, pulau-pulau itu bukan hanya titik di peta, melainkan simbol dari sejarah, hak, dan martabat,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Prof Humam juga menilai bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat ini menjadikan masalah seolah-olah netral dan teknokratis, padahal sarat muatan politik dan simbolik. “Menganggap jalur hukum cukup menyelesaikan konflik, padahal yang dibutuhkan adalah rekognisi politik dan dialog strategis,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai pemerintah pusat tidak membaca potensi efek domino dan konsekuensi politik dari tindakan administratif di daerah pascakonflik, terutama ketika menyangkut isu wilayah yang sensitif dan menyentuh harga diri kolektif.

Belum lagi keputusan itu juga melemahkan kredibilitas pemerintah pusat dalam menjaga komitmen terhadap otonomi khusus dan perjanjian damai, yang seharusnya dijaga dengan kehati-hatian ekstra.

“Lebih parahnya ini berisiko memperkuat narasi ketidakpercayaan masyarakat Aceh terhadap pusat, yang bisa dimobilisasi oleh aktor-aktor lokal menjadi bentuk resistensi politik atau simbolik,” jelasnya. 

Komentar paling menohok juga disampaikan oleh Anggota DPR RI asal Aceh, Nazaruddin Dek Gam. Politikus Partai Amanat Nasional itu dengan lantang meminta Tito Karnavian segera mengembalikan empat pulau di Singkil dalam wilayah administratif Aceh. 

"Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh. Saya pastikan dari dulu masyarakat di sana itu sudah ber-KTP Aceh," tegas Dek Gam, Rabu (11/6/2025).

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI tersebut juga menilai keputusan Mendagri yang terkait empat pulau di Singkil ini berpotensi membuat keributan antara Provinsi Aceh dan Sumut. 

Tak hanya itu, Dek Gam bahkan menyarankan Tito Karnavian lebih baik mengurusi persoalan lain dari pada membuat ribut masyarakat. "Bukti-bukti ada semua, jadi memang pulau itu masuk wilayah Aceh, ada dasarnya, bukan asal klaim saja, jadi tidak ada dasar pulau itu masuk ke Sumatera Utara," ungkapnya.(ra)

 

 

Semua Pihak di Aceh Harus Satu Suara 

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman, ikut angkat bicara ihwal usulan yang disampaikan oleh Mendagri, Tito Karnavian terkait keputusan empat pulau milik Aceh yang ditetapkan menjadi bagian wilayah administratif Sumatera Utara. 

Guru besar ilmu pemikiran pendidikan Islam itu mengajak semua elemen di Aceh mulai dari pemerintah, politikus, ulama, hingga masyarakat untuk satu suara dan bersama-sama berjuang agar keempat pulau tersebut kembali menjadi milik Aceh. 

“Karena ini persoalan marwah dan harkat martabat orang Aceh. Jangan gara-gara empat pulau ini terusik kembali persoalan perdamaian, persoalan konflik dan sebagainya,” kata Prof Mujiburrahman, kepada Serambi, Rabu (11/6/2025). 

Prof Mujiburrahman juga menyarankan Pemerintah Aceh agar tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keputusan yang ditetapkan Kemendagri tersebut. 

Sebab, kata dia, Aceh memiliki sejarah dan dokumen yang kuat terkait status empat pulau di Singkil tersebut. Sehingga, jika tetap ngotot mengajukan gugatan ke PTUN maka Aceh terkesan ikut memperebutkan pulau sendiri. 

“Kalau data dokumen empat pulau itu memang sah milik orang Aceh, itu tidak perlu PTUN, segera pemerintah batalkan SK yang menyerahkan tanah itu ke Sumut. Untuk apa di PTUN kalau itu memang milik kita,” ujarnya. 

“Apalagi kemarin ada fakta baru peta yang diserahkan Raja Inal Siregar ke Pak Ibrahim Hasan, itu kan bukti. Dan isu ini tidak pernah ada sebelum ini, artinya kan dari dulu itu memang wilayah Singkil,” lanjutnya. 

Oleh karena itu, Prof Mujiburrahman berharap Pemerintah Aceh berjuang langsung dengan menemui Presiden serta pihak terkait lainya agar ketetapan Mendagri dibatalkan dan empat pulau tersebut kembali masuk wilayah Aceh. 

Lebih jauh, Prof Mujiburrahman juga menantang Pemerintah Pusat agar bersikap profesional, bertanggung jawab, dan jentelmen terhadap fakta-fakta ihwal status empat pulau di Singkil yang terbukti milik Aceh. 

“Pemerintah pusat harus memperhatikan lah, jangan selalu ketika orang Aceh itu misalnya udah diam, sudah bisa diatur dan sebagainya. Kemudian ada saja kebijakan pusat itu yang selalu merugikan Aceh misalnya. Jadi kami misalnya ini keliru, udahlah kembalikan. PTUN itu nggak akan menyelesaikan masalah. Tapi dengan catatan seluruh masyarakat Aceh itu satu suara,” ungkapnya. 

“Jadi itu kita harapkan pemerintah pusat itu untuk memperhatikan, menjaga marwah, harkat, martabat orang Aceh,” tegasnya. 

Di sisi lain, Rektor UIN juga menilai tawaran pengelolaan bersama empat pulau tersebut yang diusulkan oleh Gubernur Sumut, Bobby Nasution, merupakan logika berpikir yang tidak sehat. Sehingga tidak perlu ditanggapi dengan serius.

“Itu kan logika yang tidak sehat, logika berpikir yang rusak. Karena secara psikologi sosial Sumatera Utara itu tidak percaya diri meyakinkan bahwa itu wilayahnya. Begitu dia buka statemen untuk kelola bersama, di situ secara psikologis sosial dia tidak percaya diri mengakui pulau itu miliknya secara sah,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali alias Abu Sibreh. Ia mengajak semua pihak bangun kekompakan agar ketetapan yang diputuskan oleh Kemendagri segera dicabut. 

“Keputusan Mendagri sudah menimbulkan gesekan masyarakat antara dua provinsi yang berdekatan. Mari kita bangun kekompakan untuk menekan Mendagri agar mencabut keputusan terkait empat pulau milik Aceh yang ditetapkan jadi milik Sumut,” ujarnya. 

Abu Sibreh juga mengaku tidak sepakat dengan usulan Mendagri yang mengusulkan Pemerintah Aceh agar mengajukan gugatan secara hukum ke PTUN. “Kami tidak sepakat dengan usulan konyol Mendagri itu. Mendagri jangan seenaknya mempermainkan rasa masyarakat Aceh,” ucapnya.(ra)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved