Konflik Pelestina vs Israel

Israel Serang Posko Medis di Gaza, Bunuh 15 Orang Termasuk 10 Anak yang Mengantre Suplemen Nutrisi

Otoritas Gaza mengutuk insiden tersebut sebagai "pembantaian keji" yang menyasar fasilitas kesehatan.

Editor: Faisal Zamzami
RNTV/TangkapLayar
PEMBUNUHAN MASSAL - Suasana Kafe al-Baqa, sebuah lokasi berkumpul di pinggir pantai yang ramai di Gaza seusai dibom Israel pada Senin (30/6/2025). Petugas medis melaporkan bahwa antara 24 dan 36 warga Palestina tewas dalam serangan itu. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya serangan Israel menewaskan 80 warga Palestina, terhitung dalam 24 jam terakhir. 

SERAMBINEWS.COM, GAZA - Militer Israel dilaporkan menyerang sebuah posko medis di Deir Al-Balah, Kota Gaza dan membunuh 15 orang, termasuk setidaknya 10 anak-anak, Kamis (10/7/2025). 

Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan serangan ini terjadi saat anak-anak Gaza mengantre untuk mendapatkan suplemen nutrisi di posko medis.

Otoritas Gaza mengutuk insiden tersebut sebagai "pembantaian keji" yang menyasar fasilitas kesehatan. 

Kantor Media Pemerintah Gaza menyebut rezim Israel melakukan "pembunuhan anak-anak, perempuan, dan warga sipil" secara sengaja.

"Posko medis tersebut memberikan suplemen nutrisi dan obat-obatan untuk kelompok anak-anak dan perempuan yang sakit, korban kebijakan kelaparan penjajah terhadap warga sipil, termasuk 1,1 juta anak-anak di Jalur Gaza," demikian pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza dikutip Al Jazeera.

"Penargetan langsung fasilitas humaniter medis ini adalah pelanggaran berat seluruh hukum internasional dan humaniter dan menunjukkan kejahatan penjajah yang terus berlanjut terhadap warga sipil tak bersenjata."

Serangan tersebut terjadi saat lembaga pertahanan sipil Gaza kehilangan unit mobil pemadam kebakaran dan ambulans yang dihancurkan serangan Israel

Lembaga pertahanan sipil Gaza menyatakan tinggal memiliki satu unit mobil pemadam kebakaran untuk wilayah kegubernuran Gaza Utara dan Kota Gaza.

Sedangkan untuk wilayah Deir Al-Balah, Khan Yunis, dan Rafah, pertahanan sipil tinggal memiliki tiga pemadam kebakran dan empat ambulans yang layak beroperasi.

Pada Kamis (10/7), serangan Israel juga dilaporkan membunuh tiga warga Palestina yang mengantre bantuan di Rafah

Sedangkan di wilayah utara, serangan Israel ke sebuah sekolah yang dijadikan tempat pengungsian membunuh dua orang.

Serangkaian serangan Israel sejak Kamis (10/7) dini hari dilaporkan telah membunuh setidaknya 55 orang di seantero Gaza.

Baca juga: Netanyahu Sesumbar Menang Perang, Jurnalis Ungkap Fakta di Gaza: Tiap Minggu Kubur 10 Tentara

UNRWA Kecam Rencana Israel Kurung Seluruh Penduduk Gaza di Rafah, Disebut Nakba Kedua

 

Kepala Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) Philippe Lazzarini mengecam rencana Israel mengurung seluruh penduduk Gaza di "kamp konsentrasi" Rafah. Lazzarini menyatakan rencana Israel tersebut sama seperti "Nakba kedua" atau peristiwa pembersihan etnis Palestina pada 1948 silam.

Lazzarini menyebut rencana Israel akan merampas masa depan masyarakat Palestina di Tanah Air mereka. 

Menurutnya, rencana pembuatan kamp tersebut akan berdampak selama beberapa generasi.

"Ini secara de-facto akan membuat kamp konsentrasi besar di perbatasan Mesir untuk masyarakat Palestina yang telah terusir lagi dan lagi selama beberapa generasi," kata Lazzarini dikutip Al Jazeera, Kamis (10/7).

"Ini akan merampas masyarakat Palestina dari setiap prospek untuk masa depan lebih baik di Tanah Air mereka."

Lazzarini menegaskan komunitas internasional tidak boleh "bungkam dan terlibat" dalam rencana pemindahan paksa oleh Israel. Pemimpin UNRWA itu pun menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz menyebut pihaknya berencana membuat kamp pengasingan di Rafah yang disebut "kota humaniter." Militer Israel disebut akan memindahkan 600.000 penduduk Palestina ke kamp tersebut sebagai langkah awal.

Katz mengatakan, pemerintah Israel berniat memindahkan seluruh penduduk Palestina ke kamp di Rafah tersebut. 

Warga Palestina akan melalui "skrining keamanan" sebelum memasuki kamp dan tidak diperbolehkan keluar.

Rencana Israel tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak dan dinilai menyerupai pembangunan kamp konsentrasi pada era Nazi Jerman. 

Sejarawan Holocaust di Universitas Ibrani Yerusalem, Amos Goldberg menduga pembuatan kamp itu merupakan langkah awal pemerintah Israel untuk mengusir masyarakat Palestina dari Gaza.

"Ini bukan sebuah kota ataupun humaniter. Sebuah kota adalah tempat di mana Anda memiliki kemungkinan bekerja, mencari uang, menjalin koneksi, dan memiliki kebebasan bergerak. Ada rumah sakit, sekolah, universitas, dan kantor (di kota)," kata Goldberg dikutip The Guardian.

"Bukan itu yang ada di pikiran mereka (pemerintah Israel). Ini (kamp yang direncanakan Israel) bukanlah tempat yang layak ditinggali, sama seperti 'area aman' yang saat ini tidak layak ditinggali."

 

Baca juga: Kejagung Ungkap 7 Penyimpangan Riza Chalid cs Dalam Perkara Tata Kelola Minyak Mentah

Baca juga: Modus Guru Ngaji di Tebet Cabuli 10 Santri, Beri Korban Pelajaran Tambahan dan Uang

Baca juga: Nekat Tembak Polisi, Suami Istri Diupah Rp 5 Juta Edarkan 1 Kg Sabu, Butuh Uang Sekolahkan Anak

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved