Lhokseumawe
Kuliah Umum di Unimal Bahas Pentingnya Peran Mahasiswa sebagai Katalisator Perubahan Sosial
Melalui forum akademik seperti ini, kampus bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga laboratorium ide dan perjuangan menuju...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikussaleh menggelar kuliah umum bertajuk “Memutus Mata Rantai Stigma: Revitalisasi Peran Mahasiswa sebagai Katalisator Perubahan Sosial”, pada Kamis (10/7/2025).
Kuliah umum yang berlangsung di Kampus Bukit Indah Kecamatan Muara Satu Lhokseumawe ini menjadi momentum penting untuk mendorong Universitas Malikussaleh sebagai titik awal kebangkitan gerakan mahasiswa berbasis intelektual dan kesadaran sosial.
Melalui forum akademik seperti ini, kampus bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga laboratorium ide dan perjuangan menuju Indonesia yang lebih adil dan demokratis.
Kegiatan ini menghadirkan Zulfikar Muhammad, aktivis dari NGO-HAM nasional, sebagai pemateri utama.
Dalam paparannya, Zulfikar menyebut bahwa titik kritis mahasiswa saat ini merupakan hasil dari akumulasi kegagalan negara merespons tuntutan reformasi yang telah bergulir sejak 1998.
Ia menyebut, represi terhadap ruang demokrasi serta ancaman masa depan ekonomi yang tidak menentu semakin memperparah kondisi.
“Jika negara tidak segera mengambil langkah kebijakan transformatif, kita bisa kehilangan generasi terbaik. Mereka akan memilih dua jalur ekstrem: kabur ke luar negeri (#KaburAja) atau terjebak dalam radikalisasi gerakan,” ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa FISIP Unimal.
Zulfikar juga menekankan bahwa diperlukan sinergi tripartit antara pemerintah, kampus, dan masyarakat sipil untuk membangun ulang kepercayaan mahasiswa terhadap institusi dan masa depan mereka. Mahasiswa, menurutnya, tidak bisa lagi dibiarkan tenggelam dalam apatisme atau mentalitas "asal lulus".
Kuliah umum ini diprakarsai oleh dosen Prodi Administrasi Publik, Ahmad Yani, SSos MSi, yang menggandeng mahasiswa untuk menjadikan forum tersebut sebagai ruang refleksi bersama.
Ia mengatakan, kegiatan ini bertujuan memutus stigma yang selama ini melekat pada mahasiswa, seperti apolitis, kooptatif, konformis, hegemonik, menara gading, hingga “silent majority” dan mental “bungkam” (self-censorship).
“Kami ingin mahasiswa sadar bahwa status mereka bukan sekadar gelar, tapi amanah. Stigma negatif harus dipatahkan dengan aksi nyata: berani bersuara, kritis, dan proaktif menjawab tantangan masyarakat,” tegas Ahmad Yani.
Menurutnya, organisasi kemahasiswaan harus dipandang sebagai kapal bersama dalam menghadapi gelombang globalisasi dan tantangan zaman.
Mahasiswa perlu keluar dari jebakan gaya hidup konsumtif dan mental pragmatis yang hanya mengejar ijazah, tanpa kepedulian sosial.
Kuliah umum ini juga menyoroti pentingnya membangun kesadaran sosial dan strategi perubahan sejak dini, bahkan sejak semester dua.
Ahmad Yani menyebut, perencanaan masa depan tidak bisa ditunda hingga menjelang kelulusan.
“Mahasiswa harus menyiapkan kapasitas kepemimpinan, keberanian moral, dan kemampuan berpikir kritis sedari awal. Karena tantangan pascastudi akan jauh lebih kompleks,” tambahnya.
Sebagai penutup, kuliah ini juga menyerukan perlunya rekayasa sosial yang kritis, di mana mahasiswa tidak hanya menjadi objek kebijakan, tetapi pelaku perubahan sosial itu sendiri.
Dekan FISIP Universitas Malikussaleh, Teuku Zulkarnaen, PhD, yang berhalangan hadir karena kondisi kesehatan dan dirawat inap di rumah sakit, turut menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan tersebut.
Ia berharap kegiatan semacam ini bisa menjadi agenda rutin kampus.
“Kami sangat mendukung mahasiswa dan dosen yang mendorong kebangkitan nalar kritis dan partisipasi aktif. Mahasiswa adalah masa depan bangsa, dan harus dibekali bukan hanya dengan ilmu, tapi juga kesadaran sosial yang kuat,” tulisnya dalam pesan tertulis kepada panitia.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.