Berita Banda Aceh

Polda Aceh Sidik Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Simeulue Senilai Rp 6,6 Miliar

“Dana proyek bersumber dari DOKA APBK Simeulue 2023 dan dikelola oleh Dinas PUPR Kabupaten Simeulue,” kata Zulhir Destrian

|
Editor: mufti
DOK HUMAS POLDA ACEH
KORUPSI JALAN – Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, menyebut dugaan korupsi proyek jalan di Simeulu terjadi pada proyek tahun anggaran 2023–2024, dengan nilai kontrak sebesar Rp6,614 miliar, Rabu (16/7/2025). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Aceh meningkatkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek peningkatan Jalan Simpang Air Dingin—Labuhan Bajau, Kabupaten Simeulue, dari tahap penyelidikan ke penyidikan. 

Keputusan tersebut diambil dalam gelar perkara yang dilaksanakan di Aula Ditreskrimsus Polda Aceh, pada Selasa kemarin (15/7/2025). Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, menjelaskan bahwa dugaan korupsi jalan tersebut terjadi pada proyek tahun anggaran 2023–2024, dengan nilai kontrak sebesar Rp 6,614 miliar.  

“Dana proyek bersumber dari DOKA APBK Simeulue 2023 dan dikelola oleh Dinas PUPR Kabupaten Simeulue,” kata Zulhir Destrian, dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).

Baca juga: Nadiem Makarim Terseret Korupsi Laptop Chromebook, Kejagung Ungkap Perannya, Negara Rugi Rp 1,98 T

Zulhir mengungkap, proyek tersebut sebelumnya direncanakan dengan engineering estimate (EE) atau perkiraan biaya senilai Rp 7,657 miliar. Namun, pelaksanaan baru dimulai tahun 2023 setelah anggaran tersedia dalam DPA Dinas PUPR setempat.

“Pekerjaan itu seharusnya dilaksanakan oleh CV. RPJ, tetapi kenyataannya dikerjakan oleh pihak lain yang tidak tercantum dalam akta pendirian perusahaan. Bahkan tenaga manajerial yang digunakan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak atau SPK,” ujar Zulhir.

Baca juga: Sosok Ibrahim Arief, Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Ikut Merencanakan dengan Nadiem Makarim

Hal itu, kata Zulhir, diketahui oleh pihak KPA/PPK, PPTK, hingga konsultan pengawas, namun tidak ada upaya pemutusan kontrak. Selain pelanggaran administrasi, pekerjaan juga tidak sesuai spesifikasi teknis dan mengalami kekurangan volume, sebagaimana hasil pemeriksaan ahli dari Politeknik Negeri Lhokseumawe. 

“Dalam kontrak dipersyaratkan adanya pekerjaan agregat kelas A, tapi faktanya tidak dipasang. Begitu juga terdapat kekurangan pada beton struktur F’c 20 MPa sebesar 7,97 m⊃3; dan kekurangan volume batu sebesar 23,57 m⊃3;. Selain itu, uang muka juga dibagi kepada pihak-pihak yang tidak berhak,” jelasnya. Selain itu, penyidik juga mencatat bahwa serah terima pekerjaan 100 persen dilakukan tanpa pengecekan menyeluruh terhadap kondisi fisik di lapangan. 

“Pengawasan konsultan dinilai tidak berjalan sesuai ketentuan kontrak, sehingga mutu pekerjaan tidak sesuai dengan standar,” tuturnya.

Baca juga: Sosok Jurist Tan, Stafsus Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Terungkap Perannya

Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 31 orang saksi. Penyidik akan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sarat masalah

Pada Maret 2023, proyek tersebut dilelang secara terbuka. Dalam proses lelang, CV. BM ditetapkan sebagai pemenang lelang, sementara CV. AJS dan CV. RPJ masing-masing sebagai cadangan I dan II. 

Namun, proses tersebut mendapat sanggahan karena dukungan alat utama dari CV. BM dan CV. AJS sedang dalam sengketa. Meski demikian, Pokmil IV UKPBJ Simeulue tetap mengesahkan CV. BM sebagai pemenang.

“Karena kendala legalitas alat utama, KPA tidak langsung menunjuk CV. BM, tetapi memberi waktu untuk melengkapi dukungan alat. Namun, CV. BM dan CV. AJS gagal memenuhi syarat tersebut,” katanya. Kemudian, salah seorang berisial RH menghubungi Kadis PUPR Simeulue agar menunjuk CV. RPJ sebagai pemenang berkontrak. 

KPA akhirnya menerbitkan SPPBJ kepada CV. RPJ, lalu dilakukan penandatanganan kontrak senilai Rp6,614 miliar. Namun, RH yang bukan pemilik CV. RPJ dan tidak tercantum dalam akta perusahaan, diketahui hanya meminjam perusahaan untuk mengikuti lelang. 

Ia kemudian menyerahkan pelaksanaan proyek kepada SA, pemilik AMP yang sebelumnya memberikan dukungan alat kepada CV. RPJ. Sementara itu, CV. RPJ hanya menerima ‘fee pinjam bendera’ sebesar 1 persen dari nilai kontrak atau Rp 55 juta.

Selanjutnya, pada Agustus 2023, sejumlah pihak menggelar pertemuan di Kantor Dinas PUPR Simeulue yang dihadiri oleh RH, SS, SA, AM, IS, serta PA dan KPA, untuk membahas pelaksanaan proyek, mekanisme penarikan uang muka, dan pembagian fee. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved