Aceh Singkil

Fenomena Buaya Rawa Singkil, Antara Konflik Manusia dan Potensi Wisata Kegemaran Bangsa Eropa 

Warga yang pergi mancing atau melintas, acap melihat buaya sedang berjemur. 

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI
BUAYA: Buaya muara Singkil, Aceh Singkil. 

Buaya berukuran mini hingga dewasa langsung terlihat, jaraknya kurang dari tiga meter dari perahu yang ditumpangi.

Konflik Buaya Versus Manusia 

Hamparan rawa, muara dan sungai di Singkil, dikenal sebagai sarang buaya. 

Hewan bergigi mirip gergaji itu begitu mudah terlihat, mulai dari ukuran mini hingga raksasa.

Berdasarkan kesaksian para pencari lokan (kerang sungai) mereka kerap menemukan buaya dengan ukuran hampir sama dengan perahu.

Warga lokal menjadikan alur sungai, muara serta rawa sebagai tempat mencari lokan, siput, udang, ikan sungai serta daun nipah. 

Di kawasan Singkil Lama, yang dikenal sarang buaya umpamanya. Kaum perempuan mengumpulkan berkarung-karung siput dengan tangan kosong sambil berendam di sungai.  

Aktivitas warga mencari nafkah di habitat buaya kerap menimbulkan konflik antara manusia dengan buaya. 

Warga bukan tidak tahu jika di lokasi mencari nafkah hidup terdapat buaya. 

Namun dorongan kebutuhan, memaksa mereka pertaruhkan nyawa di sarang buaya. 

Peristiwa konflik manusia dengan buaya terbaru terjadi di Singkil pada awal 2025 ini.

Pertama buaya menerkam Kaetek perempuan berusia 59 tahun asal Desa Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, diterkam buaya pada 27 Januari 2025. 

Korban selamat, setelah mendapat perawatan di Puskesmas Singkil, akibat menderita luka bekas gigitan buaya di bagian lengan. 

Korban kedua adalah Sawiyah (63) perempuan asal Desa Rantau Gedang, Kecamatan Singkil.

Sawiyah ditemukan meninggal setelah sempat hilang diterkam buaya. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved