Liputan Eksklusif Aceh
20 Tahun Damai Aceh, Rektor UTU Minta Pusat tidak Abaikan Kewenangan Daerah
“Secara pribadi, saya sangat bersyukur atas perdamaian yang sudah kita capai selama dua dekade ini,” kata Rektor.
Penulis: Sadul Bahri | Editor: Saifullah
Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat
SERAMBINEWSCOM, MEULABOH – Memasuki dua dekade atau 20 tahun pasca-penandatanganan MoU Helsinki yang mengakhiri konflik bersenjata di Aceh, Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Prof Dr Ishak Hasan, menyampaikan bahwa perdamaian yang telah diraih harus terus dirawat dan diperjuangkan.
Ia menilai, meski Aceh telah berada dalam kondisi damai selama 20 tahun, banyak poin penting dalam kesepakatan tersebut yang belum terealisasi sepenuhnya.
“Secara pribadi, saya sangat bersyukur atas perdamaian yang sudah kita capai selama dua dekade ini,” kata Rektor.
“Tapi secara harapan, kesempurnaan itu belum tercapai. Kita semua masih perlu memperbaiki diri dan terus bekerja keras agar Aceh bisa benar-benar bangkit dan maju,” ujar Prof. Ishak, Rabu (13/8/2025), di Meulaboh.
Ia menegaskan bahwa damai bukan hanya sebatas tidak ada konflik bersenjata.
Melainkan harus diikuti dengan pembangunan ekonomi, keadilan regulasi, dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Baca juga: Sambut Hari Damai, Polda Aceh Salurkan 1 Ton Beras untuk Eks Kombatan GAM
Prof Ishak menguraikan tiga tantangan utama dalam menjaga dan memperkuat perdamaian Aceh.
Pertama, regulasi yang belum sepenuhnya berjalan.
Ia menyebut masih ada butir-butir dalam MoU Helsinki yang belum diakomodasi secara penuh dalam Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Hal ini, menurutnya, menjadi hambatan dalam mewujudkan otonomi yang sesungguhnya.
Kedua, mentalitas dan pola pikir masyarakat.
Ia menilai bahwa masyarakat Aceh perlu menumbuhkan sikap saling percaya untuk bersama membangun masa depan.
“Kalau masih saling curiga, akan sulit untuk membangun,” tutur dia.
Baca juga: Peringati Hari Damai Aceh, KKR dan Pemkab Bener Meriah Gelar Tasyakuran
“Pikiran kita harus positif, bahwa damai adalah jalan menuju sejahtera,” tegasnya.
Ketiga, perbaikan ekonomi yang berkelanjutan.
Menurutnya, Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang besar, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
Ia mendorong masyarakat untuk menanamkan semangat kerja keras dan kemandirian agar tidak terus bergantung pada bantuan.
Rektor UTU juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga dan melanjutkan semangat perdamaian.
Ia berharap, anak-anak muda di Aceh tidak hanya memiliki pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan (soft skill dan hard skill) serta karakter yang mulia.
“Mereka harus tampil mengambil peran. Pemerintah harus membantu dengan menyediakan beasiswa, pelatihan, dan dukungan dana. Tapi pada akhirnya, usaha harus datang dari diri sendiri,” kata Prof. Ishak.
Baca juga: Dipusatkan di Taman Bustanussalatin, Acara Peringatan Hari Damai Aceh Dihadiri Tamu Internasional
Ia juga menekankan bahwa generasi muda Aceh harus berpikir global namun tetap berpijak pada nilai-nilai lokal, termasuk ajaran Islam yang menjadi bagian dari identitas Aceh.
MoU Belum Tuntas, Dana Otsus Harus Dipertahankan
Dalam pertemuan bersama mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini, Prof Ishak menyampaikan langsung bahwa sejumlah butir dalam MoU Helsinki belum sepenuhnya diimplementasikan. Salah satu sorotannya adalah terkait dana otonomi khusus (Otsus).
“Dana Otsus jangan dibatasi waktunya. Masih banyak kantong-kantong kemiskinan di Aceh. Tanpa dukungan anggaran, pembangunan sulit dilakukan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa terbatasnya lapangan kerja dan belum tumbuhnya sektor usaha membuat Aceh sangat membutuhkan dukungan fiskal berkelanjutan.
Terkait isu agama dan budaya, Prof Ishak menegaskan bahwa Islam di Aceh bersifat inklusif dan tidak seharusnya menjadi penghalang masuknya investasi yang baik.
Ia menyoroti pentingnya membangun persepsi positif terhadap penerapan syariat di Aceh.
“Jangan sampai hal seperti hukuman cambuk menakutkan investor. Harus ada komunikasi yang jelas kepada dunia luar,” jelasnya.
Ia juga mendukung masuknya investasi di sektor pertambangan selama tidak merusak lingkungan dan adanya sistem bagi hasil yang adil. Menurutnya, elite politik dan ulama di Aceh harus lebih fleksibel dalam menghadapi perkembangan global.
Prof Ishak Hasan juga memberikan pesan penting kepada pemerintah pusat agar tidak memaksakan kehendak kepada Aceh.
Melainkan menghormati regulasi yang sudah disepakati melalui MoU dan UUPA.
“Kalau sudah punya regulasi yang bagus, berdamailah dengan regulasi itu. Jangan pertahankan ego masing-masing,” pesannya.
Ia juga menyoroti pentingnya sosialisasi sejarah konflik Aceh kepada generasi muda.
Menurutnya, banyak anak muda Aceh saat ini yang belum lahir pada masa konflik tidak memahami akar konflik karena tidak mengalami langsung masa tersebut.
Dikatakan Prof Ishak, bahwa momentum dua dekade damai Aceh menjadi pengingat bahwa damai bukan sekadar senyapnya senjata, tetapi tentang keadilan, kesejahteraan, dan masa depan yang lebih baik.
Perdamaian Aceh adalah warisan berharga yang harus dijaga bersama, bukan hanya oleh elite, tapi oleh seluruh masyarakat.(*)
20 Tahun Damai Aceh
Peringatan 20 Tahun Damai Aceh
dua dekade damai Aceh
Rektor UTU Prof Ishak Hasan
UUPA
Liputan Eksklusif Aceh
Aceh Barat
Serambi Indonesia
Serambinews.com
Eksklusif
Jamaah Millah Abraham Ditangkap Warga karena Satu dari Tiga Pria Kabur Sebelum Pembaiatan |
![]() |
---|
Ini Cerita OJK soal Pertimbangan Luluskan Fadhil Ilyas Dkk Pengurus Bank Aceh hingga ‘PR’ ke Depan |
![]() |
---|
GeRAK Minta Dirut Baru Jadikan Bank Aceh 'Bapak Angkat' Bagi Masyarakat |
![]() |
---|
KADIN Minta Bank Aceh Jadi Motor Penggerak Wirausaha Rakyat |
![]() |
---|
Muhammadiyah Minta Bank Aceh Fokus Pembiayaan Produktif, Dikelola Profesional,Bukan Kepentingan Elit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.