Liputan Eksklusif Aceh
Kepala SMP Muhammadiyah Meulaboh: Tidak Ada Nama Wika Anjani di Data Sekolah
Namun ia menegaskan, jika ada siswa yang terindikasi putus sekolah, pihak sekolah biasanya melakukan pelacakan...
Penulis: Sadul Bahri | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat
SERAMBINEWS.COM, MEULABOH – Kepala SMP Muhammadiyah Meulaboh, Ratna Juita, mengaku tidak mengetahui adanya siswa bernama Wika Anjani yang disebut pernah menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Hal ini disampaikan menyusul pemberitaan mengenai seorang remaja asal Gampong Ujong Baroh yang mengaku putus sekolah saat kelas III di SMP Muhammadiyah Meulaboh.
“Setahu saya, tidak ada nama Wika Anjani di SMP ini,” ujar Ratna Juita kepada Serambinews.com, Jumat (22/8/2025).
Ratna menyampaikan, dirinya baru menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2024, sehingga tidak mengetahui secara pasti seluruh riwayat siswa sebelum masa jabatannya. Namun ia menegaskan, jika ada siswa yang terindikasi putus sekolah, pihak sekolah biasanya melakukan pelacakan terlebih dahulu dengan cara memanggil orang tua atau wali murid untuk berdialog dan mencari solusi terbaik.
“Kalau memang tidak mau sekolah di sini, kami biasanya arahkan untuk pindah ke sekolah lain, supaya anak tetap bisa sekolah,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa selama masa kepemimpinannya, tidak ditemukan adanya kasus anak putus sekolah di SMP Muhammadiyah Meulaboh. Menurutnya, pihak sekolah selalu aktif memantau kehadiran siswa dan akan segera mencari tahu apabila ada siswa yang tidak hadir tanpa keterangan.
“Kalau ada yang tidak masuk, pasti ditanya. Tidak ada anak yang putus sekolah sejauh yang saya tahu,” katanya.
Baca juga: Orangtua tak Berdaya, Remaja Aceh Barat Wika Anjani Menolak Kembali Sekolah
Sebelumnya, diberitakan bahwa seorang remaja bernama Wika Anjani (17) dari Gampong Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, mengaku pernah bersekolah di SMP Muhammadiyah Meulaboh namun keluar saat menjelang ujian akhir karena tidak memiliki uang jajan. Kisahnya menjadi sorotan publik dan memicu perhatian terkait anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah karena kendala ekonomi.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya sistem pendataan dan pelacakan siswa yang akurat, serta perlunya koordinasi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah daerah untuk menghindari hilangnya jejak anak-anak yang keluar dari sistem pendidikan formal.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.