Lhokseumawe

Kamaruddin Hasan jadi Doktor Pertama di Indonesia yang Teliti Komunikasi Damai dalam Politik Lokal

“Prinsip harmoni adat dan agama, sebagaimana falsafah Aceh hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut...

Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Dok UIN Sumatera Utara 
FOTO BERSAMA - Kamaruddin Hasan foto bersama dengan promotor dan tim penguji seusai berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian promosi doktor di UIN Sumatera Utara, Kampus Pancing, Kamis (28/8/2025). 

Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Kamaruddin Hasan berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Komunikasi Damai Partai Aceh: Integrasi Kearifan Lokal Berbasis Nilai Islam” pada ujian promosi doktor di UIN Sumatera Utara, Kampus Pancing, Kamis (28/8/2025) Medan.

Disertasi tersebut menjadikan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Malikussaleh, sebagai peneliti pertama di Indonesia yang mengangkat dan mengembangkan konsep komunikasi damai dalam ranah politik lokal, khususnya melalui partai politik lokal di Aceh.

Dalam penelitiannya, Kamaruddin yang juga Sekretaris Jurusan Ilmu Politik dan Komunikasi, menjelaskan bahwa komunikasi damai Partai Aceh berjalan melalui simbol-simbol adat, positive peace, serta media berbasis kearifan lokal.

Kearifan lokal diposisikan sebagai jembatan resolusi dan transformasi konflik dengan prinsip dialogis, inklusif, ukhuwah, serta amar ma’ruf nahi munkar.

“Prinsip harmoni adat dan agama, sebagaimana falsafah Aceh hukom ngon adat lagee zat ngon sifeut, menjadi fondasi penting komunikasi damai Partai Aceh,” ungkap Ketua ASPIKOM Aceh.

Ia menegaskan bahwa perdamaian Aceh bukan hanya hasil perjanjian politik, tetapi juga buah dari integrasi nilai Islam dengan kearifan lokal.

Model yang ditawarkannya adalah Model Komunikasi Integratif Kultural Religius, yang menggabungkan dimensi adat Aceh—seperti meusapat, peusijuek, peumulia jamee, dan musyawarah gampong—dengan nilai Islam seperti amar ma’ruf nahi munkar, ukhuwah, dan musyawarah.

Menurut Kamaruddin, model komunikasi damai ini relevan untuk pembangunan perdamaian inklusif dan berkelanjutan di Aceh.

Lebih jauh, ia menilai bahwa kearifan lokal Aceh berperan strategis sebagai mekanisme resolusi konflik sekaligus media edukasi politik, termasuk di era digital.

“Partai Aceh merupakan simbol keberhasilan perdamaian, tetapi keberlanjutannya bergantung pada kemampuan beradaptasi dengan demokratisasi dan tuntutan masyarakat,” jelas pria yang akrab disapa Prof Kuya. 

Disertasi ini juga membandingkan dinamika partai lokal di berbagai negara. Di Eropa, partai seperti ERC di Catalonia, PNV di Basque, dan SNP di Skotlandia menunjukkan peran penting dalam memperjuangkan otonomi bahkan kemerdekaan wilayah.

Di Asia, partai regional India seperti Trinamool Congress atau Shiv Sena memainkan pengaruh besar di tingkat negara bagian.

Sementara di Indonesia, hanya Aceh yang secara hukum diizinkan memiliki partai lokal berdasarkan MoU Helsinki.

Fenomena serupa juga terjadi di Afrika, Amerika Latin, hingga Filipina, di mana partai lokal sering menjadi representasi suara komunitas, agen perubahan, bahkan penyeimbang kekuatan nasional.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved