SADRINA, mahasiswi Pendidikan Teknikal dan Vokasional Universiti Pendidikan Sultan Idris, melaporkan dari Malaysia.
ADA hal menarik dari perjalanan saya ke Melaka, Malaysia, kali ini, yakni mengarungi Sungai Melaka dengan sebuah feri yang disebut river cruise.
Sungai ini merupakan sungai bersejarah bagi Kesultanan Melayu Melaka dari tahun 1402-1511 dan sesudahnya. Sungai Melaka telah menjadi urat nadi perdagangan yang diramaikan pedagang dari Cina, India, Timur Tengah, serta negara jiran lainnya. Para pedagang ini selain berniaga, juga menyebarkan agama Islam di tanah Melaka. Masyarakat Melaka percaya di sekitar muara sungai ini masih banyak dijumpai uang logam (koin) dan barang-barang peninggalan bersejarah. Merujuk pada sejarah, Sungai Melaka dipercaya sebagai saksi pertempuran antara Melaka dan Portugis, bahkan Aceh pernah menyerang dan mengusai Melaka, namun tak lama, karena kembali dikalahkan oleh Portugis.
Sungai ini mengingatkan saya pada Krueng Aceh yang merupakan sungai bersejarah bagi rakyat Aceh. Krueng yang membentang di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh itu merupakan jalur perdagangan utama dan ramai dikunjungi pedagang-pedagang asing pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Bahkan sejarah mencatat, air sungai itu dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit disebabkan pepohonan obat yang ada di sekitarnya.
Melaka sebagai negeri yang penuh dengan bukti sejarah, dibangun pihak kerajaan sebagai pusat pelancongan dengan mengandalkan situs-situs sejarah.
Nah, sebagian situs itulah yang saya nikmati saat naik river cruise menyusuri Sungai Melaka. Feri ini memuat sekitar 30 penumpang dan memerlukan waktu jelajah sekitar 45 menit. Sepanjang mata kita di kanan-kiri sungai terdapat perumahan, pusat perniagaan, hotel, serta laluan monorel.
Pemandangan yang sangat menarik justru di Kampung Morten yang dianggap sebagai museum hidup, karena masyarakatnya masih mengamalkan cara hidup dan mempertahankan bentuk asli serta keseragaman warna merah pada atap dan dinding papan rumah mereka yang berbentuk panggung itu.
Kemudian pemandangan tertuju pada rumah-rumah berlantai dua seperti rumah toko (ruko). Dinding rumah yang menghadap ke arah sungai dicat dengan lukisan tokoh-tokoh sejarah Melaka. Rumah itu banyak yang difungsikan sebagai rumah tamu, hotel, atau restoran. Tampak beberapa turis asing duduk menikmati jamuan bersama keluarga Morten di trotoar depan sungai. Seterusnya tampak monorel yang hampir selesai proses pembuatan relnya di sepanjang pinggir Sungai Melaka. Sungguh menarik apabila monorel mini ini bisa berjalan dan mengangkut pengunjung. Tentulah suasananya berbeda dengan perjalanan menggunakan feri.
Terobosan ini, saya yakin, sungguh efektif apabila diterapkan dalam konsep pembangunan Krueng Aceh untuk tujuan wisata.
Semoga perencanaan yang telah ada, wisata Krueng Aceh benar-benar diimplementasikan, bukan cuma di atas kertas rancangan. Satu hal yang perlu diingat bahwa pembangunan suatu wilayah akan berhasil apabila melibatkan unsur masyarakat serta tidak lupa mempertahankan budaya dan unsur sejarah Aceh. Yakinlah bahwa nilai-nilai historis Aceh dapat bernilai mahal dan menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
[email penulis: sadrina27@gmail.com]
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Menjelajah Sungai Melaka dengan Cruise
Editor: bakri
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger