Oleh Jasman J. Ma’ruf
BARSELA yang dimaksud dalam judul artikel ini, bukanlah nama grup hotel yang memiliki jaringan 140 hotel di 16 negara, kalau yang itu namanya Barcelo.com. Bukan pula nama penyanyi India atau Israel, mereka itu bernama Barsela Sawan Fuhar dan Hanan Barsela. Bukan juga nama klub bola. Tetapi, Barsela ini adalah singkatan dari Barat Selatan Aceh, dan jelas bukan pula ciplakan dari satu nama Provinsi di Spanyol, yang bernama Provinsi Barcelona. Ia bukan Provinsi kembar, bahkan sama sekali tidak berkaitan, karena Barsela bukanlah sebuah Provinsi. Barsela hanyalah sebuah kawasan yang terdiri dari delapan kabupaten/kota di Barat-Selatan Aceh.
Kedelapan kabupaten/kota itu adalah Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Singkil dan Simeulue. Jika dilihat dari dana pembangunan yang tersedia, kita amat menyadari bahwa dananya sangat terbatas, dan sebagian besar di antara kabupaten/kota di Barsela menghabiskan 80% APBK-nya untuk belanja pegawai. Sehingga dana untuk pembangunan praktis kurang dari 20% dari APBK yang tersedia. Sementara itu, kebutuhan dana untuk pembangunan atau penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur ekonomi masih sangat banyak diperlukan.
Potensi ekonomi
Sebaliknya, potensi pembangunan ekonomi di Barsela sangatlah besar. Jika dilihat proporsi Barsela berbanding total se-Aceh maka luas Barsela mencapai 37,17% (2,1 juta Ha dari 5,68 juta Ha luas Aceh), sementara itu penduduk Barsela hanya 22,76% dari 4,59 juta jiwa penduduk Aceh. Proporsi potensi pertanian/hutan lainnya adalah hutan rakyat (33,10%), hutan negara (17,52%), ladang (30,05%), perkebunan (45,52%), sawah irigasi (26,78%) dan perkebunan kelapa sawit (61,82%).
Singkat cerita, rata-rata potensi pertanian/kehutanan antar Kabupaten/Kota di Barsela jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata Kabupaten di wilayah Aceh lainnya, yaitu seperlima penduduk Aceh yang di Barsela menguasai sepertiga potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan di Aceh. Karena itu, potensi ini mesti dioptimalkan pemanfaatannya. Meskipun pendorong geraknya (dana pembangunan) sangat terbatas.
Terbatasnya sumber daya dalam menggerakkan roda ekonomi, peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan mengharuskan kita memikir ulang strategi pembangunan wilayah Barsela yang selama ini sangat parsial ke arah yang lebih terintegrasi dalam hal perencanaan dan implementasi pembangunan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Barsela. Hal ini sangat memungkinkan dilakukan, karena di samping wujudnya satu kesatuan wilayah, alam, dan budaya juga latar belakang sejarah yang sama yaitu, kedelapan kabupaten/kota ini berasal dari pemekaran dua kabupaten induk, Aceh Barat dan Aceh Selatan, sehingga memiliki kohesivitas antarkabupaten/kota dalam wilayah Barsela yang sangat kuat.
Pengintegrasian perencanaan Pembangunan Barsela melalui penyusunan grand strategi pembangunan Barsela menjadi suatu keharusan. Hal ini disebabkan terbatasnya daya gerak pembangunan Kabupaten/Kota dalam wilayah Barsela yang rata-rata APBK-nya kurang dari 500 miliar rupiah. Diperparah lagi oleh lebih dari 80% APBK-nya dihabiskan untuk belanja pegawai. Selain itu, setiap Kabupaten/kota di Barsela memiliki kelebihan sekaligus kelemahannya masing-masing.
Dengan adanya grand strategi pembangunan Barsela, memungkinkan pembangunan fasilitas umum yang lebih berkualitas secara bersama-sama. Misalnya, di Barsela mesti memiliki Rumah Sakit yang berkelas sejajar atau sekurang-kurangnya setingkat di bawah Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Sehingga, jika ada pasien yang bertempat tinggal di Bakongan yang jaraknya mencapai 500 Km dengan RSUZA Banda Aceh dan secara kebetulan pasien tersebut perlu penanganan cepat dan tak mampu dirawat oleh RSU Yulidin Away Tapaktuan, maka RS yang dibangun bersama oleh kabupaten/kota di Barsela akan menjadi RS rujukan.
Jadi, berdasarkan kepentingan bersama dan untuk mengejar efesiensi, kabupaten/kota di wilayah Barsela yang juga memiliki sumber daya yang terbatas, maka strategi kemitraan antar Kabupaten/Kota di Barsela dalam penyediaan fasilitas umum yang lebih berkualitas adalah sangat tepat.
Begitu juga untuk sektor pendidikan. Seperti kita maklumi, belahan utara Aceh sudah memiliki dua universitas negeri, yaitu Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe dan Universitas Samudra (Unsam) Langsa. Jadi semua Bupati dan Walikota di Barsela harus memiliki semangat bersama dan sepakat serta bertekad untuk menghadirkan Universitas Negeri di Barsela. Tekad bulat menghasilkan karya nyata. Kini, Universitas Teuku Umar (UTU) merupakan universitas yang paling siap untuk dinegerikan. Karena itu, pada hemat saya, UTU dapat dijadikan milik rakyat Barsela. Kalau Unsyiah menamakan dirinya sebagai Jantong Hate rakyat Aceh, sehingga diharapkan detak nadinya terasa di seluruh Aceh, maka UTU harus menjadi otak dalam rangka merancang dan mengawal pembangunan ekonomi, pendidikan dan budaya masyarakat Barsela.
Andai strategi kemitraan diterapkan secara sungguh-sungguh dan sempurna antar Kabupaten/Kota di Barsela dalam rangka memperjuangkan penegerian dan pengembangan UTU ke depan, maka Insya Allah UTU akan segera negeri dan akan lebih cepat berkembang. Dan, tentu kita berharap UTU di masa depan akan menjadi sumber ilmu pengetahuan. Ia juga diharapkan menjadi sumber inspirasi, kecemerlangan, kearifan dalam membangun ekonomi dan tamadun masyarakat Barsela.
Pembangunan ekonomi
Begitu juga dalam rangka merancang pembangunan ekonomi Barsela, pusat-pusat pertumbuhan mesti disepakati sedemikian rupa. Barsela harus menjadi zona industri berbasis perkebunan, kehutanan dan perikanan. Karena, nilai tambah yang lebih besar justeru didapatkan pada tahapan prosesing di zona industri. Jadi, tidak hanya hulu yang kita kuasai, tetapi juga di hilirnya. Seperti kita ketahui, bahwa prasyarat hadirnya industri adalah terpenuhinya skala ekonomi produksi dan begitu juga halnya prasyarat ekspor adalah terpenuhinya 3TAS, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Itu semua berkaitan dengan ketercukupan bahan baku. Karena itu, pengembangan industri Barsela harus difokuskan kepada beberapa komoditi utama saja, yaitu komoditi yang memiliki potensi bahan baku dan serapan pasar yang cukup besar.
Dari sisi bahan baku, kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk menggerakkan industri yang berbahan baku kelapa sawit di Barsela. Jika dibandingkan produksi sawit Barsela dengan keseluruhan produksi sawit di Aceh, menunjukkan Barsela mendominasi yaitu 53,13% dari total produksi sawit se-Aceh yang berjumlah 88 ribu ton pada 2011 itu, dengan luas area mencapai 61,82% dari 183 ribu Ha luas area kebun sawit di Aceh. Berdasarkan potensi ini, maka kelapa sawit merupakan satu komoditi yang sangat meyakinkan untuk hadirnya pabrik dalam rangka memproses sawit menjadi produk akhir. Adapun hasil akhir proses produksi sawit tersebut antara lain adalah minyak goreng, salad oil, margarine, shortening, minyak padat, sabun dan gliseran.
Di samping itu, daya tarik pasar domestik dan global, serta sesuai pula dengan alam Barsela adalah industri berbasis kayu. Dengan pengembangan penanaman kayu jabon atau kayu cepat tumbuh lainnya secara serius, maka Barsela akan memiliki kapasitas bahan baku yang cukup besar untuk menghadirkan pabrik plywood, kertas, bubur kertas (pulp), block board, wood wool cement, soft board, mobiler, wood pellet, pensil dan alat peraga pendidikan lainnya. Kedua kawasan pengembangan ekonomi berbasis kelapa sawit dan kayu ini dapat ditentukan titik sentralnya di Barsela daratan Sumatera.
Sementara itu, untuk industri pengolahan ikan dapat dipertimbangkan pengolahannya di Simeulue. Insya Allah jika perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan ekonomi dari kedelapan kabupaten/kota (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Singkil dan Simeulue) ini terintegrasi dengan baik melalui grand strategi pengembangan ekonomi Barsela, maka titik-titik fokus yang dirancang akan memiliki skala ekonomi produksi yang sangat efisien di zona-zona industri di Barsela. Tentu kondisi seperti ini akan menarik investor untuk berinvestasi di Barsela. Semoga!
* Jasman J. Ma’ruf, Profesor Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email: jasmanjm@yahoo.com