Oleh Hasanuddin Yusuf Adan
KHAMAR adalah sebutan kepada berbagai jenis minuman yang memabukkan yang terbuat dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Ada khamar yang dibuat dari buah anggur, air nira dan semacamnya. Alquran menerangkan kita bahwa meminum khamar itu dosa besar, karena manfaatnya sedikit dan mudharatnya sangat besar (QS. Al-Baqarah: 219). Oleh karenanya, Allah Swt melarang orang-orang Islam yang beriman untuk tidak melaksanakan shalat ketika sedang mabuk akibat minum khamar (QS. An-Nisa’: 43), terus baru peringkat ketiga Allah menyatakan bahwa khamar merupakan najis dan ia merupakan pekerjaan setan, maka jauhilah khamar agar kamu beruntung (QS. Al-Maidah: 90).
Minum khamar merupakan kebiasaan dan konsumsi utama orang-orang Arab tempo dulu, mereka menjadikannya sebagai minuman harian yang dianggap bermanfaat dan berfaedah bagi badan. Minum khamar bagi orang-orang Arab itu lebih kurangnya seperti minum kopi bagi orang-orang Aceh di zaman ini. Artinya, kalau hampir semua rumah orang Aceh ada simpanan bubuk kopi di rumahnya, maka dapat dipastikan hampir seluruh rumah orang-orang Arab dulu kala juga menyimpan khamar sebagai minuman handalan mereka yang sangat terhormat kalau disajikan kepada para tamu yang berkunjung ke rumah mereka.
Hakikat khamar
Minuman khamar sebagaimana yang kita gambarkan di atas merupakan minuman rutin dikonsumsikan bangsa Arab tempo doeloe, baik sebelum maupun setelah Islam datang. Karena sifatnya berbahaya bagi tubuh konsumen, maka Allah melarangnya dan para peminumnya dalam hukuman hudud dicambuk 40 kali di zaman Rasulullah dan 80 kali di zaman Umar bin Khattab. Pada zaman sekarang ini, jenis minuman khamar sudah sangat beragam jenisnya, sehingga sangat mudah untuk dikonsumsikan seseorang pecandu atau pemula minum khamar.
Khamar yang didefinisikan Umar bin Khattab adalah semua jenis minuman yang apabila dikonsumsikan dapat mengacaukan pikiran dan pemikiran sikonsumen tersebut. Oleh karenanya Rasulullah saw menegaskan kullu musykirin haramun (setiap yang memabukkan itu hukumnya haram). Banyak ilmuan yang mepertentangkan tentang hukum mabuk atau tidak mabuknya seseorang yang mengonsumsi khamar. Kalau mabuk sudah tentu haram selaras dengan dalil naqli, tetapi kalau tidak mabuk bagaimana pula hukumnya. Mengikuti hadis Nabi saw dimana semua jenis minuman yang memabukkan itu hukumnya haram, maka siapa saja yang minum khamar apakah ia mabuk atau tidak mabuk tetap saja hukumnya haram.
Ketetapan hukum tersebut sinkron dan menyatu dengan firman Allah Swt: “Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219). Walaupun pada peringkat awal Allah masih mengakui ada manfaat pada khamar, namun Allah menegaskan bahwa khamar itu dosa besar. Sedikit manfaat dengan dosa besar pada sesuatu benda sudah barang tentu di balik sedikit manfaat tersebut akan hadir mudharat yang lebih besar.
Pada peringkat kedua ketentuan Alquran tentang khamar, Allah Swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (QS. An-Nisa’: 43). Larangan mengerjakan shalat bagi orang-orang mabuk tersebut merupakan sebuah kenyataan bahwa para pemabuk itu menjadi tidak waras sehingga ia hilang mabuknya. Kalau orang tidak waras melaksanakan shalat, tentu mereka berucap apa saja yang tidak sesuai dengan ketentuan shalat, sebab itulah Allah melarang orang mabuk untuk melaksanakan shalat.
Ketentuan khamar pada peringkat ketiga adalah, firman Allah Swt: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90). Pada peringkat ini sudah nyata dan jelas Allah melarang dengan tegas bagi orang-orang beriman untuk minum khamar karena ia merupakan perbuatan keji dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu jauhi dan tinggalkanlah minuman khamar jangan pernah diminum kapan dan dimana saja kita berada.
Sikap Umar bin Khattab
Umar bin Khattab ketika mendengar surah Al-Baqarah ayat 219 tentang khamar dibacakan, beliau berdoa: “Ya Allah berikan penjelasan kepada kami tentang khamar.” Doa itu dilantunkan Umar karena ayat 219 surah Al-Baqarah tersebut belum konkret memberikan hukuman tentang khamar, ia masih bersifat informasi tentang khamar yang menerangkan bahwa mudharat bagi peminum khamar lebih besar daripada manfaatnya. Seperti diketahui dalam sejarah bahwa Umar merupakan seorang penggemar minuman khamar sebagaimana layaknya orang-orang Arab lainnya.
Ketika surah An-nisak ayat 43 turun dan dibacakan kepada Umar bin Khattab, Umar kembali berdoa: “Ya Allah perjelaskanlah kepada kami tentang hukum meminum khamar tersebut.” Doa ini dibacakan Umar juga karena bunyi ayat 43 surah An-Nisak tersebut belum konkret memberikan ketetapan hukum bagi peminum khamar. Ia hanya sekadar melarang orang-orang mabuk untuk tidak melaksanakan shalat sehingga mereka sadar dan tahu apa yang dibacakan dalam shalat.
Kemudian Allah turunkan ayat 90 dari surat Al-Maidah yang menyatakan minum khamar itu merupakan perbuatan keji dan bahagian dari perbuatan syaithan, lalu Allah menyuruh orang-orang beriman untuk menjauhi khamar. Pada peringkat ini sudah jelas larangan terhadap minum khamar, dan ketika ayat ini serta ayat 91 sesudah ini yang menyuruh orang-orang beriman berhenti dari meminum khamar, Umar bin Khattab berucap: “Kami berhenti dari minum khamar, kami berhenti dan kami berhenti.”
Begitulah ketaatan Umar bin Khattab terhadap perintah Allah Swt. Demikian pula orang-orang Islam lainnya di masa itu segera menumpahkan khamar yang tersimpan di rumah-rumah mereka, sehingga halaman rumah mereka banjir dengan tumpahan khamar. Dalam satu riwayat mereka tidak hanya menumpahkan, melainkan juga menghancurkan tempat-tempat penyimpanan khamar di kala itu. Kalau Umar bin Khattab bisa langsung berhenti minum khamar ketika Allah melarangnya minum khamar seketika waktu, maka kenapa umat Islam hari ini yang sejak lahirnya sudah ada larangan minum khamar tidak berhenti meminumnya?
Kalau Umar bin Khattab begitu mudah meninggalkan minum khamar karena hukumnya haram, maka mengapa pula pemerintah mengizinkan dan melindungi kilang-kilang produksi khamar di berbagai tempat sampai hari ini? Kalau Umar bin Khattab begitu tunduk dan patuh kepada ketentuan Allah, maka mengapa masih banyak orang yang memperjualbelikan minuman khamar yang mudharatnya lebih besar dari manfaatnya itu? Jadi, mari kita berpikir dengan pikiran jernih, bersih, logis, dan objektif agar kita menjadi calon penghuni syurga sebagaimana Umar bin Khattab. Semoga!
* Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL, MA., Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Dosen Siyasah pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: diadanna@yahoo.com