Untuk memasak, ada satu dapur lengkap degan peralatan masak yang dibeli dengan uang iuran bulanan. Para mahasiswa ini masak masing-masing atau secara berkelompok, secara bergiliran.
Untuk gas dibeli dengan uang iuran yang dikutip Rp 100.000 per orang per bulan.
“Selain untuk gas, iuran tersebut juga untuk kepentingan bayar listrik, air, sampah, dan keamanan kepada pihak RT, serta rehab kerusakan ringan,” kata Raziq.
Fakhrurrazi, Ketua Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya, menambahkan, jumlah mahasiswa asal Aceh yang menempuh pendidikan di Malang sekitar 300 orang.
Tapi hanya sekitar 150 orang yang bergabung dalam Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya. Dan sebanyak 27 orang memilih tinggal di Asrama Tgk Chik Ditiro.
“Sebagian besar mahasiswa asal Aceh yang tinggal di asrama ini kuliah di UIN Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Negeri Malang,” kata Fakhrurazi, pemuda asal Kembang Tanjong, Pidie, yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester VII UIN Malang.
7 Tahun tak pernah direhab
Dalam pertemuan dengan Serambinews.com, para mahasiswa ini menyampaikan keluhan tentang kondisi asrama yang sudah cukup lama tak pernah direhab.
“Rehab terakhir dilakukan saat saya baru pertama datang ke Malang, yaitu tahun 2010. Saat itu, pemprov membangun 7 kamar tidur dan 3 kamar mandi,” kata Rasyidin, mahasiswa asal Langkahan, Aceh Utara.
Setelah tujuh tahun lalu itu, kata Rasyidin, Pemerintah Aceh nyaris tidak pernah peduli lagi dengan kondisi asrama tersebut.
Padahal beberapa kamar mulai bocor saat hujan. Satu kamar mandi juga tidak bisa dipakai lagi.
“Selama ini, kami merehab sendiri dengan uang iuran. Informasi yang kami peroleh, Pemerintah Aceh tidak mau menganggarkan dana lagi untuk merehab asrama ini, karena tidak tercatat sebagai aset Pemerintah Aceh. Agak aneh memang, karena dulunya asrama ini dibeli dengan uang APBD,” kata dia.(bersambung)