Tak Ada yang Peduli, Mahasiswa Bilang Jual Saja Asrama Aceh di Malang

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Husni Ali, Ketua KTR Malang Raya

“Pada tahun 2016, Pak Muhammad datang ke sini (Malang), saya ceritakan kondisi dan status asrama. Lalu beliau minta supaya dibuat proposal untuk pengalihan asrama dari Ketua Panitia Pembangunan Asrama Aceh, menjadi milik Pemerintah Aceh,” kata Husni.

Surat pengantar proposal ()

Karena itu, Husni kemudian menghadap notaris untuk membuat estimasi (perkiraan) biaya yang dibutuhkan hingga keluarnya sertifikat pengalihan aset.

“Pihak notaris bilang biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 149.983.416. Maka, saya kemudian membuat proposal kepada Pemerintah Aceh, lengkap dengan estimasi biaya yang dikeluarkan pihak notaris,” papar Husni.

Proposal itu diberi judul “Pengurusan Sertifikat Hak Pakai Dalam Rangka Penyelesaian Status Asrama Mahasiswa Aceh di Kota Malang Sebagai Aset Pemerintah Provinsi Aceh”.

Pada bulan Maret 2016, proposal itu kemudian dikirim kepada Kepala DPKA, Muhammad, agar bisa segera mengurus pengalihan aset Aceh di Kota Malang itu.

“Sekarang sudah hampir berakhir tahun 2017, tapi tidak ada tindak lanjutnya,” sesal Husni.

Beberapa mahasiswa yang duduk mendengarkan cerita Husni bercelutuk.

“Pak, kita jual saja asrama ini. Kan di akte jual beli itu, Pak Husni diberi wewenang untuk mengalihkan status kepemilikan,” celutuk seorang mahasiswa.

Ketua Penasihat Keluarga Tanah Rencong (KTR) Malang Raya, Husni Ali, bersama mahasiswa asal Aceh, di Asrama Tgk Chik Ditiro, Malang, Jawa Timur, Minggu (24/9/2017) (SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN M NUR)

Tidak layak huni

Kenapa Husni sangat ngotot agar Pemerintah Aceh segera mengalihkan status asrama itu?

“Selama ini, atau tepatnya setelah tahun 2010, Pemerintah Aceh selalu beralasan tidak bisa menganggarkan dana renovasi asrama ini, karena statusnya bukan aset Pemerintah Aceh. Padahal, asrama ini dibeli dengan dana APBD tahun 2002,” kata Husni.

Menurutnya, renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2010, yaitu pembangunan 7 kamar tidur dan 3 kamar mandi, di bagian belakang bangunan lama.

“Artinya sudah 7 tahun asrama ini tidak pernah direnovasi lagi. Padahal bangunan lama ini sudah mulai banyak yang bocor. WC-nya pun sudah tidak bisa dipakai lagi,” ungkap Husni.  

“Bisa dikatakan, bangunan lama ini sudah tidak layak huni lagi bagi mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Kenyamanan anak-anak mau belajar sudah tidak ada lagi. Padahal mereka ini adalah aset Aceh,” tukas Husni seraya menunjuk ke arah sejumlah Mahasiswa yang mengelilinginya.

Menurut dia, saat ini status asrama itu hanya tinggal pengalihan status saja, dari milik ketua panitia pembangunan, menjadi milik Pemerintah Aceh.

Halaman
123

Berita Terkini