Kupi Beungoh

Kisah Para Pemuda yang Berbakti Kepada Ibu, Adakah Uwaisnya Aceh yang Terkenal di Langit?

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teuku Zulkhairi

Oleh Teuku Zulkhairi

Kisah seorang sahabat mulia, Uwais Al Qarni yang terkenal di kalangan “penduduk langit” karena pengabdiannya pada Ibunda, bukanlah sekedar kisah masa lalu yang tidak akan lagi terulang, atau tidak perlu diulang.

Kisah Uwais Al Qarni yang istiqamah mengabdi pada orang tua adalah prototype ideal sejatinya pemuda.

Bahwa kisah dan keteladanannya harus dicontohi dan diikuti, bukan sekedar dikenang sebagai romantika sejarah.

Lewat kisah Uwais Al Qarni yang dipuji oleh Rasulullah Saw. karena kemasyhurannya di kalangan penduduk langit, Rasulullah Saw hendak memberikan kita sebuah prototype ideal bagaimana seharusnya seorang anak mengabdi pada Ibunya.

Ketakwaan Uwais dijelaskan langsung oleh Rasulullah Saw. dimana ia adalah seorang pemuda yang berbakti pada sang Ibunda dengan pengabdian yang tiada tara.

Sejak kecil Uwais sangat hormat dan taat kepada Ibunya.

Bahkan saat Ibunya telah tua dan lumpuhnya kakinya, pengabdian Uwais kepada Ibunya semakin bertambah.

Hal mana sehingga kemudian Rasulullah Saw mengabarkan kepada para sahabatnya, bahwa Uwais adalah seorang pemuda yang terkenal di kalangan penduduk langit.

Penjelasan Rasulullah Saw. disampaikan kepada para sahabatnya setelah Uwais buru-buru pulang menemui Ibunya, tidak lama setelah ia menjumpai Rasulullah Saw, sesuai dengan amanah Ibunya agar segera pulang.

Maka pelajaran bagi kita adalah dengan mengikuti jejak Uwais, maka terbukalah pintu syurga kepada kita.

Lewat kisah Uwais, Rasulullah Saw hendak mengajarkan kita bahwa jika kita ingin meraih syurga, maka jangan jauh-jauh dulu, syurga itu antara lain ada di bawah telapak kaki Ibunda kita.

(Baca: 13 Tahun Tsunami – Alumni Magister Kebencanaan Unsyiah Usul Peringatan Tsunami Jadi Agenda Nasional)

Menggantikan kewajiban perang

Selain kisah Uwais, juga terdapat kisah lain di masa Rasulullah saw saat seorang pemuda meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk ikut berperang bersama Rasul.

Lalu apa jawaban Rasulullah Saw kepada pemuda ini?

“Masih hidupkah kedua orang tuamu?” tanya Rasulullah Saw.

Pemuda ini mengatakan, “masih ya Rasulullah”.

Lalu Rasulullah memintanya untuk mengabdi pada kedua orang tuanya dan tidak disarankan untuk ikut berperang.

(Baca: Ingat Gadis Palestina dari Desa Nabi yang Berani Tinju Tentara Israel, Kini Ia dan Ibunya Ditangkap)

Ini maknanya bahwa betapa agung nilai pengabdian seorang anak pada ibunya, pada kedua orang tuanya.

Tingginya nilai pengabdiannya pada orang tua bahkan bisa “menggantikan kewajiban berperang”, atau bahkan bisa membuat seseorang menjadi terkenal di langit seperti halnya Uwais.

Jadi betapa mulia dan agungnya pengabdian pada Ibu.

Kalau memperhatikan pengorbanan ibu kepada sang anak, maka pengabdian sang anak kepada ibunya niscaya sebuah keharusan.

Kalau kita sudah punya anak, pasti paham bagaimana beratnya menjadi orang tua, meskipun berat itu kita lalui bersama kebahagiaan dan keikhlasan. Lihatlah seorang Ibunda yang menahan rasa sakit saat melahirkan.

(Baca: Gerakan Anti-LGBT Aceh Dideklarasikan, Ini Pimpinannya)

Lihatlah kepenatan dan keletihan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya.

Lihatlah seorang Ibu yang harus begadang larut malam demi anak-anaknya, apalagi saat anaknya sakit.

Lihatlah seorang ibu yang selalu menjadikan kepentingan anaknya lebih utama dari kepentingannya.

Maka dalam Islam, ancaman bagi seseorang yang tidak mengabdi pada ibunya juga cukup mengerikan.

Bahkan, apabila jatuh pada kedurhakaan pada orang tua, balasannya akan lebih mengerikan.

Sebab, tapi setinggi apapun pengabdian anak kepada ibunya, pengorbanan ibunda kepada anaknya tetap tak bisa terbalas dengan apapun, apalagi jika tidak mengabdi, dan apalagi jika sampai disebut anak durhaka.

(Baca: Myanmar Pulangkan Pengungsi Rohingya Mulai Januari 2018, Kelompok HAM Khawatirkan Keselamatan Mereka)

Pemuda Rohingya

Sekitar sebulan lalu, kita menyaksikan foto dari sebuah media internasional seorang pemuda Rohingya yang menggendong kedua orang tuanya lari dari Arakan – Myanmar ke perbatasan Bangladesh.

Foto yang menurut saya tergolong "langka" dalam dunia yang semakin materialis dan individualis.

Tidaklah kemuliaan pemuda ini melainkan karena ia paham agamanya, dan terjaga fitrahnya dari dunia yang menipu pandangan mata dan tujuan hidup.

Ketika melihat foto itu, saya terfikir, seolah ia sedang "menyindir" kita dengan kalimat: "Hey kalian, Aku sedang menderita. Aku harus lari dari tanah airku. Aku tidak punya Smartphone seperti kalian yang melihat fotoku ini. Aku miskin. Tapi Aku tetap mengabdi pada Ibuku. Lalu apa alasan kalian tidak mengabdi pada Ibumu, sementara kalian punya segalanya?".

Itulah makna yang terbaca tersirat oleh mata ini beberapa waktu lalu memandang foto pemuda Rohingya.

(Baca: PBB Tolak Klaim Amerika Serikat Terkait Yerusalem - Palestina Sambut Kemenangan, Israel Murka)

Sepertinya, di balik kezaliman yang menimpa mereka dari Budhis dan Militer Myanmar dukungan Komunis China, Allah ingin memperlihatkan kepada kita perihal kemuliaan mereka, para pemuda Rohingya itu.

Jika kita membandingkan pemuda Rohingya ini dengan kisah Uwais Al Qarni di zaman Rasulullah Saw yang terkenal di kalangan penduduk langit, seperti diceritakan di atas, kita tentu tidak perlu ragu bahwa para pemuda Rohingya itu adalah "jelmaan" Uwais Al Qarni akhir zaman.

Sungguh, saya tidak ragu bahwa pemuda Rohingya seperti itu sangatlah terkenal di kalangan penduduk langit.

Sebab, sekali lagi, Uwais Al Qarni adalah sejarah yang pasti akan terus berulang di setiap fase dan zaman.

Pesan untuk Para Istri dan Atasan

Pengabdian pada Sang Ibunda tidak lah dilakukan oleh setiap orang, namun yang pasti, orang mulia pasti melakukannya, mengabdi pada Sang Ibunda sebagai wujud konkret menjadi Hamba pemilik alam Semesta, Allah Swt, Zat yang memerintahkan kita mengabdi pada orang tua, perintah kedua setelah perintah mengabdi kepadaNya.

Oleh sebab itu, untuk kaum perempuan, para istri, teruslah memahami bahwa syurga seorang anak itu ada di bawah "telapak" kaki Ibu, sebagaimana kelak anakmu juga akan mencari syurga di bawah “telapak kaki”mu.

Bantulah suamimu untuk mengabdi ibunya, agar anda menjadi perempuan-perempuan yang juga mulia di hadapan penduduk langit.

Untuk kita para suami, para anak muda, dan siapa saja yang ibunya masih hidup, marilah kita berjuang raih syurga dengan menjadi anak yang berbakti pada Sang Ibunda, pada kedua orang tua kita.

(Baca: VIDEO - Keceriaan Lima Pemuda sebelum Mengalami Kecelakaan di Trienggadeng, Mereka Panitia Maulid)

Semoga kita tidak menjadi anak durhaka yang jika masih menganggap urusan kantor lebih penting dari sang Ibunda.

Untukmu para atasan, motivasilah bawahanmu agar ia mengabdi pada Ibunya.

Pahamilah, tak ada urusan apapun yang lebih penting bagi kita selain mengabdi pada Sang Ibu.

Jika bawahanmu mengabdi pada Ibundanya, itu berati dia seorang yang mulia.

Dan Pemuda Rohingya telah mengajarkan kita, mereka tetap setia mengabdi pada Sang Ibunda dalam kondisi kenestapaan yang mendera mereka.

Mereka telah menempuh jalan agung Uwais Al Qarni.

Oh, tidakkah kita cemburu kepada Uwais Al Qarni dan juga pemuda Rohingya itu, Saudaraku?

Semoga kita semua menjadi Uwais-Uwaisnya Aceh yang Allah buka pintu syurga kepada kita lewat pengabdian kepada orang tua.

Semoga urusan apapun tidak ada yang penting bagi kita apabila dihadapkan pada keniscayaan mengabdi pada sang Ibunda. Amiin ya Allah.

* Penulis adalah ayah dari empat anak dan anak kelima dari sembilan saudara. Mengelola blog www.teungkuzulkhairi.com.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis. 

Berita Terkini