“Saya tak punya kebun. Selama ini saya hanya memungut biji kakao sisa tikus yang terjatuh di kebun warga. Biasanya kalau laku Rp 10.000 baru beli beras. Kadang juga makan biji sukun kalau beras tak ada,” katanya kepada Kompas.com belum lama ini.
Sukma mengaku kerap sakit-sakitan, terutama saat diguyur hujan dan menahan lapar saat menyisir kebun mencari biji cokelat.
Baca: Survei CSIS: Jokowi Unggul di Facebook, Prabowo Menang di Twitter, Path, dan Instagram
Namun, ia harus kuat agar bisa membeli beras untuknya dan sang buah hati.
Di tengah kemiskinan yang mendera, Sukma dan Julianti memiliki mimpi.
Mereka bertekad mewujudkan mimpinya, yakni kelak kehidupannya bisa berubah lebih baik dibandingkan dengan sekarang.
Baca: Tatonya Viral, Bos Mafia Jepang Yakuza Ditangkap di Thailand, Berakhir Kisah Pelarian 14 Tahun
Haisa, tetangga Sukma, mengaku prihatin sekaligus bangga dengan semangat ibu dan anak tersebut.
Mereka, sambung dia, kerap berjalan hingga puluhan kilometer untuk mengumpulkan 1 kilogram biji kakao.
Di hutan, Sukma kerap memungut biji sukun yang jatuh. Sesampainya di rumah, Sukma merebus biji sukun dan memakannya untuk mengusir rasa lapar di malam hari sambil menunggu pagi tiba.
Baca: Dari Dapur Menuju Medan Perang, Kisah Tukang Masak di Bogor yang Gabung di ISIS
Sukma juga kerap mengumpulkan buah kapuk atau bahan baku pembuatan bantal dan kasur untuk dijual ke pedagang.
Namun, usaha ini hanya dilakoni Sukma dan anaknya pada musim buah kapuk.(Junaedi)