Menurut Easton, karena input, sebelum menjadi output, selalu melalui sebuah kotak hitam yang di dalamnya berbagai hal dan kepentingan dipertemukan. Proses pemaduan dan penyelarasan kepentingan di dalamnya, turut dimainkan oleh berbagai kekuatan, baik formal maupun informal.
Kekuatan yang berhasil memainkan peran pemaduan dan penyelarasan kepentingan, bisa berhasil mencapai target, yakni menyulap hukum untuk kepentingan yang lebih besar. Sebaliknya, ketika kekuatan ini gagal, implikasinya sangat jauh bagi banyak pihak.
Mungkinkah ada yang gagal dalam ‘kotak hitam’ ini saat APBA dibahas? Lantas mengapa ia kemudian terbawa ke arena yang lebih luas? Berbagai hal yang seharusnya hanya terbuka di dalam ‘kotak hitam’, justru kini bisa dinikmati oleh kalangan yang tidak terbatas? Bukankah hal ini terasa menyedihkan?
Sudah seharusnya elite menahan diri. Elite adalah lapisan yang paling menentukan kebijakan. Mereka seharusnya menyulap hukum untuk pencapaian tujuan hukum yang lebih besar, yakni kebahagiaan rakyatnya. Ingatlah ketika suatu saat, elite akan ditanya oleh Allah Swt, mengapa terlambat mengesahkan APBA? Wallahu a’lam.
* Sulaiman Tripa, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam, Banda Aceh. E-mail: st_aceh@yahoo.co.id.