Kupi Beungoh

Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa

Fenomena ini sejalan dengan hasil Universe 25, di mana makhluk hidup yang mendapat segalanya tanpa tantangan, akhirnya kehilangan daya juang...

Editor: Nurul Hayati
For Serambinews.com
Prof Dr dr Rajuddin SpOG(K) Subsp FER, Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh. 

Oleh: Prof Dr dr Rajuddin SpOG(K) Subsp FER
Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh
 
Eksperimen yang dilakukan John B. Calhoun, ahli biologi Amerika, pada awal 1970-an.

Eksperimen yang ia sebut “Universe 25” itu bermula dengan empat pasang tikus.

Ditempatkan dalam lingkungan serba cukup yang mereka butuhkan seperti makanan melimpah, air tak terbatas, tempat tinggal nyaman, tanpa ancaman pemangsa, tanpa persaingan, bahkan tanpa tekanan fisik atau psikologis.

Populasi tikus berkembang pesat,  namun di puncak kemakmuran itulah benih kehancuran mulai tumbuh.

Setelah 315 hari, laju kelahiran menurun drastis.

Populasi sekitar 600 ekor memunculkan fenomena sosial baru yaitu, tikus kuat menguasai sumber daya, tikus lemah tersingkir, sebagian betina meninggalkan anaknya, bahkan muncul perilaku brutal penyerangan, homoseksualitas, kanibalisme, meski makanan tersedia berlimpah.

Angka kematian bayi tikus mencapai 100 persen, kelahiran turun menjadi nol, dan dalam dua tahun, seluruh populasi tikus punah.

Eksperimen ini diulang 25 kali dengan hasil sama yaitu, kemakmuran tanpa tantangan berujung kepunahan.

Calhoun menyimpulkan bahwa, makhluk hidup termasuk manusia, jika diberi segalanya tanpa usaha, cenderung kehilangan daya juang, solidaritas, dan arah hidup.

Dalam bahasa agama, ini adalah hukum sosial yang telah diingatkan Allah SWT: "Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Dia menurunkannya menurut ukuran yang Dia kehendaki." (QS. Asy-Syura: 27)

Fenomena “tikus” seharusnya menjadi peringatan bagi para pengambil kebijakan.

Program-program bantuan dan subsidi yang dirancang tanpa strategi pemberdayaan justru berpotensi mematikan daya juang rakyat.

Pemerintahan yang hanya fokus memberi “kemudahan instan seperti BLT” tanpa membangun kapasitas akan menumbuhkan mental ketergantungan, dan jauh dari kemandirian.

Baca juga: Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat

Aceh dan Pelajaran dari “Universe 25”

Aceh, misalnya, dengan dana otonomi khusus yang melimpah setiap tahunnya, memegang peluang emas untuk membangun peradaban yang kuat baik di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, maupun pengembangan SDM.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved