Tidak bisa protes
Kita tidak bisa protes dan mendesak perusahan-perusahan yang masuk tersebut untuk menerima tenaga kerja dari Aceh, seperti yang dilakukan oleh alumni Universitas Malikussaleh (Unimal) belakangan ini terhadap PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Toh mereka kita rayu dan undang supaya mau berivestasi di Aceh. Pada kenyataanya, yang akan menjadi penentu nantinya adalah kualitas dan tingkat daya saing yang akan menjadi nilai jual.
Hemat saya, peran-peran seperti inilah yang harus dibidik oleh pemerintah Irwandi-Nova melalui program Aceh Carong-nya. Tidak cukup hanya sekadar bagi-bagi beasiswa di sekolah dan dayah. Itu hanya stimulan bersifat sementara dan tidak akan berkelanjutan.
Begitu juga dengan program-program lain seperti pertanian. Pertanyaannya, bagaimana Aceh bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus bergantung ke Sumatera atau luar lainnya? Konsep-konsep pertanian yang sudah dibuktikan oleh aktor-aktor lokal, seperti Muslahuddin Daud, terbukti akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus perlahan-lahan akan membuat Aceh mandiri, bahkan bisa menjadi eksportir.
Hemat saya, sudah saatnya penguasa dan elite Aceh untuk berhenti sejenak, merefleksikan bahwa keegoan dan kerakusan kelompok dalam dalam 10 tahun terakhir yang terbukti membuat Aceh semakin rugi. Sudah saatnya membuang keegoan latar belakang politik dan warna partai. Yang harus dikedepankan adalah kepentingan keacehan dan masyarakat, bukan kepentingan pribadi dan kelompok.
Meskipun itu terdengar klasik dan biasa-biasa saja, tapi saya yakin bahwa jika pola yang dilakukan tidak berubah, maka hanya masalah waktu, rezim maupun penguasa, dan kita semua akan dicap tidak becus alias bangai oleh orang luar maupun generasi akan datang. Semoga tidak!
* Muhammad Adam, putra Seunuddon Aceh Utara, lulusan Master Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan Flinders University, Australia. E-mail: adamyca@gmail.com