Kupi Beungoh
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun
KPU tidak hanya bertugas menghitung suara, tetapi juga membangun pemahaman politik yang sehat di masyarakat.
Oleh: Tgk Masrur, MA*)
DUA puluh tahun silam, Aceh menjadi saksi sebuah peristiwa bersejarah yang mengubah arah hidup jutaan penduduknya.
Pada tanggal lima belas Agustus dua ribu lima, di Helsinki, Finlandia, pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) yang mengakhiri hampir tiga dekade konflik bersenjata.
Pendidikan Politik: Lebih dari Sekadar Kampanye
Sebelum momen itu, Aceh adalah daerah yang diwarnai suara letusan senjata, pemeriksaan militer di jalan, dan ketakutan di mata anak-anak.
Konflik menelan ribuan korban jiwa, merusak infrastruktur, dan merobek tatanan sosial.
Namun, setelah tsunami dahsyat dua puluh enam Desember dua ribu empat yang menelan ratusan ribu korban, kedua pihak menyadari bahwa dendam tidak lagi sepadan dengan penderitaan.
MoU Helsinki menjadi pintu masuk perdamaian. Salah satu turunannya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang memberi Aceh kewenangan khusus, termasuk penyelenggaraan pemilu lokal, partai politik lokal, dan pengelolaan sumber daya alam.
Perdamaian ini ibarat taman yang harus disiram dan dirawat; salah satu pupuk terpentingnya adalah pendidikan politik.
Pendidikan politik bukan sekadar mengenalkan mekanisme pemilu atau peran partai politik.
Ia adalah proses membentuk kesadaran warga bahwa politik adalah sarana mengatur kepentingan bersama, bukan medan untuk kembali berkonflik.
Undang-Undang Nomor tujuh Tahun dua ribu tujuh belas tentang Pemilihan Umum menegaskan bahwa salah satu tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah melaksanakan pendidikan pemilih.
Artinya, KPU tidak hanya bertugas menghitung suara, tetapi juga membangun pemahaman politik yang sehat di masyarakat.
Di Aceh, pendidikan politik memiliki makna ganda: menjaga kualitas demokrasi sekaligus mengawal warisan perdamaian. Semakin tinggi kesadaran politik warga, semakin kecil peluang munculnya politik kekerasan.
Baca juga: Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik
Dari MoU Helsinki Menuju Pemilu Damai
Setelah UUPA disahkan pada satu Agustus dua ribu enam, Aceh menggelar pilkada damai.
Tahun dua ribu enam menjadi momen bersejarah: mantan kombatan GAM ikut berkontestasi secara resmi dalam pemilu, bukan lagi dengan senjata di tangan, melainkan surat suara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.