Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (RI) Abhan membantah jika pihaknya memiliki penafsiran semaunya terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Legislatif dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemilu.
Abhan menilai, putusan Bawaslu meloloskan sejumlah caleg dari kalangan mantan narapidana korupsi sudah sesuai dengan kedua aturan tersebut.
"Kami bukan interpretasi sendiri. Coba dibaca, PKPU 20 itu di pasal 7 tidak ada syarat persoalan napi korupsi itu tak ada. Persis itu di Undang-undang (nomor) 7," kata Abhan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Menurut dia, apabila pasal 7 memuat syarat tersebut, Bawaslu bisa memahaminya.
Oleh karena itu, kata Abhan, dengan tidak adanya syarat tersebut, seorang mantan narapidana korupsi bisa ikut menjadi caleg.
Ia mengatakan, PKPU tersebut hanya mengatur larangan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan narkoba dalam bentuk pakta integritas sebagaimana yang termuat pada pasal 4.
Pakta itu harus ditandatangani oleh ketua umum partai dan sekretaris jenderal partai.
Pasal 4 Ayat 3 PKPU disebutkan, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Kemudian, dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf e diyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat 3.
Formulir pakta integritas itu berisi tiga poin, di antaranya jika ada pelanggaran pakta integritas, berupa adanya bakal calon yang berstatus mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, maka bersedia dikenai sanksi administrasi pembatalan pencalonan.
"Kalau sebuah perikatan yang wanprestasi itu adalah ketum dan sekjen, hukum lah partainya, bukan calonnya. Ini kan di syarat pencalonan, bukan syarat calon," ujarnya.
Selain itu, Abhan juga tak menemukan aturan soal sanksi di PKPU tersebut jika partai tak memenuhi pakta integritas.
Ia menyimpulkan, tindakan Bawaslu sudah sesuai aturan.
"Jadi kami merujuk pada undang-undang dan merujuk pada PKPU 20 juga. Cobalah dibaca lagi," kata dia. "Sekali lagi di PKPU itu syarat calon tak muncul yang melarang napi koruptor itu," kata dia.
Baca: Empat Polisi Kawal Penembak Faisal di RSUD Cut Meutia
Baca: Ustaz Abdul Somad Batalkan Jadwal Ceramah di Pulau Jawa, Mengaku Dapat Ancaman dan Intimidasi
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyoroti dua keputusan Bawaslu RI yang dinilai memunculkan gelombang kritik dan protes publik.