"Gemerlapnya" Pameran Serambi Seni Versi GNI di Taman Budaya Aceh

Penulis: Nani HS
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu pojok ruang pamer, kerjasama Galeri Nasional Indonesia dengan Taman Seni dan Budaya Aceh, di Jln T Umar, Banda Aceh, Selasa (25/9/18).

Laporan Nani HS | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - "Ini berapa lama pembuatannya? Perempuan ini siapa?" tanya Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Syaridin, kepada perupa Yusrizal Ibrahim.

"Lama juga pak. Sebulan lebih. Itu bukan siapa-siapa. Perempuan itu lahir dari imajinasi saya saja," jawab Yusrizal yang pernah jadi anggota DPRA itu dalam senyum tipis tentang lukisannya yang berjudul Jangan Bilang-bilang Kalau Kita--Sebenarnya--Seringkali Langgar Syariat, berukuran 130-100 cm, yang menerapkan cat akrilik pada kanvas.

Syaridin yang mewakili kehadiran Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk membuka pameran, Selasa (25/9/18), pada sesi meninjau galeri memang dua kali bertanya dan memandang lukisan dengan judul sembilan kata itu.

Baca: Luengbata Juara Umum MTQ Ke-35 Banda Aceh

Kenapa? Hanya Syaridin yang tahu. Tapi amatan Serambinews.com, lukisan itu memang eye catching, tampak kontras, karena perempuan dalam lukisan itu digambarkan dengan seronok, berkostum merah menyala dengan bahasa tubuh yang "vulgar".

Begitupun lelaki di sampingnya yang mengenakan sorban tapi ironis dengan jas biru elektrik dan kain sarung merah sempurna (yang notabene bukan setelan umumnya orang alim di Aceh).

Adegan itu mungkin yang bisa memancing tanya ya?

Pameran kerjasama Galeri Nasional Indonesia (GNI) dan UPTD Taman Seni dan Budaya Aceh tersebut nyatanya memang gemerlap dibanding banyak perhelatan sebelumnya, yang berkelas lokal, suram tanpa "nyawa".

Baca: KNPI Banda Aceh Akan Bentuk Kader Kesehatan Masjid

Sah-sah saja, karena di balik Pameran Karya Pilihan Koleksi Galeri Nasional Indonesia (GNI) & Karya Perupa Aceh, ada pula tim kurator dari Pusat. 

Mereka Suwarno Wisetrotomo (Ketua Dewan Kurator GNI), dan tiga asisten kurator (Teguh Margono, Abzari Jafar, dan Reza Mustafa).

Kalau tidak, "gebyar pesta" ini tentu sia-sia karena sudah dirancang lebih dari setengah tahun lalu. Sebuah kerja keras dalam menyaring karya, setting, pencahayaan, cetak buku penunjang, dan sebagainya.

Gemerlapnya lagi, dipajang pula enam lukisan dari perupa sohor Indonesia, dari A. D. Pirous, Amang Rahman Jubair, Samsudin Hardjakusumah, Lian Sahar, Ahmad Sadali, dan Amri Yahya. Tak perlu ditanya lagi bagaimana "mewahnya" lukisan mereka.

Baca: Banda Aceh Targetkan Satu Juta Wisatawan

Kehadiran enam karya lukis yang sudah menjadi milik negara tersebut memang bersifat "penyemarak" yang kontruktif sebagai arena pembelajaran/penajaman pengetahuan bagi 33 karya pendamping dari perupa Aceh.

Aceh beruntung, bisa menyaksikan enam karya asli perupa terkenal tersebut. Sebab menurut Suwarno, semakin ke depan karya yang dikeluarkan dari GNI akan dikurangi.

Karena benda-benda seni rupa tersebut kian lama makin tua dan ringkih, dan perlu penyelamatan dan perawatan paripurna.

Halaman
12

Berita Terkini