Dwi Putrasyah mengaku proses itu butuh waktu lama karena terkait kepercayaan untuk mengelola dana yang jumlahnya tidak sedikit. “Kami masih tetap jalan dan mengajak pemerintah gampong untuk menarik dana itu. Namun bagi yang tidak mau juga tidak masalah. Karena sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat dan penafsiran,” jelasnya.
Dikatakannya, dana revolving memang milik gampong, tapi penggunaannya jelas diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwal). Pihaknya dan DPRK juga sepakat bahwa dana tersebut hanya bisa digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat gampong, seperti untuk modal usaha kecil di gampong. “Sekali pun nanti dikembalikan ke gampong, tetap harus ada lembaga yang mengelola (BUMG) dana ini,” kata Dwi.
Kepala DPMG Banda Aceh, Drs Dwi Putrasyah menjelaskan asal usul dana revolving milik 90 gampong di Kota Banda Aceh. Dulu, dana revolving atau dana bergulir itu berasal dari Alokasi Dana Gampong (ADG) dari Pemko Banda Aceh. “Karena pada tahun 2010 itu belum ada dana desa yang bersumber dari pusat,” ujarnya.
Dikatakannya, dana yang diterima gampong saat itu cukup kecil, sekitar Rp 100-an juta per tahun. Sebesar 30 persen dana tersebut diperuntukkan bagi operasional gampong (beli ATK, listrik, air). “Lalu 50 persen dari sisa 70 persen (Rp 70 juta) dimasukkan ke BPRS untuk pemberdayaan ekonomi. Ini yang namanya revolving setahu saya,” kata Dwi.
Dwi membantah informasi yang menyebutkan dana milik satu gampong ada yang sudah mencapai Rp 800 juta. “Itu tidak benar, saya pantau laporan yang dikirim tiap bulan oleh BPRS Baiturrahman. Hingga saat ini besaran dana setiap gampong berbeda, yang paling rendah Rp 175 juta dan paling tinggi Rp 230-an juta,” jelasnya dengan menyebutkan laporan itu juga dikirim kepada pemerintah gampong.
Dijelaskan, dana revolving di BPRS Baiturrahman terbagi dalam dua rekening, yakni simpanan pokok dan simpanan jasa. “Setahu saya, total ada 20,5 miliar lebih, yang terdiri atas Rp 18,5 miliar lebih simpanan pokok, dan Rp 2 miliar lebih simpanan jasa,” sebut Dwi.
Menurut Kepala DPMG Banda Aceh, walaupun dana yang besar tersebut belum bisa dimanfaatkan, tetapi setidaknya tidak hilang. “Dananya ada, laporannya dikirim ke saya tiap bulan oleh BPRS Baiturrahman. Kami ingin tarik supaya ke depan gampang yang mengurusnya. Pemko Banda Aceh dengan pemerintah gampong ini ibarat orang tua dengan anak. Kami ingin setiap gampong berdaya,” pungkasnya.(mun/fit)