Pasca-perang, dia bermarkas di Resimen Ke-124 hingga 1 Oktober 1920, dan dipindahkan ke Resimen Infanteri Ke-13 di Stuttgart sebagai Kapten.
Kesatuannya bertugas memadamkan kerusuhan dan kekacauan sipil yang terjadi di Jerman.
Alih-alih menggunakan kekerasan, Rommel memilih diplomasi.
Salah satu keampuhan teknik negosiasinya terjadi di Lindau di mana kota itu dikuasai pasukan revolusioner komunis.
Dia bernegosiasi dengan dewan kota, dan berhasil meyakinkan mereka untuk mengembalikan kekuasaan ke pemerintahan yang sah.
Keberhasilannya kemudian menular ke Schwaebisch Gmuend.
Sejarawan Raffael Scheck memuji Rommel yang selalu berkepala dingin berpikir moderat.
Antara 1929-1933, dia bertugas sebagai instruktur di Sekolah Infanteri Dresden dengan sebelumnya pangkatnya dinaikkan sebagai Mayor April 1932.
Di sana, Rommel mencurahkan bakat menulisnya, dan menghasilkan buku pelatihan infanteri yang terbit pada 1934.
Saat itu, pangkatnya menjadi Oberstieutnant (Letnan Kolonel).
Baca: Uni Soviet Pernah Buat Tank Terbang, Ini 5 Tank Rusia yang tak Pernah Terlibat Pertempuran
Dia ditempatkan di Batalion Jaeger Ketiga, Resimen Infanteri Ke-17 yang bermarkas di Goslar.
Di sana, Rommel bertemu Pemimpin Nazi Adolf Hitler.
Terkesan dengan reputasi Rommel sebagai intruktur militer hebat, Hitler menugaskannya sebagai perwira penghubung Kementerian Perang dengan Pergerakan Muda Hitler.
1 Agustus 1937, Rommel dipromosikan sebagai Oberst (Kolonel).
1938, Rommel menjadi komandan Akademi Militer Theresian di Wiener Neustadt.