Untuk mendapatkan keuntungan dari usaha perbankan tersebut Jose membuat langkah unik di mana anak-anak yang menjadi klien, diminta menyerahkan setidaknya 5 kilogram sampah yang bisa didaur ulang, untuk status keanggotaan.
Sedangkan untuk setiap penyetoran, klien diminta untuk memberikan setidaknya satu kilogram sampah setiap bulannya, untuk mempertahankan status mereka.
Lalu, untuk melakukan penarikan dari rekening mereka, hanya bisa dilakukan setelah mereka mencapai tujuan dari tabungan mereka, misalnya untuk ongkos membeli sesuatu.
Baca: Defisit APBN 2018 Mencapai Rp 200 Triliun Hingga September
Dengan sampah daur ulang tersebut, Jose bisa menghasilkan uang dan mencapai kesepakatan dengan perusahaan daur ulang lokal yang menawarkan harga lebih tinggi untuk limbah yang didaur ulang.
Antara 2012 dan 2013, Bartselana Student Bank mengumpulkan 1 ton sampah yang dapat didaur ulang dan menghasilkan penghematan untuk 200 anak di sekolahan.
Bahkan hingga saat ini Bartselana Student Bank juga telah melayani setidaknya 2.000 klien.
Keberhasilan awal proyeknya menarik banyak perhatian, bahkan bermitra dengan bank besar di Peru, untuk membuat layanan semacam ini agar dapat diakses oleh lebih banyak anak.
Namun, kesepakatan itu tidak berjalan sebagaimana yang Jose harapkan sehingga dia memutuskan maju secara independen.
"Saya tidak terintimidasi dengan bertemu dengan para eksekutif bank untuk berbicara tentang bisnis," kata Jose
"Perawatan ini selalu ramah dan, saya jujur, saya merasa lebih nyaman dengan orang dewasa karena mereka memahami proyek yang saya usulkan kepada mereka," kata pengusaha yang kini berusia 13 tahun itu.
Artikel ini tayang pada Intisari Online dengan judul : Kisah Jose Adolfo Quisocala Condori, Bocah yang Mendirikan Bank Sendiri saat Usianya Masih 7 Tahun