9 Fakta Penting dari Sosok Deklarator GAM Tgk Hasan Tiro, Dari Bendera Hingga Karim yang Misteri

Penulis: Ansari Hasyim
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tgk Hasan Muhammad Ditiro bersama pasukannya di hutan pedalaman Aceh. Karim Ditiro dan Bendera GAM (insert)

Dalam bukunya, The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan di Tiro disebutkan meski pun berada dalam pengintaian Pemerintah Indonesia, selama di Amerika, Hasan Tiro merasa dirinya sukses besar dalam dunia bisnis.

Ia masuk ke jaringan bisnis besar dan berhasil menembus lingkaran pemerintahan di banyak negara, seperti di AS, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan, kecuali Indonesia.

Ia menghindari berhubungan dengan Indonesia. Dari hasil keuletannya itu, Hasan Tiro memiliki relasi bisnis dekat dengan 50 pengusaha ternama AS.

Perusahaan-perusahaan mereka bergerak dalam bidang petrokimia, pengapalan, konstruksi, penerbangan, manufaktur, dan industri pengolahan makanan.

Hasan Tiro punya hubungan kerja sama dengan beberapa perusahaan itu.

Sebagai seorang konsultan, dia banyak memimpin delegasi-delegasi pengusaha AS untuk bernegosiasi dalam transaksi bisnis besar di Timur Tengah, Eropa, dan Asia.

Salah satu kunjungan adalah tahun 1973. Hasan Tiro melawat ke Riyadh dan disambut Raja Faisal.

Ada dua hadiah yang dipersembahkan Hasan Tiro kepada Raja Arab Saudi itu.

Satu potret Raja Faisal berlatar belakang industri Arab Saudi.

Dan, satu lagi adalah album koleksi perangko bergambar Al- Malik Tengku Tjhik di Tiro.

Ini diberikan untuk mengingatkan Raja Faisal akan kepahlawanan Aceh, sekaligus kakek buyut yang dikaguminya.

Meskipun Hasan Tiro datang sebagai ketua konsorsium pengusaha Amerika, dia masih tetap seorang Aceh, bukan warga Indonesia.

6. Tidak Pernah Mencampur Urusan Bisnis dengan Politik.

Wali Nanggroe Tgk Hasan Muhammad Di Tiro atau Hasan Tiro menyapa massa yang memadati Alun-alun Kota Sigli, Pidie, Selasa (14/10/2008). (Serambi Indonesia/Hari Teguh Patria)

Rekan-rekan bisnisnya tidak tahu apa yang ada dalam benak Tgk Hasan Tiro yang tinggal di pengasingan.

Terutama tentang ambisinya mewujudkan kemerdekaan Aceh Sumatera.

Ia tidak pernah meminta simpati, nasihat, dan dukungan mereka.

Karenanya, nama dan perusahaan para pengusaha AS itu tidak disebutkan Hasan Tiro dalam buku hariannya yang belum selesai tersebut.

7. Disiplin dan Selalu Menjaga Penampilan 

Wartawan Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur bersama Deklarator GAM Tgk Hasan Muhammad Ditiro, di Hotel Concorde, Shah Alam, Malaysia, 5 Oktober 2008. (MURIZAL HAMZAH)

Bukanlah seorang Hasan Tiro bila tidak disiplin dalam berpenampilan.

Penampilan bagi Hasan Tiro menujukkan identitas siapa lawan bicaranya.

Ia akan sangat senang apabila tamu yang datang berpenampilan rapi, bahkan ia lebih suka si tamu memakai jas.

Fakta ini sempat dialami sejumlah wartawan yang meliput kepulangan Hasan Tiro ke Aceh untuk pertama kali setelah 30 tahun hidup di pengasingan pada 2008 silam.

Semua wartawan yang akan menemuinya harus berpenampilan rapi, terkadang harus mengenakan jas hanya untuk menemui sang proklamator GAM itu. Konon, Hasan Tiro enggan mau menerima tamunya bila tidak berpakaian rapi.

Di usianya yang sudah renta, Hasan Tiro masih tetap menjaga penampilannya. Ia selalu mengenakan jas dan sepatu pantofel.

Sosok seorang diplomat dengan pemikiran yang cerdas juga masih terpancar dari sorot matanya yang tajam.


8. Meninggalkan Anak Semata Wayang Demi Perjuangan 

Karim Ditiro dan ayahnya Tgk Hasan Ditiro (SERAMBINEWS.COM/ Central Commando Acheh Merdeka)

Karim sangat berkesan bagi Hasan Tiro. Kemana pun dia pergi, Karim selalu dibawa.

Karim mendapat tempat istimewa dalam The Price of Freedom: the Unfinished Diary of Teungku Hasan Di Tiro yang ia tulis semasa berada di medan gerilya.

Bahkan, ketika Hasan Tiro sudah berada di Aceh, salah satu kamp di hutan dinamakan sebagai Karim.

Bocah Karim telah menunjukkan watak tertentu saat berusia empat dan lima tahun.

Ceritanya, ketika Karim dibawa ke sebuah toko permen, segerombolan anak-anak mencoba mencuri permen.

Penjaga toko tidak mengetahuinya. Hasan Tiro yang sedang melihat-lihat beragam permen berpikir untuk melakukan sesuatu.

Tapi belum sempat ia berpikir, telah ada bunyi peluit. Gerombolan itu pun lari pontang-panting. Saat menoleh ke arah bunyi tersebut, ia melihat Karim dengan sebuah peluit di tangannya.

Wanita tua penjaga toko itu pun berterima kasih pada Karim.

Di lain kesempatan, cerita Hasan Tiro dalam buku The Price of Freedom: the Unfinished Diary of Teungku Hasan Di Tiro, Karim diajaknya ke masjid untuk shalat Jumat.

Karim selalu menjadi pandangan orang dan bahkan dipeluk para diplomat yang shalat di gedung PBB, New York.

Diajaknya Karim shalat di tempat itu, untuk membuat dia mengerti akan perintah agama.

Suatu ketika, Hasan Tiro sedang berjalan-jalan dengan Karim di Fifth Avenue, New York.

Banyak orang yang mendekati bocah itu untuk sekedar berbicara atau memegang pipinya.

Bila berjalan-jalan bersama Karim, Hasan Tiro merasa dirinya seperti mendampingi orang penting. Karena putranya selalu menjadi perhatian para pejalan kaki lain.

Di lain hari, Karim ditinggalkan ayahnya di lobi Hotel Plaza.

Hasan Tiro pergi sebentar untuk menelepon seseorang.

Belum selesai menelepon, ia melihat senator Eugene McCarthy, yang kemudian menjadi seorang calon Presiden AS, berbicara dengan Karim.

Senator itu kemudian menghampiri Hasan Tiro untuk memberi pujian kepada Karim.

"Saya harus menghampiri dan berjabat tangan dengan putra Anda, sebab ia terlihat tampan sekali!" kata senator itu.

Mengenang itu semua, Hasan Tiro galau dalam perjalanan pulang ke Aceh memimpin gerilya dalam upaya memproklamirkan Negera Aceh Merdeka.

Tepat 30 Oktober 1976, Hasan Tiro berhasil menyusup ke Aceh dengan sebuah kapal motor kecil.

Ia mendarat dengan selamat di Pasi Lhok, Kembang Tanjong, Pidie. Hasan Tiro meninggalkan segala kemewahaan di New York, Amerika Serikat kemudian memimpin gerilya di Aceh.

Termasuk, Karim kecil dan istrinya Dora, ia tinggalkan di Amerika Serikat.

Sampai saat ini tidak banyak informasi yang terungkap tentang keberadaan Karim di Tiro, anak satu satunya pewaris Hasan Tiro dari perkawinannya dengan Dora, warga Amerika Serikat keturunan Yahudi yang memeluk Islam. Sesuatu yang misteri.

Bagi Hasan Tiro, kelahiran Karim mendapat tempat istimewa di hatinya. Bahkan naskah berjudul drama “The Drama of Achehness History” ia dedikasikan untuk putranya, Karim.

Beberapa informasi menyebutkan Karim di Tiro kini menetap di New York, Amerika Serikat.

Ia telah menjadi seorang akademisi, asisten professor dan mendalami sejarah Amerika.

Sampai akhir hayat ayahnya, Karim tidak pernah muncul ke publik. Kala itu banyak orang di Aceh menunggu kepulangannya. Tapi itu tidak pernah terjadi.

 
9. Di Akhir Perjuangan, Hasan Tiro Kembali ke Pangkuan Tanah Kelahirannya Aceh

Hasan Tiro, Deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM) (SERAMBI/M ANSHAR)

Seperti sudah mendapat panggilan hati, Hasan Tiro akhirnya kembali ke Aceh, tanah kelahirannya setelah 30 tahun hidup terasing di Swedia.

Kepulangannya

Hasan Tiro pulang ke Aceh pada 11 Oktober 2008 ternyata menjadi akhir dari perjuangannya di organisasi GAM.

Pada 2 Juni 2010 Hasan Tiro meninggal setelah 13 hari dirawat di RSUZA.

Sehari sebelum ia menutup mata untuk terakhir kalinya, Pemerintah Indonesia resmi memulihkan status WNI Hasan Tiro.

Surat itu disampaikan Menkopolhukkam Djoko Suyanto kepada perwakilan mantan petinggi GAM, Malik Mahmud dan kerabat dekat Tiro, di Banda Aceh.

Dalam surat itu disebutkan salah-satu pertimbangannya, yaitu alasan kemanusiaan, khusus dan politik.

Pertimbangan lainnya adalah nota kesepahaman damai antara Indonesia dan GAM.

Sebelumnya Hasan Tiro memegang kewarganegaraan Swedia sejak tahun 1979.(*)

Berita Terkini