* Denda Rp 100 Juta, Dicabut Hak Pilih Dua Tahun
* Disambut Tangisan Istri
JAKARTA - Bupati Bener Meriah nonaktif, Ahmadi SE divonis tiga tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan pidana tambahan dicabut hak pilih selama dua tahun sejak menjalani masa hukuman.
Putusan majelis hakim tersebut disampaikan dalam sidang pamungkas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/12).
Vonis itu langsung disambut tangisan istri Ahmadi, Hasanah yang duduk di bangku pengunjung dalam ruang sidang. Sesaat setelah sidang ditutup, Ahmadi mendatangi istri yang tak kuasa membendung tangisan. Keduanya saling berangkulan menahan haru. Hadir dalam sidang tersebut puluhan kerabat Ahmadi dan beberapa pejabat Bener Meriah.
Majelis hakim Tipikor diketuai Ni Made Sudani menyatakan, Ahmadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan cara memberi suap kepada Gubernur Aceh 2017-2022, Irwandi Yusuf sebesar Rp 1,05 miliar. Suap itu terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 di Kabupaten Bener Meriah. Ahmadi dinyatakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Vonis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana empat tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan dan pencabutan hak pilih selama tiga tahun setelah menjalani pidana kurungan.
Majelis hakim menyatakan Ahmadi terbukti memberikan suap secara bertahap kepada Gubernur Irwandi Yusuf, yaitu Rp 120 juta, Rp 430 juta, dan Rp 500 juta.
Terkait hal yang memberatkan, Hakim Ni Made Sudani menyebutkan Ahmadi tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan yang meringankan, Ahmadi bersikap sopan, merasa bersalah dan berjanji tidak lagi mengulangi kesalahan serta masih memiliki tanggungan keluarga yaitu satu istri dan 4 anak, dan belum pernah dihukum.
Menanggapi vonis hakim, Ahmadi yang petang itu mengenakan kemeja coklat muda dengan motif Gayo, mengatakan majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan.
“Pengadilan KPK ini seperti menggunakan kacamata kuda. Semoga ke depan tidak lagi terjadi seperti ini,” kata Ahnadi, sedikit emosi.
Ia menyayangkan fakta yang muncul di persidangan tidak disinggung sedikitpun. Ia menyebut, uang yang dia berikan adalah untuk keperluan meugang, bukan untuk Irwandi Yusuf. “Bencana besar di Aceh kalau uang meugang dianggap psrbuatan korupsi. Meugang di Aceh sudah berlangsung sejak zaman dahulu,” tukasnya. “Saya memberikan uang meugang Rp 500 juta. Sementara uang lainnya, bukan dari saya,” ujar Ahmadi lagi.
Kuasa hukum Ahmadi, Dwi Surya Hadibudi dan Wisnu Wardhana SH, juga menyayangkan pertimbangan majelis yag mengabaikan fakta di persidangan. “Dalam sidang, Irwandi Yusuf menyatakan tidak pernah memerintahkan Saiful Bahri mencari uang. Irwandi Yusuf juga tidak pernah menerima uang dari Ahmadi. Kalau disebut uang suap untuk mendapatkan proyek DOKA, tidak ada kontraktor Bener Meriah yang ikut tender,” ujar Budi.
Terhadap putusan hakim, baik Ahmadi dan kuasa hukumnya menyatakan masih pikir-pikir. “Saya akan konsultasikan lagi dengan penasihat hukum terkait putusan ini,” ujar Ahmadi.
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bener Meriah, Tgk Sarkawi menyempatkan diri menngunjungi Ahmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin kemarin. Keduanya juga menikmati makan siang bersama, setelah menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid pengadilan.
Tgk Sarkawi dan Ahmadi makan nasi bungkus yang dipesan dari warung dekat gedung pengadilan. Saat makan, mereka duduk bersila, bersama-sama dengan sejumlah kerabat dan rombongan, termasuk Ketua KIP Bener Meriah, Muhtaruddin.