SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Penetapan kembali Malik Mahmud Al-Haythar sebagai Wali Nanggroe Aceh Periode 2018-2023, mendapatkan beragama tanggapan dari kalangan masyarakat Aceh.
Pantauan Serambinews.com di media sosial Facebook dalam beberapa hari terakhir, pembicaraan seputar penetapan Wali Nanggroe X (kesepuluh) ini menimbulkan tanda tanya, karena dianggap tidak dilakukan secara terbuka dan transparan.
Diberitakan Serambi Indonesia edisi Kamis (13/12/2018), penetapan Tgk Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe X dilakukan oleh Majelis Tinggi Lembaga Wali Nanggroe (LWN), yakni Majelis Tuha Peut, Tuha Lapan, dan Majelis Fatwa pada, 7 Desember 2018.
Penetapan tidak melalui proses pemilihan melainkan kesepakatan antartiga Majelis Tinggi, karena satu dari empat unsur panitia (komisi) pemilihan, yakni 23 ulama perwakilan kabupaten/kota di Aceh belum dikukuhkan.
Badan Musyawarah (Banmus) DPRA juga telah menggelar rapat dan memutuskan jadwal rapat paripurna istimewa pengukuhan Wali Nanggroe X pada Jumat (14/12/2018) malam, di Gedung DPRA.
“Alhamdulillah, sudah kita sepakati bersama jadwalnya, Jumat malam ya. Teknisnya nanti akan diatur oleh sekwan,” kata Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA yang juga anggota Banmus DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky, Rabu (12/12/2018) kepada Serambi seusai rapat itu.
Baca: Majelis Tinggi WN Sepakat Malik Mahmud Jabat Kembali Wali Nanggroe Periode 2018-2023
Meski sudah ditetapkan dan sudah ada jadwal pengukuhan, tetap saja ada suara yang mempertanyakan mekanisme pemilihan dan penetapan Wali Nanggroe Aceh ini.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah uji baca Alquran yang tidak diberlakukan dalam proses pencalonan Wali Nanggroe.
“Sungguh naif jika ada yang berasumsi bahwa uji kemampuan baca Alquran bagi calon Wali Nanggroe suatu hal yang menjatuhkan wibawa Wali Nanggroe,” kata Musannif Sanusi SE, Wakil Ketua Komisi VII (Bidang Agama dan Kebudayaan) DPR Aceh, melalui siaran pers kepada Serambinews.com, Kamis (13/12/2018).
Dalam siaran pers yang dikirim melalui Mustafa Husen Woyla, Musannif menjabarkan aturan di Aceh yang mewajibkan hampir semua lembaga untuk menguji kemampuan Alquran bagi calon siswa, hingga figur yang ingin menduduki jabatan tertentu.
“Telah termakhtub dalam Qanun Aceh Nomor 3 tahun 2008 pada Pasal 13 ayat (1) butir c, tentang kewajiban bakal caleg DPRA dan DPRK serta balon kepala daerah mampu membaca Alquran,” ungkap Musannif.
Baca: Alquran dan Wibawa Wali Nanggroe
Baca: Apa Karya Sebut Malik Mahmud tak Jalankan Fungsi
“Begitu juga di sejumlah lembaga pendidikan di Aceh mulai dari SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi mewajibkan tes kemampuan membaca Alauran. Bahkan, seleksi penerimaan calon Taruna Akademi Kepolisan (Akpol) pun diwajibkan mengikuti tes baca Alquran bagi muslim,” imbuhnya.
Musannif kemudian mengutip pernyataan mantan Kapolda Aceh, Irjen Husein Hamidi yang menyatakan bahwa tes mampu baca Alquran bagi setiap calon polisi merupakan kebijakan.
Tujuannya, untuk melahirkan polisi yang lebih islami. Ini juga terkait dengan kearifan lokal apalagi Aceh sekarang menerapkan syariat Islam.
Kembali ke sosok Wali Nanggroe, Musannif mengatakan, merujuk kepada Qanun Aceh nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe (LWN), pada Bab V tentang mekanisme Pemilihan Wali Nanggroe Pasal 69, maka calon Wali Nanggroe harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Orang Aceh yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT;
b. Sehat jasmani dan rohani dan telah berumur 40 (empat puluh) tahun hijriah;
c. Dapat berbahasa Aceh dengan fasih dan baik;
d. Dikenal keturunan dan nasab yang baik dan mulia yang nasabnya orang Aceh sampai empat keturunan ke atas;
e. Berakhlak mulia dan tidak dzalim;
f. Berpengetahuan, arif, bijaksana, dan berwawasan luas.
“Tentu pengetahuan di sini, di antaranya mampu membaca Alquran dengan fasih dan baik. Jadi, sungguh naif memang, jika ada yang berasumsi bahwa uji kemampuan baca Alquran bagi calon Wali Nanggroe suatu hal yang menjatuhkan wibawa WN,” ujarnya.
Menurutnya, tes baca Alquran untuk calon Wali Nanggroe ini penting untuk menjawab berbagai pertanyaan dan asumsi di masyarakat yang terkadang menjuru kepada fitnah.
“Karena sampai sekarang masyarakat masih mempertanyakan akan kemampuan Wali Nanggroe saat ini dalam membaca Alquran dengan fasih dan baik, begitu juga wawasan keagamaannya. Jika ada tes, tentu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,” ujarnya.
Musannif berpendapat, berbagai asumsi masyarakat itu lumrah, karena memang tidak ada tes kemampuan membaca Alquran bagi calon WN.
“Jadi, untuk menghilangkan stigma negatif itu, dibuat saja tes. Kan gak lama itu, paling cuma lima menit sudah selesai. Ini juga bentuk keadilan bagi semua lapisan di Aceh,” pungkas Musannif yang juga ketua Yayasan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee.
Baca: Mantan Pejuang MILF Filipina Studi Banding ke Darul Ihsan