Kisah Tsunami 2004

Selamat dari Gulungan Gelombang, Bertemu Ular Raksasa di Atas Pohon

Penulis: Ansari Hasyim
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh saat bencana tsunami terjadi 26 Desember 2004

Manusia lemah, tidak bisa
membantu kita. Hanya Allah swt yang bisa membantu kita". Posisi saya saat itu di sekitar
lapangan bola, kira-kira tujuh puluh lima meter dari tembok tempat saya berdiri semula.
Berarti saya sudah digulung air sejauh tujuh puluh lima meter dalam waktu kira-kira empat
menit bergelut di dalam gulungan air.

Saya dan ibu berpegangan di dalam air dan dibawa arus ke sana-sini. Tiba-tiba hanyut sebatang sebatang pohon besar ke dekat kami. Pohon itu menabrak kami sehingga kami terpisah. Saya hanyut ke arah timur, sedangkan ibu terbawa arus ke arah barat. Saya sempat
melihat ibu tenggelam di telan arus. Baru tiga meter saya dibawa arus ke arah timur, terlihat Marniah yang baru muncul dari dalam air
Saya raih dan saya pegang erat dia. Saya dan adik ini terbawa arus ke arah timur. Kira-kira
lima meter sempat berpegangan tiba-tiba kami
terganjal dan tersangkut di pagar lapangan bola.

Saat itu datang lagi sebuah gelombang besar. Adik terangkat oleh gelombang tersebut dan terhempas ke sebelah pagar. Sementara saya tersangkut di sebelahnya. Tidak lama kemudian saya pun terpental ke sebelah pagar itu oleh hempasan gelombang yang datang berikutnya. Saat saya tersangkut di pagar, datang sebatang pohon menabrak lagi saya.

Saat itu saya terjepit. Agar bisa menolak balok, tas yang berisi dokumern penting terpaksa saya lepaskan. Jam tangan pun saya lepaskan karena tangan terjepit. Saya dan adik diputar-putar oleh arus yang sangat kencang. Adik diputar dan diseret arus kencang ke arah barat sementara saya diseret arus ke arah timur, ke dekat Masjid Pancasila, Kompleks Asrama Mahasiswa Unsyiah.

Ketinggian air di sekitar itu mencapai dua setengah meter. Saya sempat memegang sebuah balok besar dan dibawa arus ke arah timur melalui arah selatan Masjid Amal Muslim Pancasila. Saat itu saya melihat ke arah laut. Terlihat rumah, pohon, binatang ternak, mobil, dan anak-anak yang menangis minta tolong di atas permukaan air. Ada yang hanyut bersama kasur, bersama pohon, dan sebagainya.

Saat itu tidak ada yang bisa membantu. Ada niat untuk membantu orang-orang, tetapi karena air cukup deras tidak ada yang bisa saya bantu. Dari tempat itu saya terus dibawa arus ke arah selatan. Sekitar lebih-kurang seratus meter kemudian, saya sudah berada di dekat pohon besar yang terdapat di sekitar gedung peternakan lama atau di belakang Meunasah Dusun Sederhana.

Di tempat itu saya terdesak dan terjepit oleh puing-puing yang sudah cukup banyak berkumpul. Saat itu, sekitar dua
meter di depan saya, terlihat seekor ular, kira-kira besarnya sebesar pohon pinang, dan ular
itu sudah membuka lebar mulutnya sedang menuju ke arah saya. Saat itu saya berkata,

"Hai ular, kamu makhluk Allah, saya juga makhluk Allah, kita sama-sama yang ingin
menyelamatkan diri". Akhirnya ular itu berpaling dan menuju ke arah lain. Beberapa saat berada di tempat itu saya melihat Azwar sedang mendekati saya dengan cara mengapungkan diri bersama balok-balok. Ketika sudah dekat dengan posisi saya
dia melemparkan seutas tali kepada saya. Saya tangkap segera tali itu.

Dia menarik saya sampai ke pohon besar tersebut. Sampai di bawah pohon besar saya melihat ke atas pohon hendak naik melalui cabang-cabang yang menjuntai ke bawah.
Kami tidak bisa naik melalui batang karena terlalu besar. Saat hendak naik saya melihat
di atas pohon besar itu juga ada seekor ular sebesar botol sirop yang sedang berhadapan
dengan saya.

Ular tersebut seolah-olah hendak menerkam saya. Tampaknya ular tersebut lebih ganas. Saat itu saya berkata kepada ular tersebut seperti yang saya katakan
kepada ular sebelumnya. Ular itu pun berpaling dan naik menuju ke cabang yang
paling atas.

Akhirnya saya dan Azwar naik ke atas pohon itu. Beberapa saat berada di atas pohon itu terasa gempa susulan mengguncang lagi, tetapi tidak sekuat gempa pertama. Saat
itu Azwar sudah turun untuk mencari ibu dan Marniah. Di pohon itu saya hanya sendiri saat itu.

Di bawah pohon itu saya melihat orang orang yang terapung-apung di atas puing
puing. Mereka semua mohon pertolongan. Ketinggian air belum berkurang. Setelah terjadi gempa susulan, muncul
gelombang berikutnya, tingginya kira-kira enam meter. Saya melihat orang-orang yang
tampak terapung tadi tenggelam lagi bersama
gelombang tersebut.

Perasaan saya pohon tersebut berjalan ke arah laut. Saat itu prediksi saya waktu kira-kira pukul 10.30 WIB. Setelah gempa susulan dan hempasn gelombang terakhir saya mendengar azan, entah dari masjid mana saya tidak tahu pasti. Setelah azan itu saya melihat berangsur air surut.

Setelah kira-kira 30 menit, saya turun dari pohon itu melalui cabang-cabang yang menjuntai ke bawah. Ketika saya sampai di bawah air masih tersisa sebatas dada saya. Saya terus berenang ke sana ke sini untuk mencari ibu, dan adik-adik yang belum jelas nasibnya. Posisi saya masih di sekitar Kompleks Peternakan. Cukup banyak saya temukan mayat dan orang terluka dalam kondisi yang sangat mengenaskan.

Mereka tersangkut di antara puing-puing, terjepit di antara balok-balok, terdampar di atas kasur-kasur, dan sebagainya.
Setengah jam kemudian, saya melihat Azwar sedang menarik sebuah sampan.

Halaman
123

Berita Terkini