Kisah Seorang Pria Pemecah Batu yang Tuna Netra Biaya 75 Yatim Piatu hingga Kuliah dan Sudah Kerja
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Siang itu, matahari bersinar terik. Panasnya terasa menyengat kulit.
Dari ujung Jalan Cipinang Jaya II B, Cipinang Besar Selatan, terlihat seorang pria tengah memecahkan batu menggunakan palu.
Ia hanya mengenakan kaus lengan pendek berwarna biru serta topi caping agar terlindung dari teriknya matahari.
Saat didekati, ia ternyata sedang memecah batu bata berwarna abu-abu dan batu bata merah untuk diubah menjadi pasir.
Namanya, Sarono. Pria itu sehari-hari mencari nafkah sebagai pemecah batu.
Namun, ia bukan pemecah batu biasa. Sebab, sejak 18 tahun lalu, Sarono kehilangan penglihatannya.
Kendati demikian, indra yang berkurang ini tak menyurutkan semangatnya untuk mencari rezeki halal.
"1999 sudah rabun parah. 2001 itu sudah enggak melihat total. Kadang saya kecebur got, tabrak tiang listrik, tetapi ambil hikmah semua nikmat Allah," ucap Sarono.
16 tahun memecah batu
Pria 61 tahun ini sejak tahun 2003 menjadi pemecah batu.
Ia memutuskan untuk menjalani pekerjaan tersebut lantaran pekerjaan sebelumnya, baik sebagai pedagang telur asin dan pedagang pisang goreng, tak mendapatkan hasil.
"Dari 2003 saya merenung sambil melamun saya sempat dagang telur asin, pisang goreng, tetapi setelah itu menganggur 3 bulan," kata dia.
Baca: Di Balik Kesuksesan CEO Bukalapak Achmad Zaky, Ada Kesederhanaan Istri, Intip Kisah Cinta Keduanya
Baca: Kisah Camat Darussalam Aceh Besar Menyelesaikan Sengketa yang Berusia 30 Tahun
Baca: Bocah Tunanetra Hafal Al Quran 30 Juz Viral di Medsos, Kisah Perjuangannya Bikin Hati Terenyuh
Sempat terbesit di pikirannya untuk menjadi pengemis ketika itu. Namun, ia sadar bahwa tubuhnya masih bisa bekerja meskipun satu indranya tak berfungsi lagi.
"Sempat tergoda setan buat ngemis tetapi alhamdullillah enggak tergoda. Pas itu saya lagi pulang, ada tumpukan material saya kepentok jatoh. Saya pegang itu batako, saya berpikir 'Ini kan dari pasir akhirnya saya coba getokin'. Nah itu awal mula bagaimana saya jadi pemecah batu," ujar Sarono sembari mengingat-ngingat peristiwa 16 tahun lalu.