SERAMBINEWS.COM, BOGOR - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai kepemilikan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) untuk warga negara asing ( WNA) bisa berbahya untuk keamanan negara.
Bahkan, Fadli menyebut, hal itu merupakan salah satu bentuk penyusupan.
"Enggak bisa lah WNA punya KTP. Kalau bisa seperti itu, bisa membahayakan kehidupan bangsa dan negara. Bisa ada penyusupan dari WNA, lama-lama bisa merubah demografi kita, merubah peta kependudukan kita," kata Fadli, di Bogor, Rabu (27/2/2019).
Fadli Zon menuturkan, persoalan tersebut harus ditangani secara serius. Ia meminta kepada pihak keamanan negara untuk terlibat dalam hal ini.
"Ini bukan persoalan Pilpres, ini persoalan negara karena WNA bisa dapat e-KTP namanya infiltrasi. Harusnya TNI sudah dalami kasus ini. Kita tidak tahu latar belakang mereka, bisa saja mereka tentara," sebut Fadi.
Fadli mengatakan, seharusnya Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) bisa lebih mengawasi keberadaan WNA di Indonesia.
Sebab, dikhawatirkan mereka bisa mendapatkan e-KTP secara ilegal.
"Jadi, kalau ada yang mendapat e-KTP, harus dicek. Apa mendapatkannya ilegal atau legal. Kalau ilegal, artinya harus ada yang diperiksa, sisi keamanan nasional ini sangat membahayakan, karena ada penyusup bisa mendapat e-KTP," tutur dia.
Baca: Gubernur Sumut Edy Rahmayadi Cerita Anaknya Kena Pungli Rp 200 Ribu saat Urus KTP
Sebelumnya, beredar foto KTP elektronik atau e-KTP seorang WNA asal China berinisial GC. Dalam foto itu, GC disebut tinggal di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Sebelumnya, beredar sebuah foto e-KTP WNA berinisial GC.
Beberapa waktu lalu, dikabarkan bahwa seorang warga negara asing (WNA) asal China memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) untuk warga negara asing ( WNA) adalah salah satu bentuk perwujudan sistem single identity number.
Zudan menanggapi viralnya informasi bahwa ada WNA asal China yang memiliki e-KTP dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Ia menjelaskan, sistem tersebut memungkinkan seorang WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik, seperti perbankan dan fasilitas kesehatan.
"Kalau single identity number untuk pelayanan publik kan. Orang asing juga dapat pelayanan publik di Indonesia, bank, dia mau sekolah, pelayanan di rumah sakit," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.
Baca: Laki-laki Vietnam Ini Buat Tatto ID Card di Lengannya, Alasannya karena Kesal Selalu Lupa Bawa KTP
Meski berhak mengakses pelayanan publik, ia menegaskan bahwa WNA tidak diberikan hak politik.
Hak politik adalah hak untuk memilih di pemilu serta hak untuk dipilih.
"Yang tidak diberi adalah hak-hak politik, tidak boleh memilih dan tidak boleh dipilih," kata Zudan.
Zudan mengatakan, e-KTP untuk WNA merupakan perintah undang-undang.
Hal itu tercantum dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan menyebutkan, "Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP".
Baca: Haji Uma Ungkap 12 TKI Aceh Terjebak dan Dipekerjakan tak Manusiawi di Malaysia, Ini Identitasnya
Sebelumnya, beredar foto KTP elektronik atau e-KTP seorang WNA asal China berinisial GC.
Dari foto yang beredar, e-KTP GC tercantum dengan NIK 320*************. Dalam foto itu, GC disebut tinggal di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Penjelasan Kemenkumham
Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Bambang Wiyono menjelaskan, Izin Tinggal Tetap (ITAP) merupakan syarat bagi Warga Negara Asing (WNA) untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Bambang mengingatkan, kewajiban WNA memiliki e-KTP diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
"Aturan soal WNA dengan kondisi tertentu wajib punya e-KTP ada di Pasal 63," kata Bambang kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.
Ia memaparkan, Pasal 63 ayat 1 menjelaskan bahwa orang asing yang wajib memiliki e-KTP adalah yang berusia 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin dan memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP).
Baca: Soal Dalang Kerusuhan 1998, Kivlan Zen Tantang Wiranto Debat di TV
Menurut Bambang, masa berlaku ITAP selama lima tahun.
Prosedur dan syarat kepengurusan ITAP diatur secara ketat mengacu pada sejumlah instrumen hukum.
Beberapa di antaranya seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2016 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015.
"(Izinnya) bisa nanti dalam periode tertentu diperpanjang. Itu boleh bikin e-KTP," ungkap Bambang.
Namun Bambang menegaskan, WNA yang memiliki e-KTP tak memiliki hak memilih dalam pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia.
"Dia tidak punya hak memilih, dia enggak bisa ikut Pemilu, gitu," katanya.
WNA, kata dia, juga wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti e-KTP paling lambat 30 hari sebelum tanggal masa berlaku ITAP berakhir.
Menurut Bambang, seorang WNA bisa saja memiliki e-KTP yang berlaku seumur hidup dan hak memilih apabila dia menjalani proses naturalisasi sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
"Kalau misalnya, dia punya istri WNI, kita proses naturalisasi, dia jadi WNI, dia boleh bikin e-KTP melalui proses naturalisasi, karena dia kan jadi WNI, warga negara asing itu. Itu bisa," katanya.
Baca: Imigrasi Langsa dan Kanwil Kemenkumham Aceh Awasi Orang Asing Pada Dua Perusahaan di Aceh Timur
Sebelumnya Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh memastikan, e-KTP yang dimiliki WNA tak akan bisa digunakan untuk mencoblos saat pemilu.
Sebab, e-KTP tersebut memiliki perbedaan dengan milik WNI.
Dalam e-KTP WNA itu diberi keterangan yang menunjukkan negara asal pemiliknya.
"Misalnya orang Malaysia, orang India, oramg Arab, itu ditulis dalam KTP Elektroniknya. Sehingga kalau di bawa ke TPS orang langsung tahu dibaca KTP-nya oh ini warga negara asing, harus keluar dari TPS," kata Zudan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Selain itu, e-KTP yang diterbitkan kepada WNA memiliki batas waktu tertentu. Hal ini berbeda dengan e-KTP WNI yang berlaku seumur hidup.
Ia memastikan persyaratan itu tidak akan mudah dipenuhi.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fadli Zon Sebut e-KTP untuk WNA Bentuk Penyusupan"
Baca: Saya Makin Dapat Kekuatan, Kata Prabowo pada Deklarasi Ribuan Purnawirawan TNI/Polri untuk Dirinya