Ghazali Abbas: Siapapun Presiden PSN di Aceh Harus Berlanjut dan Tuntas Demi Kemaslahatan Rakyat

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siapapun Presiden PSN di Aceh Harus Berlanjut

ANGGOTA DPD RI Perwakilan Aceh Ghazali Abbas Adan mengatakan kerja profesional dan proporsional sebagai anggota parlemen (DPD RI) dalam kaitannya dengan tugas reses, tidaklah berbanding lurus dengan urusan pribadi sebagai peserta pemilu legilatif 17 April 2019.

Apalagi sampai menunggangi agenda reses dengan perilaku dan rupa-rupa akting diluar tupoksi berparlemen. Kendati itu menjurus kepada pendistorsian eksistensi dan fungsi parlemen yang nyata-nyata bagian dari upaya sekedar mendongkrak pencitraan untuk tujuan elektabilatas demi keberlanjutan status sebagai anggota parlemen di Senayan.

“Tetapi harus dipahami dan dilakoni bahwa sesungguhnya reses itu adalah tugas konstitusional yang dilaksanakan sesuai tupoksi parlemen, profesional dan proporsional, yakni berkaitan dengan legislasi, budgeting, dan kontrol. Dimana kumulasinya adalah representasi demi mewujudkan kemaslahatan rakyat banyak. Bukan untuk orang per-orang dan/atau kelompok, apalagi dengan mengedepankan karakter pamer dan ria,” kata Ghazali Abbas.

Mantan anggota MPR/DPR RI mewakili daerah Aceh periode 1992-2004 ini mengungkapkan hasil dari kerja profesional dan proporsional demikian maka resume dan saripati reses dirinya telah disampaikan dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Sidang V DPD RI 2018/2019, Selasa (30 April 2019) yang dipimpin Wakil Ketua DPD RI Dr Nono Sampono.

Adapun resume dan saripatinya sebagai berikut :
Pertama. Undang-undang No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) adalah elaborasi dari pasal 18B ayat (2) UUD 1945 tentang kekhususan (lex specialis) satu daerah di Indonesia. Di mana pasal 192 UUPA tersebut menegaskan bahwa zakat adalah faktor pengurang pajak penghasilan bagi warga negara Indonesiayang beragama Islam di Aceh.

“Artinya WNI muslim di Aceh tidak membayar ganda sekaligus ketika mendapatkan penghasilannya, yakni jumlah zakat yang dikeluarkan mengurangi pajak penghasilan yang wajib dikeluarkannya. Tetapi faktanya sampai saat ini pasal 192 tersebut belum dapat dilaksanakan di Aceh,” kata Ghazali. Berdasarkan fakta ini maka dalam masa resesnya Ghazali Abbas bersilaturrahmi dan berdiskusi dengan Kepala Biro Hukum Setda Aceh Dr Amrijal J Prang SH LLM dan jajarannya. Dalam diskusi tersebut melahirkan kesepahaman akan perlunya judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap pasal 192 UUPA niscaya diperkuat sehingga pasal 192 UUPA tersebut serta merta dijadikan sebagai asas legalitas pemberlakuannya terhadap kaum muslimin wajib zakat dan wajib pajak di Aceh.

Kedua. Tujuan dana desa yang dikeluarkan pemerintah pusat yang setiap tahunsemakin meningkat adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa. Tujuan ini akan terwujud apabila pengelolaan dan pemanfaatan dana desa itu benar-benar dilakukan oleh aparat dan masyarakat desa secara dinamis dengan tetapmengacu pada mekanisme baku. Diantaranya peraturan Bupati/Wali Kota dan Kementerian terkait yang diimplementasikan melalui musrenbang desa yang melibatkan seluruh masyarakat. Dan programprogram yang dibuat itu jugaberdasarkan skala prioritas yang dibutuhkan oleh masyarakat di desa tersebut.

“Hanya saja faktanya tidak semua desa dapat melakukan hal demikian. Ini disebabkan kapasitas aparat desa yang masih terbatas, disamping masih sering terjadinya perubahan regulasi dari pemerintah pusat yang menyebabkan aparat dan masyarakat desa tidak memiliki panduan kongkrit ketika menyusun program pembangunan di desanya,” ungkap Ghazali Abbas.

Dengan fakta seperti ini Ghazali Abbas juga bersilaturrahmi dan diskusi di bebarapa kantor kecamatan yang melibatkan aparat desa dan juga masukan dari Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong dan jajaran di beberapa Kabupaten di Aceh. Menurut Ghazali Abbas dinamika regulasi yang demikian semestinya dilakukan pelatihan secara terus menerus terhadap aparat desa. Selain itu adanya study banding ke daerah-daerah yang sudah berhasil mewujudkan inovasi pemanfaatan dana desa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan anggaran dari pemerintah pusat.

“Di sisi lain dikarenakan beban kerja yang bertambah maka gaji dan pendapatan aparat desa jugaharus ditingkatkan paling kurang sesuai UMR dan anggarannya bersumber dari APBN,” ungkap Ghazali Abbas.

Ketiga. Lapangan kerja bagi angkatan kerja baru adalah persoalan yang mengemuka di seluruh daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Pidie. Sekaitan dengan persoalan ini juga dalam agenda reses Ghazali Abbas bersilaturrahmi dan berdiskusi dengan jajaran Dinas Tenaga Kerja Pidie dengan thema diskusi “Upaya Memberi Peluang Kerja Bagi Angkatan Kerja Baru di Kabupaten Pidie”. Dalam diskusi tersebut Mantan Abang Jakarta ini mendapat penjelasan bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pidie, sesuai tupoksinya telah berupaya membuka lapangan kerja bagi angkatan kerja baru.

Diantaranya dengan melakukan pelatihan berkaitan dengan industri rumah tangga termasuk keterampilan tentang hal-hal tertentu dalam proses pembangunan daerah. “Namun untuk memaksimalkan dan keberlangsungan program tersebut selalu terkendala dengan anggaran. Terhadap hal ini selain anggaran dari APBK yang terbatas, juga terkendala apabila mengusulkan dana alokasi khusus (DAK) dari pusat,” jelas Ghazali Abbas.

Anggota Komite IV DPD RI yang membidangi keuangan dan pembangunan ini mengungkapkan Dinas Tenaga Kerja Pidie dalam kaitannya dengan dana transfer pemerintah pusat, mengharapkan niscaya pemerintah pusat dapat memperhatikan dan merespons usulan DAK untuk tujuan pelatihan tenaga kerja itu. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Pidie tidak memiliki dana yang memadai untuk berbagai keperluan pembangunan tanpa adanya dana transfer dari pemerintah pusat.

“Karena memang di Kabupaten Pidie boleh dikatakan tidak memiliki sumber pandapatan asli daerah (PAD) untuk menambah kas dalam rangka melaksanakan berbagai program pembangunan itu. Termasuk juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam kaitannya dengan ketrampilan kerja sekaligus bantuan modal ketika melakoni suatu usaha dari keterampilan yang sudah dimiliki,” ungkap Ghazali Abbas.

Keempat. Konsisten dengan semangat Nawa Cita ketiga pemerintah pusat, dengan program pembangunan Indonesia dari pinggir dan Aceh adalah daerah paling pinggir Indonesia. Maka sangat wajar dan semestinya pemerintah pusat menaruh perhatian yang nyata terhadap pembangunan di Aceh. Ghazali Abbas menambahkan pemerintah dan masyarakat Aceh menyambut gembira adanya beberapa proyek strategis nasional (PSN) hasil usaha bersama dengan sungguh-sungguh dan terus menerus di tingkat pusat yang anggarannya bersumber dari APBN di Aceh.

“Diantaranya adalah pembangunan bendungan Tiro dan Rukoh di Kabupaten Pidie yang merupakan satu Kabupaten di Aceh yang sebagian besar masyarakat mendapatkan sumber kehidupan dari sektor pertanian,” kata Ghazali Abbas. Mantan anggota MPR/DPR RI mewakili daerah Aceh periode 1992-2004 menjelaskan dengan dibangunnya dua bendungan tersebut, kelak niscaya masyarakat Pidie akan dapat mengelola dan mengairi 19000 hektar sawah dengan teratur dan terprogram dikarenakan adanya ketersediaan air kapan saja mereka butuhkan.

“Oleh karena itu masyarakat Kabupaten Pidie sebagaimana mengemuka dalam silaturrahmi dan diskusi dengan Kepala BAPPEDA dan Dinas PUPR Kabupaten Pidie beserta jajarannya sangat mengharapkan, siapapun yang menjadi kepala pemerintahan (Presiden dan Wakil Presiden), embangunan dua bendungan itu haruslah terus berlangsung. Sehingga dalam waktu yang tidak begitu lama lagi akan menjadi kenyataan demi kemaslahatan rakyat, Insya Allah,” pungkas Ghazali Abbas Adan

Berita Terkini