“Ini kapal besar luar negeri pertama yang berlabuh, jadi beratnya itu sampai 8.000 DWT, sedangkan kapasitas kita hanya 5.000 DWT, tapi itu tidak masalah karena kita menyesuaikan dengan kondisi laut, jika kondisi laut baik kita akan sandarkan, jika tidak maka akan kita bongkar dengan kapal kecil,” kata petugas tersebut.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Rosniar yang dihubungi Serambinews.com, Senin (5/8/2019) mengatakan jika izin perusahaan yang akan melakukan bongkar muat tiang pancang milik PLTU tersebut masih sedang dalam proses.
“Lagi diproses (izin perusahaan bongkar-red),” katanya kepada Serambinews.com.
Ia menambahkan, untuk melakukan pekerjaan bongkar muat perusahaan tersebut harus memiliki izin lengkap.
Namun dirinya mengaku tidak tahu apakah perusahaan tersebut sudah memiliki izin dari Kementerian.
“Kalau di kita lagi diproses, tadi diantar berkas, untuk lebih jelasnya tanyakan saja kepada Syahbandar ya, tapi mereka punya izin dari Kementerian mungkin,” katanya tanpa bisa memberi kepastian.
Rosniar menerangkan, pekerjaan tersebut juga tidak akan memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada Pemkab Aceh Jaya.
Lihat juga:
Baca: Polisi Diminta Panggil Manajer PLTU
Baca: Lakukan Aksi Protes, Warga Tutup Semua Saluran Air PLTU Nagan Raya
Baca: PLTU Dinilai tidak Peka
“Sebenarnya itu tidak ada PAD untuk kita, karena hanya proses bongkar, bukan pengiriman,” pungkasnya.
Proses Bongkar Muat Dihentikan
Sementara itu, proses bongkar muat tiang pancang yang akan digunakan untuk melakukan pembangunan PLTU 4 dan 5 juga dikabarkan terhenti dikarenakan ada penolakan dari warga desa setempat.
Nailan, Staf Syahbandar Pelabuhan Calang, yang dijumpai awak media di ruang kerjanya membenarkan proses bongkar muat barang sudah dihentikan oleh pihak rekanan untuk sementara waktu.
"Memang belum dibongkar, informasi di lapangan belum dibongkar, dan untuk sementara ditunda dulu, namun penyebabnya bukan karena masalah penolakan dari warga, tapi karena upah bongkar muat barang diminta dinaikan oleh para buruh," ujar Nailan. (*)