Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Insiden keributan antara masyarakat dengan pria yang mengaku pemilik tanah lokasi pembangunan jembatan hingga berujung perusakan satu unit mobil di Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Minggu (1/9/2019) merupakan buntut sengketa lahan di sana.
Kasus ini sebenarnya sudah pernah mencuat dan ditangani Pemerintah Kota Subulussalam namun sampai sekarang ternyata tak tuntas alias mandek.
Sayangnya, meski kasus sengketa lahan ini sudah pernah sampai ke Pemerintah Kota Subulussalam dan beberapa kali dilakukan rapat ternyata tak kunjung selesai sehingga menjadi bom waktu yakni timbulnya insiden siang tadi.
Beruntung, dalam insiden yang melibatkan puluhan masyarakat Dah tidak menimbulkan kontak fisik.
Sebagaimana pernah diberitakan 2016 lalu, sebuah kabar mengejutkan berembus dari sebuah desa Dah, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam.
Tanah perkampungan tersebut kini digugat oleh orang yang mengklaim sebagai ahli waris pemilik tanah terkait.
”Tanah kami sedang digugat sama ahli waris pemilik tanah,” kata Panjang, salah seorang warga Dah kepada serambinews.com, Rabu (18/5/2016) di Kantor Wali Kota Subulussalam.
Gugatan tersebut kabarnya dilayangkan kepada bagian Tata Praja Setdako Subulussalam serta instansi terkait lainnya disertai surat-surat pendukung. Tanah yang digugat seluas sekitar 17 hektare.
Dulu, tanah tersebut merupakan pasar tradisional sejak 1982 sekaligus perkampungan masyarakat.
Akibat gugatan itu, puluhan warga mendatangi kantor Wali Kota Subulussalam untuk menghadiri mediasi penyelesaian sengketa tanah perkampungan di ruang Sekretaris daerah (Sekda) Subulussalam.
Malim Sabar, kepala Desa Dah kala itu mengatakan ratusan jiwa penduduknya hidup dalam kecemasan lantaran lahan perkampungan yang telah mereka tempati sejak puluhan tahun silam tiba-tiba digugat Bahrumsyah Bancin ahli waris pemilik tanah.
“Masyarakat saya hidup dalam kecemasan karena persoalan tanah,” kata Malim Sabar, Kepala Desa Dah, kepada wartawan, Rabu (18/5/2016). Kata Malim Sabar
Malim Sabar didampingi perangkat desa dan tokoh masyarakat Dah menjelaskan bahwa lahan yang persoalkan itu seluas 17,8 hektar.
Di areal tersebut kini terdapat 140 unit rmah penduduk, dua unit masjid, satu unit sekolah, rumah ibadah suluk, madrasah dan fasilitas lainnya.
Lahan ini juga dikabarkan telah pernah dijual pemiliknya kepada PT Hargas Industri Indonesia sekitar tahun 1969-1970. PT HII adalah satu satu perusahaan yang bergerak di bidang tata usaha perkayuan.
Lebih jauh dijelaskan, lahan yang digugat ini mulai didiami masyarakat tahun 1980 dan pada tahun 1982 menjadi pasar tradisional bersamaan masuknya Unit Permukiman Transmigrasi SP IV Dah yang kini menjadi desa definitif bernama Sepadan.
Karenanya, masyarakat terkejut munculnya gugatan orang yang mengaku ahli waris pemilik tanah. Apalagi, saat orang tua penggugat masih hidup tidak pernah ada sengketa atau konflik.
Selain itu, lanjut Malim Sabar, warga di sana juga telah mendapat alas hak tanah pertapakan mulai surat kepala desa, akta hingga sertipikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Malim Sabar menambahkan, kasus sengketa lahan ini telah dua kali disidangkan masing-masing tanggal 6 Oktober 2015 dipimpin Assten I Sazali dan kedua dipimpin Sekdako Subulussalam Damhuri pada Rabu (18/5) lalu.
Namun dalam rapat itu belum membuahkan hasil kecuali akan dilakukan pengecekan ke lapangan atau identifikasi dan verifikasi.
Sayangnya, lanjut warga belum jelas kapan proses tersebut dilakukan. Warga berharap agar segera dituntaskan jangan sampai menimbulkan persoalan besar.
Baca: Massa Rusak Mobil Isuzu MUX di Dah Subulussalam, Begini Kronologis Lengkap Menurut Polisi
Kepala bagian tata praja dan pemerintahan (Kabag Tapem) Setdako Subulussalam M Ali Tumanggor mengatakan, pihaknya belum dapat mengambil kesimpulan menyangkut sengketa tanah terkait sebelum turun ke lapangan.
Sebab, lanjut Ali, tanah seluas 17.8 hektare yang dipersoalkan ahli waris juga tidak jelas titiknya. Pihak ahli waris tidak bisa menunjukan dimana sebenarnya letak tanahtersebut.
Mereka hanya menunjukan surat-surat kepemilikian berupa segel 3000 tahun 1970 bahkan ada yang di bawahnya.
Sebenarnya, asal mula sengketa menurut Ali Tumanggor berawal dari proyek pembangunan jembatan. Namun pihak ahli waris menyatakan juga pernah mengajukan ganti rugi pada masa kepala bagian tata praja sebelumnya di era Lidin Padang atau sekitar tahun 2009-2010 silam.
Ali Tumanggor mengatakan, jika memang lahan yang digugat tersebut berada di perkampungan penduduk dan terdapat fasilitas pemerintahan maka akan disimpulkan sikap pemko selanjutnya.
Sejauh ini, Ali mengaku pihaknya masih berada dalam posisi netral.”Intinya kami baru bisa bersikap kalau sudah turun dan teridentifiasi mana tanah yang bermasalah sekarang titiknya aja tidak jelas. Kita sudah minta BPN turun. Karena tinggal BPN kapan mereka siap, harusnya ini secepatnya biar tuntas,” ujar Ali Tumanggor.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah insiden melibatkan ratusan masyarakat hingga pengrusakan satu unit mobil dilaporkan terjadi di Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Minggu (1/9/2019) siang.
Menurut informasi, peristiwa tersebut dipicu adanya kata-kata kasar terhadap masyarakat di desa tersebut.
Kronologis kejadian berawal sekitar pukul 11.00 WIB siang tadi, seorang pria berinisial BB bersama tiga saudaranya yang mengaku pemilik tanah tempat proyek pembangunan jembatan di sana.
Pria BB datang dan melarang aktivitas excavator yang sedang berkerja di sana. Lantas kata Dagar ada upaya menghentikan kegiatan proyek.
Diakui saat kejadian, Dagar tidak berada di lokasi namun informasi pemicu insiden ia dapat dari masyarakat di sana.
Menurut Dagar, persoalan terjadi akibat adanya kata-kata kasar bahkan mengarah pada penghinaan terhadap masyarakatnya.
Kata kasar itu muncul dari warga yang mengaku pemilik tanah lokasi pembangunan Jembatan Dah. ”Memang ada peristiwa tadi, warga marah karena dikatain dengan kata tak senonoh,” kata Dagar.
Dagar menjelaskan, warganya marah lantaran dikataian seperti hewan bahkan adanya ungkapan agar rumah penduduk setempat dibakar.
Bukan hanya itu, ada pula informasi jika salah satu rekan BB membawa pistol dan mengancam tembak. Hal inilah yang memicu kemarahan masyarakat di sana.
Apalagi, kampong Dah ini pernah dibakar kala konflik Aceh bergolak tahun 2002 silam sehingga masyarakat menjadi emosi kala mendengar kata ‘bakar’.
Nah adanya kata tak senonoh ini membuat massa beringas hingga merusak mobil milik BB bahkan jika saja tidak melarikan diri bisa-bisa menimbulkan bentrok fisik.
Sebenarnya, kata Dagar jika pun tanah lokasi proyek jembatan milik BB tidak seharusnya mengeluarkan kata-kata tak senonoh terhadap masyarakat.(*)
Baca: Pencuri yang Pecahkan Kaca Mobil dan Bawa Kabur Rp 100 Juta di Aceh Barat Ditangkap di Banda Aceh
Baca: Kejuaraan Tinju se-Sumatera Piala Pangdam IM Siap Digelar, Ini Kelas Yang Dipertandingkan
Baca: Kisah Pemburu Babi Asal Nias di Aceh Timur, Dijual Ya, Makan tidak, Ini Alasannya