Safwan Idris Ditembak

Kisah Hidup Prof Safwan Idris, Mutiara Darussalam yang Hilang dalam Pusaran Konflik Aceh

Penulis: Ansari Hasyim
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

alm Prof Safwan Idris

Para dosen dan staf IAIN diajak dengan keras oleh Safwan untuk melakukan salat dhuhur berjamaah dalam rangka mengasah jiwa membangun silaturahmi serta interaksi antara dosen, mahasiswa, dan segenap karyawannya.

Kegiatan akademik di ruang kuliah pada tengah hari dialihkan ke masjid dengan kegiatan ekstrakulikuler, secara bergilir dosen-dosen senior diminta mengisi ceramah bebas usai salat dengan bobot ilmiah, bahkan sering dilanjutkan dengan diskusi antarsesama jamaah. Demikian upaya gigihnya dalam mewujudkan IAIN Ar-Raniry sebagai the centre of excellent.

Dalam hal mempersiapkan sumber daya insani, selama masa kepemimpinannya (1996-2000), Safwan mengirim lebih dari 100 tenaga pengajar/dosen untuk menyelesaikan program magister dan program doktor pada berbagai perguruan tinggi terbaik di dalam serta luar negeri (Amerika Serikat, Kanada, Australia, Belanda, Mesir, dan Malaysia).

Safwan juga menambah beberapa program studi baru dan kurikulum yang lebih seimbang antara ilmu agama dan pengetahuan umum.

Dekat dengan rakyat

Safwan dikenal sosok yang selalu dekat dengan masyarakat, baik dalam pergaulan maupun berdakwah ke segala lapisan masyarakat, kalangan atas maupun bawah, dengan bahasa yang sangat lembut, mulia, yang merasuk ke dalam jiwa pendengarnya.

Dalam berdakwah, Safwan berpegang pada Alquran surah An-Nisa ayat 63, yang memerintahkan pada pendakwah mengatakan sesuatu dengan perkataan yang membekas pada audiensnya.

Ia memahami betul bahwa bahwa ajaran Islam sarat dengan nilai psikologis, seperti konsep niat, ikhlas, tawakal, khusyuk, dan ridha. Ketika Safwan ditembak dua pria yang bertamu ke rumahnya di pagi subuh berdarah itu, banyak kalangan yang waktu itu menilai penyelesaian damai di Aceh akan terhambat.

Ini karena peran Safwan dalam Forum Aksi Ulama Aceh, yang bertujuan memberi masukan bagi penyelesaian krisis di Aceh, cukup dominan. Dan ternyata, kekhawatiran itu terbukti. Darurat militer dan darurat sipil diberlakukan, tapi rasa takut bagi masyarakat Aceh masih terus menghantui.

Khusus dalam menyingkap konflik horizontal Aceh itu, atas pertikaian yang tak kunjung reda antara RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), solusi idealnya hanya dengan menggagas pelaksanaan syariat Islam sebagai tindak lanjut pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah.

Dan, solusi seperti itulah yang juga didambakan oleh Safwan, dalam rangka terciptanya masyarakat madani (civil society), yang bermuara pada tatanan suatu negeri "baldatun tayyibatun warrabbun ghafur". Tapi takdir bekata lain.

Safwan Idris meninggal pada 16 September 2000 setelah ditembak dua pria yang datang ke rumahnya di Jalan Alkindi, Kopelma Darussalam, Banda Aceh. Sang Mutiara Darussalam itu pergi di tengah pusaran konflik Aceh yang tengah mendidih. Kepergiannya diiringi sejuta air mata dan tangisan rakyat Aceh.(*)

Berita Terkini