Safwan Idris Ditembak

Saat Ditembak, Prof Safwan Idris tak Sempat Lihat Cucu Pertamanya Lahir, Diberi Nama Mirip Almarhum

Penulis: Subur Dani
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cucu Prof Safwan Idris, Muhammad Safwan Safrul (kanan) foto bersama ibunya Kausari Safwan (anak dari Prof Safwan Idris). Safwan Safrul lahir beberapa jam setelah tertembak sang kakeknya itu. Foto Dokumen Pribadi/Kolase Serambinews.com

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Tragedi tertembaknya Prof Safwan Idris, Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang berubah statuta menjadi UIN Ar-Raniry) tercatat sebagai sejarah kelam masyarakat Aceh.

Hari ini, 19 tahun lalu, tepatnya 16 September 2000, Sang Profesor meninggal dunia setelah timah panas menyasar rahang bawah hingga tembus ke belakang kepalanya.

Cendikiawan yang juga ulama Aceh tersebut roboh, darah mengalir dari wajahnya hingga bercucuran di lantai. Pagi itu, menjadi pagi berdarah.

Baca: Kisah Hidup Prof Safwan Idris, Mutiara Darussalam yang Hilang dalam Pusaran Konflik Aceh

Baca: Hari Ini 19 Tahun Lalu, Rektor UIN Ar Raniry Prof Safwan Idris Ditembak Dua Pria di Rumahnya

Baca: Ular Piton Raksasa Hangus Akibat Kebakaran Hutan hingga Fakta Sebenarnya Potret Orang Utan

Profesor Safwan ditembak sadis oleh pelaku di rumahnya, di Jalan Alkindi, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Ironisnya, hingga kini, pihak kepolisian belum mampu mengungkap tabir kasus pembunuhan itu.

Dua pria yang datang ke rumahnya pagi itu, tak diketahui rimbanya hingga saat ini.

Padahal diyakini, pria itulah yang menghabiskan nyawa Sang Profesor.

Berpulangnya Prof Safwan dalam tragedi itu, menjadi kisah pilu masyarakat Aceh.

Terlebih civitas akademika IAIN Ar-Raniry saat itu.

Mereka kehilangan sosok pimpinan yang dikenal bijak dan visioner dalam memimpin kampus.

Profesor Safwan diakui adalah pemimpin yang kala itu sedang berusaha membawa kampus tersebut mengukir prestasi.

Cita-cita Prof Safwan ingin menjadikan IAIN Ar-Raniry sebagai gerbang ilmu agama dan pendidikan umum bagi generasi Aceh.

Ada kisah haru lainnya di balik tragedi penembakan tersebut.

Hari itu, ternyata anak pertama Prof Safwan bernama Kausari Safwan yang dipersunting oleh Safrul Muluk Phd (kini Dosen UIN Ar-Ranriy), melahirkan seorang anak.

Itu adalah anak pertama pasangan Safrul Muluk dan Kausari Safwan.

Si buah hati juga menjadi cucu pertama Sang Profesor.

Namun, belum sempat melihat sang cucu lahir ke dunia, Prof Safwan Idris lebih dulu berpulang ke Rahmatullah dalam tragedi memilukan tersebut.

Safrul Muluk yang juga menantu Prof Safwan, kepada Serambinews.com, Senin (16/9/2019) berkisah, istrinya Kausari Safwan saat itu sudah mulai hamil besar, tinggal menunggu hari untuk melahirkan.

"Kami baru pulang dari Canada, saya baru selesai S2 di McGill University. Kami pulang 20 Agustus 2000, kejadian Bapak kan tanggal 16 September, jadi pas sebulan sebelum kejadian itu lah kami tiba di Aceh," katanya.

Saat pulang ke Aceh, Safrul bersama istri tinggal serumah dengan mertuanya, Prof Safwan.

"Kamar kami memang di depan, dekat dengan ruang kerja atau ruang tamu tempat Bapak ditembak," kata Safrul.

Namun, saat kejadian itu, Safrul dan istrinya Kausari Safwan tidak berada di rumah.

Sehari sebelum kejadian, Jumat 15 September Safrul sudah memboyong istrinya ke klinik di kawasan Jambo Tape, Banda Aceh.

"Karena kan sudah hamil besar dan tinggal tunggu hari, jadi ya kami ke klinik terus sehari sebelum kejadian itu," katanya.

Di hari kejadian tersebut, paginya ada yang aneh kata Safrul.

Biasanya, ada orang rumah yang mengantar nasi untuk Safrul dan istri di klinik.

"Tapi hari itu tidak ada, tiba-tiba pukul 10 datang adik mamak ke klinik. Beliau mengabarkan bahwa Bapak ditembak di rumah dan sudah meninggal," kisah Safrul.

Safrul tak sanggup menahan tangis, namun dia tetap tegar dan belum berani menyampaikan kepada istrinya, Kausari Safwan yang merupakan anak pertama dari Prof Safwan Idris.

"Saya tidak kabari dulu, saya tunggu dokter. Saya kabari setelah dokter sampai, jadi kalau ada apa-apa nanti bisa diambil tindakan," katanya.

Tak lama berselang dokter pun tiba, Kausari Safwan dibawa masuk ke dalam ruang bersalin.

Saat itulah, Safrul mengabarkan istrinya, bahwa Prof Safwan Idris orang tua mereka ditembak orang tak dikenal dan sudah meninggal.

Derai air mata Kausari Safwan tak terbendung, kesedihannya membuncah.

Namun, Kausari tetap tegar, dia tetap fokus untuk proses bersalin anak pertamanya tersebut.

Tak disangka, Kausari Safwan saat itu yang sudah menunggu jam untuk proses bersalin, ternyata bertekad pulang untuk melihat terakhir kalinya Sang Ayah.

"Istri mau melihat untuk terakhir kalinya wajah Bapak sebelum dikebumikan. Saat itu belum melahirkan, saya lihat dia kuat dan atas izin dokter kami bawa pulang dengan ambulance," kisah Safrul.

Kausari langsung dibawa pulang ke Desa Meunasah Papeun, Kecamatan Krueng Barona Jaya, tempat dimana orang tuanya akan dikuburkan.

"Kami pulang dan alhamdulillah sempat melihat untuk terakhir kalinya Bapak sebelum dikebumikan. Tangis haru saat itu luar biasa, semua menangis apalagi kami sebagai anak," katanya.

Singkat cerita, Kausari Safwan kemudian harus segera dibawa kembali ke klinik, karena dokter menyarankan agar tidak berlama-lama lantaran kontraksi di perutnya semakin kuat.

"Istri saya dibawa balik ke klinik, saya tinggal menunggu selesainya prosesi fardhu kifayah," katanya.

Selesai semua prosesi, Safrul Muluk langsung kembali ke klinik untuk menemaninya istrinya. Sore hari, akhirnya yang ditunggu-tunggu mereka hadir ke dunia, seorang anak berjenis kelamin laki-laki, lahir dengan sehat.

Tangis sang bayi pecah, Safrul dan Kausari Safwan dibalut dalam sedih tangis haru, dan juga bahagia.

Keduanya tidak menyangka atas semua kejadian hari itu, benar-benar kuasa Allah Swt. Kepergian orang tua mereka digantikan dengan seorang anak laki-laki.

"Sedih, tangis, bahagia menjadi satu hari itu, kami tak tahu bagaimana, semuanya tentu atas kehendak Allah Swt," kata Dosen Fakultas Tarbiyah tersebut.

Dan, atas saran kakek mereka (Abu Idris, ayahnya Prof Safwan), putra pertama mereka itu diberi nama mirip dengan almarhum Prof Safwan, yakni Muhammad Safwan Safrul.

"Nama itu saran dari kakek istri saya atau ayah almarhum Bapak. Kami pun setuju, dan di belakangnya saya tambah nama saya, Muhammad Safwan Safrul," katanya.

Safrul berharap, anaknya tersebut nantinya bisa mengikuti jejak mertuanya, menjadi tokoh intelektual dan ulama Aceh yang berintegritas seperti mertuanya Prof Safwan Idris.

"Saya lihat dia sepertinya mengikuti sifat-sifat almarhum Bapak, tubuhnya juga tetap sama seperti Bapak, kalau saya kan kecil," kata Safrul sambil ketawa.

Saat ini, anaknya, Muhammad Safwan Safrul tercatat sebagai mahasiswa semester tiga di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (TEN) Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Safrul Muluk dan Kausari Safwan sendiri sudah dianugerahi tiga orang anak, mereka adalah Muhammad Safwan Safrul, Fatayatul Hanani Safrul, dan Jihan Fadila Safrul.(*)

Berita Terkini