Kemudian persoalan penyerahan kewenangan kepada Pemerintah Aceh yang tidak diikuti penganggaran seperti kewenangan pertanahan.
Kewenangan migas, termasuk membentuk kewenangan lembaga-lembaga khusus dan istimewa.
Selain itu juga dibahas permasalahan reintergrasi kombatan GAM ke dalam masyarakat yang belum tuntas dan permasalahan narkotika di Aceh sudah sangat krisis.
Di samping itu, juga berbagai persoalan kekhususan Aceh sebagaimana hasil perundingan MoU Helsinki yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Pusat hingga kini.
Pada rapat tersebut, Wali Nanggroe mengusulkan beberapa tindaklajut yang kemudian disepakati oleh Forkopimda.
“Pemerintah Aceh melakukan usulan ke Pemerintah Pusat untuk dibentuk Tim Ad hoc atau Badan Ad hoc terdiri dari Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat dan stakeholder penandatangganan MoU Helsinki,” kata Malek.
Tim ini, lanjutnya, akan melakukan focus group discussion (FGD) tiga bulan sekali.
Tujuannya guna mengevaluasi hal-hal menyangkut permasalahan implementasi MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang belum selesai.
Kemudian membuat rencana kerja target penyelesaiannya.
“Pak JK tetap dilibatkan untuk konsultasi dan penyelesaian masalah Aceh menyangkut hal-hal yang belum selesai yang akan diteruskan ke Pemerintah Pusat.
Selain itu, Pemerintah Aceh juga akan membetuk tim kajian dalam penyelesaian permasalahan regulasi yang terkendala dengan peraturan sektoral,” demikian Malek Mahmud. (*)