Berita Aceh Barat Daya

Usaha Penyulingan Minyak Pala di Abdya Hanya Tersisa Empat Unit Lagi

Penulis: Zainun Yusuf
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah seorang agen pengepul di Desa Seunaloh, Blangpidie, Abdya, sedang mensotir biji pala basah, Minggu (3/11/2019). Harga pala mengalami stagnan selama satu terakhir pada kisaran Rp 16.000 sampai Rp 17.000 per kg untuk biji pala basah dan biji pala kering berkisar Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per kg

Laporan Zainun Yusuf | Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE – Pala merupakan salah satu tanaman perkebunan komoditi ekspor di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), selain kelapa sawit.  

Biji pala kering diolah menjadi minyak melalui penyulingan atau ketel pala.

Minyak pala hasil penyulingan dijual kepada eksportir di Medan, Sumut selanjutnya di ekspor.

Ketika masa kejayaan harga pala dan minyak pala, era tahun 80-an sampai akhir tahun 90-an, banyak pedagang menggeluti usaha penyulingan minyak pala.

Kasus Anak Bunuh Ayah Kandung di Nagan Raya, Terungkap Darah di Parang Sang Ayah

Pasokan bahan baku berupa biji pala kering produksi perkebunan memang tersedia dalam jumlah cukup saat itu.

Setelah produksi pala menurun drastis akibat tanaman pala sebagian besar mati diserang hama, usaha penyulingan minyak pala menjadi berkurang.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Abdya, Azhar Anis ST dihubungi Serambinews.com, Selasa (5/11/2019) menjelaskan berdasarkan data yang ada sekarang ini usaha penyulingan minyak pala yang masih beroperasi/berpruduksi sebanyak empat unit.

Seluruhnya berlokasi di Kecamatan Jeumpa, terdiri atas UD Marlita dan UD Bumi Jaya di Desa Alue Sungai Pinang, UD Bang Manah dan UD Toke Asie di Desa Cot Manee.

“Di kecamatan lain tak ada datanya,” kata Azhar.

Hendri Keuchik Termuda di Aceh Singkil, Usianya Baru 26 Tahun, Ini Program Kerjanya

Sementara Toke Asie,  pedagang hasil bumi di Blangpidie menjelaskan, usaha penyulingan tergolong banyak di Kabupaten Abdya, ketika harga pala masih jayanya.

“Sekarang, ketel yang beroperasi paling banyak 6 unit lagi,” katanya.

Dijelaskan, pengusaha kurang tertarik mengeluti usaha penyulingan minyak pala disebabkan harga minyak pala sering mengalami fruktuatif (naik turun), sehingga pedagang mengalami kerugian.

Selain itu, kata Toke Asie, penyulingan (ketel) minyak pala semakin sulit mendapatkan bahan baku, setelah produksi pala di tingkat petani menurun drastis.    

Hal ini pernah diakui Muhammad, pedagang pengepul biji pala kepada Serambinews.com bahwa stok biji pala basah dan kering di tingkat petani semakin berkurang.

Wahai Para Suami yang Ingin Istrinya Cepat Hamil, Cobalah Konsumsi 7 Makanan Ini

Halaman
12

Berita Terkini